Pandemi Picu Anak Kecanduan Gadget, Perhatikan 3 Tanda Ini

Ilustrasi main gadget dan chatting
Sumber :
  • Pixabay/DariuszSankowski

VIVA – Gadget saat ini sudah dimiliki oleh tiap individu di berbagai kalangan, bahkan kelompok anak-anak. Terlebih, adanya pandemi membuat anak semakin akrab dengan gadget, yang bisa memicu kecanduan pada teknologi di dalamnya.

Dokter spesialis kesehatan jiwa, dr. Lahargo Kembaren SpKJ., menyebut bahwa anak-anak dari generasi Z dinilai sudah terbiasa dengan paparan gadget. Ditambah, pandemi COVID-19 yang melanda membuat kedekatan pada gadget terasa nyata.

“Gen z ditambah pandemi, menjadikan anak mempunyai keterikatan. Harus waspada muncul kecanduan gadget," papar Lahargo dalam acara Hidup Sehat, tvOne, Rabu, 16 Juni 2021.

Kecanduan gadget sendiri, lanjut Lahargo, didasari oleh permainan yang disuguhkan. Tak heran, kecanduan tersebut kerap diklaim dengan nama Internet Gaming Disorder yakni ketagihan terus-menerus bermain di gawai. Lantas, apa saja tanda-tandanya?

Menurut Lahargo, ada tiga tanda utama pada anak yang mengalami gangguan mental tersebut. Pertama, tak terlihat adanya kontrol dalam bermain game di gadget.

"Enggak bisa kuasai diri untuk atur kehidupan antara pola hidup dasar dan main. Seperti makan, interaksi dengan orang lain," jelasnya.

Tanda utama kedua yang perlu diperhatikan adalah pikiran berlebihan untuk main game tanpa henti. Biasanya, keinginan main game bisa berjam-jam dan tidak disadari oleh anak.

"Ketiga, sudah mulai ada problem seperti tugas-tugas enggak dikerjakan, masalah mood, gampang marah, relasi terganggu dengan orang lain," tuturnya.

Untuk mencegah hal tersebut, orang tua bisa memulai diskusi sebelum memperkenalkan gadget pada anak. Aturannya, kata Lahargo, mencakup tiga poin yakni kapan, durasi, dan di mana anak boleh bermain game di gadget-nya.

"Harus tegas sama anak. Banyak anak mau nego waktu bermain tapi orangtua harus disiplin kuat. Karena risiko kecanduan jadi besar ketika tidak disiplin. Ketika main gadget, ada hormon yang membuat anak senang dan nagih lalu saat berhenti, zat tersebut terputus sehingga anak jadi uring-uringan. Ketegasan pengaturan waktu kuncinya," jelasnya.