Santri dalam Pusaran Politik

Peringatan Hari Santri Nasional setiap tanggal 22 Oktober
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani

VIVA – "Jangan sampai antarumat saling mencela, jangan sampai sesama Muslim saling menjelekkan, tidak pernah dalam ajaran agama Islam diperbolehkan melakukan fitnah dan mencela." 

Kalimat itu disampaikan oleh Presiden RI Joko Widodo pada malam puncak peringatan Hari Santri Nasional 2018. Mengenakan jas abu-abu, sarung, dan kopiah, rahang Presiden RI tersebut terlihat mengeras ketika mengucapkan kalimat tersebut.

Sambil sesekali melihat ke kertas pidato, binar mata Joko Widodo terlihat kuat dan hidup ketika meminta agar sesama Muslim tak saling mencela dan menjelekkan. Di hadapan sekitar 10 ribu santri yang memenuhi Lapangan Gasibu, Bandung, Jawa Barat, 22 Oktober 2018, Presiden RI meminta seluruh santri menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Presiden Joko Widodo dalam peringatan Hari Santri di Bandung

Meski pesantren dan santri sudah ada sejak sebelum kemerdekaan, tapi peringatan Hari Santri Nasional baru disahkan pada 2015 lalu. Presiden Jokowi tak asal mengesahkan Hari Santri Nasional. Ia menilik sejarah peran penting santri dalam mewujudkan kemerdekaan dan kedaulatan negeri ini.

Suatu hari di bulan Oktober tahun 1945 rencana kedatangan tentara sekutu ke Surabaya terdengar Presiden Soekarno. Presiden RI pertama itu luar biasa gundah, jumlah sekutu yang besar dengan peralatan yang lebih canggih, akan membuat posisi sangat tidak seimbang.

Kemerdekaan yang baru berusia dua bulan terancam hilang dari genggaman jika Sekutu berhasil kembali menguasai Republik Indonesia. Soekarno lalu mengirim utusan ke Pondok Pesantren Tebu Ireng, menemui Rais Akbar Syuriah Nahdlatul Ulama, KH. Hasyim Asy’ari. Ia meminta fatwa jihad untuk membela negara. 

Permintaan Soekarno ditanggapi serius oleh KH. Hasyim Asy’ari. Tanggal 22 Oktober 1945, KH. Hasyim Asy’ari dan sejumlah ulama lainnya mengeluarkan Revolusi Jihad. Isinya, setiap Muslim wajib memerangi orang kafir yang bertujuan menghalangi kemerdekaan Indonesia. Dan mereka yang gugur saat berperang membela Indonesia dianggap syuhada, dan warga yang memihak Belanda dianggap pemecah belah persatuan, mereka layak dihukum mati.

Fatwa itu efektif. Ribuan santri dari berbagai pondok pesantren datang ke Surabaya. Mereka berjuang, berjihad melawan tentara Sekutu. Perang ini juga mempopulerkan nama Bung Tomo, yang dengan seruannya berhasil membakar semangat santri untuk berjihad melawan tentara Sekutu. Perang berkobar selama lebih dari dua minggu. Santri menang, dan tentara Sekutu berhasil diusir dari Surabaya. Kemerdekaan Indonesia terjaga, dan negeri ini tenteram hingga hari ini. 

Bung Tomo

Puluhan tahun berlalu. Pada 22 Oktober 2015, bertepatan dengan tanggal 9 Muharram 1437 Hijriah, untuk mengenang peran besar pesantren, santri, dan para kiai, Presiden Joko Widodo meresmikan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Melalui Keputusan Presiden RI Nomor 22 Tahun 2015, ketetapan itu disampaikan. Tahun ini adalah tahun ketiga peringatan Hari Santri Nasional. Secara khusus, setiap tahun pemerintah melakukan peringatan untuk mengenang jasa santri dan meneguhkan santri sebagai bagian dari jati diri bangsa ini.

Namun menjelang Pemilu, frasa 'santri' seperti tak lagi sakral. Frasa 'santri' yang lekat dengan pesantren mendadak ditafsirkan berbeda. Adalah Partai Keadilan Sosial alias PKS yang membuat bingung ketika tiba-tiba mereka menyematkan 'santri' untuk Sandiaga S.Uno, Cawapres Prabowo Subianto. Pasangan ini adalah capres-cawapres yang didukung oleh PKS. Presiden PKS Sohibul Iman, dalam sambutannya saat deklarasi Prabowo-Sandiaga Uno sebagai calon presiden dan wakil presiden, menyebut mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu sebagai santri post-Islamisme, santri modern, hingga santri abad milenial. 

Menurut Sohibul Iman, Sandiaga adalah sosok yang berpegang teguh pada ajaran Islam, dan kini menjadi sosok yang saleh.  "Dari sisi capaian materi, dia sudah menyundul langit. Kemudian, dia ada kerinduan spritual, akhirnya dia belajar Islam dan dia kini menjadi sosok yang saleh salatnya, rajin puasanya, rajin kerja keras. Jadi, dia menjadi sosok walaupun tampilannya stylish, milenial tetapi dia berpegang teguh ajaran Islam," kata Sohibul Iman di KPU, Jumat 10 Agustus 2018. Dengan alasan itulah Sohibul Iman merasa Sandi layak disebut santri.

Siapakah Santri?