Cegah Hoax Merajalela, Tanamkan Minat Membaca Pada Anak

Menemani Anak Membaca
Sumber :
  • vstory

VIVA – Otak manusia berkembang sangat pesat di 1000 hari pertama kehidupan. Ini adalah masa-masa krusial dalam tumbuh kembang anak karena sinaps yang terbentuk pada usia ini sangat cepat.

Jadi sebenarnya usia dini adalah investasi yang sangat besar. Menurut Eddy Hendry, Head of Early Childhood Education and Development Tanoto Foundation, membaca adalah salah satu stimulasi untuk memaksimalkan perkembangan otak anak. 

"Bicara soal literasi sebenarnya bukan hanya kemampuan membaca tapi juga memahami membaca. Saat ini belum banyak diterapkan kebiasaan membaca di usia dini. Apalagi sekarang anak-anak lebih akrab dengan gadget, dan kebiasan mendongeng juga berkurang," ujarnya dalam Webinar yang digagas oleh Tanoto Foundation.

Baca juga: Membacakan Buku Sejak Dini, Efektif Picu Minat Baca Anak?

Eddy menambahkan, gerakan literasi Indonesia Cinta Membaca oleh Tanoto Foundation diterapkan untuk memastikan agar anak-anak punya kebiasaan membaca di usia dini. Kegiatan Indonesia Cinta Membaca adalah mengadakan kompetisi membaca di mana kegiatan membaca bisa menjadi kebiasaan yang menyenangkan. 

"Tujuan utama kami adalah kami ingin setiap anak mencapai potensi penuh belajar mereka dan ini selaras dengan dukungan kami pada pemerintah untuk menekan angka stunting. Bicara stunting bukan soal gizi saja tapi juga aktifnya pola asuh dan kualitas pengasuhan orangtua dan di sekolah," jelas Eddy.

Senada, Satria Dharma, penggagas Gerakan Literasi Sekolah yang sudah dimulai sejak 2005 dan saat ini sudah menjadi program nasional. Menurutnya perlu ada kesadaran akan pentingnya penguasaan literasi membaca sejak dini, oleh semua pihak. 

Reading is the heart of education. Anak yang tiap hari sekolah tapi tidak membaca, sebenarnya dia tidak mendapat pendidikan. Tidak ada gunanya guru berbicara dan mengajar setiap hari, karena dengan hanya mendangar maka anak-anak tidak mendapat pendidikan,” jelasnya. 

Dampak dari budaya literasi yang rendah, menurut Satria Dharma, bisa dilihat dari status Indonesia sebagai pengirim buruh migran terbesar. TKI Indonesia sudah mencapai 9 juta.

Literasi rendah juga mengakibatkan hoax dan hate speech merajalela. Menurut Dharma, sebenarnya anak-anak Indonesia memiliki minat baca yang sama besarnya dengan negara lain. Lalu apa masalahnya?

Ternyata sejak kecil, dan selama sekolah, anak-anak Indonesia tidak diwajibkan membaca buku. Bandingkan dengan di Thailand. Siswa SMA di sana wajib membaca 5 judul buku, di Amerika Serikat 32 judul buku.

"Di SMA Indonesia, nol judul. Ini fakta yang sangat menyakitkan. Jadi anak-anak kita rabun membaca dan tidak menulis. Prestasinya rendah. Dari  41 negara, kita hanya peringakat 39 PISA (Programme for International Student Assessment atau Program Penilaian Pelajar Internasional),” ujar Dharma.