Tiga Solusi Perempuan Haid saat Berhaji

Jemaah haji asal Aceh, Jumat, 19 Juli 2019.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dani Randi (Aceh)

VIVA – Jemaah haji perempuan terkadang akan menghadapi halangan selama beribadah di Tanah Suci. Seperti pada saat menstruasi atau haid, umumnya ibadah-ibadah lainnya, jemaah perempuan juga mesti suci dari hadas pada saat berihram dan tawaf.

Namun, ada tiga solusi bagi jemaah haji perempuan agar tetap bisa menjalankan ibadahnya dengan baik dan lancar.

Seperti yang dituturkan Konsultan Ibadah Daerah Kerja Mekah KH Ahmad Wazir Ali kepada Tim Media Center (MCH), Kamis, 18 Juli 2019. Ia mengatakan pada dasarnya mayoritas ulama menyaratkan tawaf harus suci dari hadas, termasuk haid.

"Kecuali Imam Abu Hanifah karena hadistnya jelas, yaitu ketika Aisyah ra datang bulan, lalu bertanya kepada Rasul Saw, beliau mengatakan bahwa ‘Lakukanlah apa yang dilakukan yang sedang haji, selain tawaf di Baitullah," kata Kiai Wazir.

Setidaknya ada tiga solusi yang bisa dilakukan jemaah haji perempuan yang sedang haid di Tanah Suci. Cara pertama, menunda sampai suci.

Kedua, jika tidak memungkinkan maka bisa minum obat penunda haid atau diatur dengan rekayasa hormon.

Ketiga, dengan cara mengintai, yaitu dengan memanfaatkan sela-sela hari atau waktu yang diperkirakan sedang mampat, sehingga cukup waktu sekadar untuk tawaf.

"Maka cepat-cepat mandi haid, lalu menutup rapat dengan pembalut yang dimungkinkan tidak keluar, apalagi menetesi masjid, lalu tawaf, meskipun setelah tawaf darahnya keluar lagi seperti biasa," ujar wakil pengasuh Pesantren Denayar Jombang ini.

Kondisi seperti itu, terang Wazir, sebagaimana pendapat Imam Syafii. Yakni dibersihkan agar tidak keluar darah. Karena menurut Syafii, kondisi bersih dalam pengertian tidak keluar darah berarti dianggap suci.

Walau dalam beberapa pendapat, cara ketiga ini kurang pas karena belum suci seluruhnya atau hanya suci sementara, tapi sebagian ulama ada yang membenarkannya. "Ini dikenal dengan model aplikasi talfiq, yang dibenarkan oleh Imam Ghazali, almuhamili termasuk Imam Malik Ra," katanya.

Jika dalam kondisi darurat, misalnya khawatir ketinggalan rombongan atau segera pulang tapi belum tawaf ifadhoh, maka kata Kiai Wazir, baru kemudian mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah.

"Bahkan tawaf ifadhoh, jika waktu mepet mau pulang, tawaf wada'nya sudah di anggap cukup, sudah tercover menurut sebagian ulama," ungkapnya.