Lestarikan Budaya, Warga Kedonganan Gelar Tradisi Mandi Lumpur
- timesindonesia
VIVA – Tradisi mebuug-buugan atau budaya mandi lumpur di hutan mangrove, kembali digelar oleh ratusan warga Desa Kedonganan, Kabupaten Badung, Bali.
Tradisi ini, berlangsung rutin dilakukan oleh ratusan warga Kedonganan sehari setelah Hari Raya Nyepi atau saat Ngembak Geni, Jumat (8/3/2019) sore.
"Tradisi hari ini, biasa kita lakukan setiap tahun sekali setelah Hari Raya Nyepi. Kita biasa mengadakan permainan mebuug-buugan dan masyarakat Kedonganan ini tumpah ruah mengikuti permainan ini," ucap Kadek Indra Wijaya selaku Ketua Pemuda Desa Adat Kedonganan, Bali, Jumat (8/3/2019) sore.
Untuk prosesinya, sebelum memulai mebuug-buugan, ratusan warga mulai berkumpul di Pura Bale Agung di Kedonganan untuk melakukan persembahyangan agar saat menggelar tradisi tersebut diberi keselamatan.
Setelah persembanyangan selesai dijalankan. Para ratusan warga beriringan menuju hutan bakau. Saat berjalan di hutan bakau, warga pun bersorak-sorai. Suasananya begitu jenaka, terutama ketika ada yang terjatuh atau kakinya tenggelam cukup dalam. Semua warga turut serta, tua, remaja, hingga anak-anak.
Sambil mengolesi tubuh, para warga bersenda gurau mengolesi punggung, dada, wajah, dan kepala. Namun di antara mereka ada juga yang menumpuk lumpur di kepala.
Warga yang sudah selesai bermain lumpur, kemudian melakukan pawai menuju ke pantai di sisi barat Desa Kedonganan. Di sana, mereka akan melakukan beberapa permaian tradisional dan setelah itu membilas tubuh yang dibalut lumpur, sekaligus kembali menyegarkan badan setelah berjalan dalam berat benaman lumpur.
"Ada permainan tradisi salah satunya Megala-gala dan permainan Goak maling Taloh. Setelah itu baru kita mandi bersama-sama untuk membersihkan badan kita," ujar Indra Wijaya.
Indra Wijaya juga menjelaskan, bahwa makna dalam tradisi mebuug-buugan selain menjaga tradisi juga membersihkan dan merenungi diri dari dosa-dosa yang setahun belakangan ini dilakukan.
"Kita ingin melestarikan budaya mandi lumpur dan permainan yang sudah diturunkan oleh leluhur kita. Semua yang dibuat oleh leluhur kita, itu pasti bermakna dan bernilai. Jadi dari situlah kita mencoba melestarikan tradisi-tradisi kita," ujarnya. (*)