Napak Tilas Wahyu Pertama Nabi Muhammad di Gua Hira

Gua Hira di Jabal Nur Mekah dipenuhi para peziarah dan jemaah haji
Sumber :
  • Bahauddin/MCH2019

VIVA – Waktu masih terlalu pagi, masih sepertiga malam. Sunyi malam belum lenyap, semilir angin malam meninabobokan orang di peraduan. Tapi, menjelang fajar itu kami mesti bergegas, kendaraan dipacu menuju sebuah tempat, dimana peradaban Islam dimulai.

Kami menuju suatu kawasan pegunungan. Jabal Nur, begitu khalayak menyebutnya. Sebuah gunung setinggi 640 meter yang berjejer di kawasan pegunungan Hijaz, bak benteng kokoh yang mengelilingi Kota Mekah. Karakternya gunung pasir dan berbatu terjal.

Di atas puncak gunungnya yang berbatu, terdapat sebuah gua kecil berukuran tak lebih dari 3 meter, yang sepanjang tahun tak pernah sepi pengunjung. Namanya Gua Hira. Letaknya persis di balik puncak Jabal Nur, di sebelah tebing curam. Dari gua kecil itulah syiar Islam dimulai.

Rasulullah Muhammad SAW menerima wahyu pertamanya di Gua Hira. Risalah terbesar umat manusia itu diperoleh Nabi Muhammad setelah uzlah atau menyediri di Gua Hira selama beberapa hari. Hingga akhirnya Malaikat Jibril datang menemui Nabi membawa wahyu pertama dari Allah SWT, yakni Surat Al Alaq 1-5.

Keagungan peristiwa turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW itulah yang menjadi spirit napak tilas kami ke Jabal Nur. Jalan atau track pendakian Jabal Nur ini tidak lah mudah. Tidak bisa juga kita bayangkan mendaki layaknya gunung di Tanah Air yang dipenuhi pepohonan dan udara sejuk pegunungan.

Disini gunungnya tandus. Kanan kiri sepanjang jalan cuma disugguhi pemandangan gunung berbatu plus pemandangan rumah dan bangunan kota Mekah. Track-nya juga sangat curam. Saat pertama kali tiba, medan tanjakan 45 derajat sudah menanti di depan mata. 

Beruntungnya, jalur pendakian di Jabal Nur sudah dibuat permanen, dengan ratusan anak tangga sampai ke puncak dilengkapi pagar pembatas, sehingga tidak sulit memilih jalur.

Satu persatu kami meniti anak tangga. Track di awal pendakian Jabal Nur ini memang cukup berat, begitu curam, seolah memberikan terapi kejutan bagi kami pagi itu. Tanpa terasa keringat mulai bercucuran, nafas mulai tersengal, kami pun memilih beristirahat dibanding memaksa diri.

Sungguh tak bisa dibayangkan betapa sulitnya medan yang harus dialami Rasulullah pada masa awal-awal wahyu akan diturunkan. Rasulullah bolak-balik ke Gua Hira selama beberapa hari di gunung yang tak ada tanda-tanda kehidupan, menenangkan diri, bersiap menerima wahyu agung. Masya Allah.

Pagi itu hari masih gelap, tapi Jabal Nur sudah mulai dipadati peziarah, berharap bisa Salat Subuh diatas puncak, kami pun melanjutkan perjalanan. Zikir dan shalawat mengiringi setiap langkah kami meniti tangga, tanpa sadar baru seperempat pendakian azan Subuh berkumandang.

Para peziarah mulai menghentikan pendakian, kami memutuskan untuk salat di tempat peristirahatan. Alhamdulillah, wudhu kami masih terjaga. Sajadah terbentang kami pun memenuhi panggilan Illahi. Allahuakbar...

Satu jam lebih 30 menit kami tuntaskan pendakian Jabal Nur. Harus diakui, track awal pendakian memang sangat menantang. Tangganya begitu curam, dan terus menanjak. Kalau tak pandai mengatur nafas dan ritme langkah, habis sudah. 

Tapi begitu sudah berada di setengah pendakian, kami merasakan tracknya mulai sedikit ringan. Disamping pemandangan indah kota Mekah serta keindahan gunung-gunung di sekelilingnya menjadi suplemen kami di pagi itu.

Alhamdulillah, suasana di puncak Jabal Nur pagi itu sudah mulai sesak. Untuk bisa menuju Gua Hira, kami harus menuruni anak tangga sedikit, karena letaknya persis di balik gunung. Kami harus melompati batu-batu besar untuk sampai ke mulut gua. 

Sudah sampai di mulut gua, perjuangan untuk bisa masuk ke dalamnya tidak mudah. Puluhan orang sudah berjubel antre di mulut gua. Menunggu giliran untuk masuk ke dalam. Gua Hira luasnya tak lebih dari 3 meter. 

Pintu masuk gua agak sempit, namun setelah masuk ke dalam cukup untuk 3 orang dewasa. Umumnya, peziarah ketika bisa masuk ke dalam Gua Hira, salat dua rakaat.

Pengendali Teknis Bimbingan Ibadah PPIH Arab Saudi, Prof Oman Fathurahman mengatakan perjalanan napak tilas ke Gua Hira punya dua hikmah. Pertama, adalah pelajaran spriritual. Dimana di Gua Hira ini Rasulullah mendapatkan ketenangan batin, berkontemplasi diri membersihkan hati untuk menerima sebuah perkara yang agung, yakni Alquran.

"Pada masa Rosul tentu lebih berat medannya naik ke tempat ini. Jadi ada kontemplasi membersihkan diri," kata Oman saat bersama mendaki Jabal Nur, Senin, 26 Agustus 2019. 

Kedua, perjalanan ke Gua Hira ini membawa pesan kemanusian. Menurutnya, ketika berada di puncak Jabal Nur, Rasulullah melihat ke bawah, membayangkan melihat masyarakat Kota Mekah. Pada waktu itu, masyarakat Mekah digambarkan sebagai masyarakat jahiliyah, penuh kemusyrikan dan perlu pencerahan. 

"Rasulullah memiliki misi mencerahkan dengan ajaran wahyu yang diterimanya," ujar Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama di Gua Hira, Rasulullah mendapatkan dukungan dan bantuan dari istrinya, Siti Khadijah. Sehingga sosok perempuan, lanjut Oman, punya andil besar dalam menyebarkan ajaran Islam hingga berabad-abad lamanya.

"Atas peran Siti Khadijah yang memberikan kenyamanan ke Rasulullah. Ketika Rasul gelisah setelah mendapatkan wahyu, diselimuti oleh Siti Khadijah. Diberikan kenyamanan," ungkapnya.

Umumnya jemaah haji, umrah maupun peziarah kota suci Mekah, yang mengunjungi Jabal Nur ziarah ke Gua Hira, ingin merasakan napak tilas perjuangan Rasulullah saat menerima wahyu pertama Alquran, yang hingga kini menjadi pedoman abadi umat Islam. 

"Semoga bisa meneladani pelajaran spiritual dan kemanusiaan yang dialami Rasulullah," pesan Prof Oman.