Ketahui Faktor Risiko Gangguan Pendengaran pada Anak

ilustrasi bayi.
Sumber :
  • Pixabay/woodypino

VIVA.co.id – Gangguan pendengaran menjadi salah satu masalah kesehatan dengan jumlah yang cukup tinggi di Indonesia. Kunci dari penanganan yang tepat dari masalah kesehatan ini adalah deteksi dini.

Staf Departemen Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT) Bedah Kepala Leher Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr. Tri Juda Airlangga, Sp.THT-KL(K) menjelaskan, deteksi dini bisa dilakukan dengan pemeriksaan rumah siput dan fungsi pendengaran pada anak.

Memang gangguan pendengaran kongenital ini sangat sulit untuk diketahui pada anak usia enam bulan, karena suara tangis yang dikeluarkan juga sama. Namun, bagi bayi berisiko tingi sebaiknya dilakukan pemeriksaan sedini mungkin.

Risiko gangguan pendengaran, lanjut dr. Tri Juda ada banyak. Salah satunya adalah faktor genetik. Selain itu, ada pula risiko infeksi virus seperti tokso dan rubella, penggunaan obat-obatan tertentu saat lahir atau penggunaan obat yang terlalu berlebihan.

"Bayi lahir kuning, berat badan kurang, tidak menangis, menggunakan oksigen, serta ada faktpr kejang juga menjadi risiko. Apabila ada satu saja faktor, maka risiko mengalami gangguan sebesar 10 kali. Namun, jika bayi lahir kecil kemudian kejang, risikonya bisa meningkat 63 kali," urai dr. Tri Juda di RSCM Kencana, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Hingga saat ini apa yang menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran pada bayi tidak pernah diketahui. Ibu pun seringkali tidak pernah merasakan gejala apapun ketika hamil.

Namun demikian, dr. Harim Priyono, Sp.THT-KL(K) menambahkan, deteksi dini perlu segera dilakukan karena saraf telinga yang dibiarkan tidak terstimulasi, fungsinya akan semakin menurun.