Mengenal Budaya Indonesia Lewat Museum Multikultural di Seoul

Museum Multikultural di Korea Selatan
Sumber :
  • Dokumentasi KBRI Seoul

VIVA – Satu-satunya Museum Multikultural di Korea Selatan secara resmi membuka Indonesian Section (Bagian Khusus Indonesia ) pada Selasa (11/6). Ini merupakan sejarah baru bagi museum yang sudah berdiri sejak tahun 2007.

Kuasa Usaha Ad-Interim (KUAI) KBRI Seoul Sofia Sudarma dan Direktur sekaligus pendiri Museum Multikultural Kim Yun Tae bersama-sama meresmikan Bagian Khusus Indonesia di museum yang berlokasi sebelah utara Seoul, Korea Selatan tersebut.

Lewat rilis yang diterima VIVA dari KBRI Seoul dijelaskan bahwa museum ini kini menyajikan berbagai artefak seni dan budaya Indonesia secara khusus di ruang seluas 3X7 meter persegi. Saat ini, bagian khusus Indonesia sepenuhnya berisi benda etnografi sumbangan KBRI Seoul berupa patung Jatayu berukuran besar, kolintang, angklung, wayang kulit, wayang golek, berbagai topeng dari berbagai daerah di Indonesia serta busana daerah Indonesia.

Kerja sama pembukaan bagian khusus Indonesia ini berawal dari pertemuan Kim Yun Tae dengan Dubes RI di Seoul pada pertengahan tahun lalu. Pengusaha muda Korsel sekaligus filantropis yang baru berusia 40 tahunan ini meminta bantuan KBRI untuk menyediakan narasumber pada berbagai program pengenalan Indonesia di museum yang didirikannya ini.

Dalam kesempatan tersebut, KBRI Seoul mengajak museum untuk merevitalisasi berbagai benda seni etnografi di KBRI Seoul yang sudah berusia sangat tua dan meminta museum dimaksud untuk membuka secara khusus Bagian Indonesia, sebagaimana terdapat bagian khusus Tiongkok, Thailand, Mesir, Turki dan berbagai bagian dari negara dengan kekuatan budayanya yang menonjol di dunia.

Dengan berbagai pendekatan dan negosiasi yang berlangsung hampir setahun, pihak museum akhirnya bersedia merevitalisasi berbagai benda etnografi KBRI yang sejatinya sudah memasuki masa penghapusan. Museum juga menyediakan ruang yang cukup luas bagi Indonesia, bahkan lebih luas dari yang disediakan untuk negara-negara lainnya.

“Saya ingin sekali mendirikan museum yang berfungsi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Korsel akan keberadaan ragam budaya di seluruh dunia. Saat ini orang-orang dari berbagai negara datang untuk tinggal, bekerja dan belajar di Korea," kata Kim.

Kim melanjutkan, semakin banyak orang asing memanggil Korea Selatan sebagai rumah. Di lain pihak, meskipun komunitas asing tumbuh, publik Korea masih kurang memiliki pemahaman yang cukup tentang dunia yang lebih besar.

Terkait dengan pendirian Bagian Khusus Indonesia, Direktur Kim menegaskan bahwa ini adalah cara yang baik untuk menjawab berbagai pertanyaan dari pengunjung mengenai Indonesia. Walaupun saat ini koleksi Indonesia belum begitu mewakili seluruh keragaman budaya Indonesia, namun hal ini telah membuat pengunjung tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang Indonesia.


Terkait dengan keragaman budaya Indonesia, KUAI RI-Seoul menggarisbawahi bahwa Indonesia memiliki lebih dari 1.340 kelompok budaya yang diikat oleh Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika. Terkait dengan Korsel, KUAI RI menyampaikan adanya satu sosok pahlawan Indonesia asal Korsel bernama Yang Chil-seong, di Indonesia dikenal dengan nama Indonesia-nya yaitu Komarudin. Komarudin ikut serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan ikut bergabung dengan tentara Indonesia di Garut, Jawa Barat.

“Selain itu, Korea adalah salah satu komunitas asing dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia,” ungkapnya menggarisbawahi intensnya hubungan sosial kebudayaan Indonesia-Korea Selatan.

Museum Multikultur di Seoul merupakan satu-satunya yang menyajikan berbagai artefak kebudayaan dari berbagai penjuru dunia secara lengkap. Museum ini merupakan museum swasta untuk memberikan gambaran berbagai peninggalan peradaban dunia. Museum semacam ini sangat penting untuk menjadi jembatan antarbudaya yang berbeda, terlebih kepada masyarakat Korea Selatan yang kebudayaannya cenderung homogen.

Ikatan budaya Indonesia-Korea juga dapat dilihat dari penggunaan alfabet Korea (hangeul) untuk memvisualisasikan bahasa Cia-Cia yang digunakan di Buton Selatan, Sulawesi Tenggara. Sejak 2009, Bahasa Cia-Cia telah ditulis dalam alfabet hangeul, dan diajarkan dalam kurikulum lokal di tingkat dasar dan menengah.Untuk hal ini, guru-guru Korea dikirim ke Bau-bau untuk mengajar huruf hangeul tersebut.

Museum Multikultural terdiri dari 5 lantai. Selain pavilion dari berbagai negara, seperti Mesir, Tiongkok, Thailand, dan Italia, terdapat juga berbagai replika khas dari berbagai negara di dunia yang didapatkan melalui kerja sama dengan berbagai Kedutaan Besar  terkait, sumbangan dari beberapa pihak maupun pembelian khusus.

Selain Pavilion dari berbagai negara, terdapat juga bagian khusus untuk alat musik tradisional, uang, boneka dan snowball dari berbagai negara. Di lantai empat terdapat ruang masak untuk program memasak makanan khas dari berbagai negara dan juga ruangan khusus untuk mencoba pakaian tradisional berbagai negara. Sedangkan di lantai lima terletak Pavilion Indonesia yang bersandingan dengan kantor dan ruang informasi. Setiap tahunnya museum ini berhasil menarik tak kurang dari 24.000 pengunjung. (rna)