Youtube Tak Lagi Mudah Jadi Ladang Emas

Youtuber Atta Halilintar (ketiga kiri bawah) dan Ria Ricis (keempat kanan bawah)
Sumber :
  • Instagram.com/@riaricis1795

VIVA – Atta Halilintar dan Ria Ricis belum lama ini mencetak prestasi baru sebagai YouTuber. Bukan main-main, diamond play button dikantongi keduanya setelah berhasil menembus subscriber di atas 10 juta. Secara berurutan, jumlah angka pelanggan untuk masing-masing Ricis dan Atta, yaitu 10,6 juta dan 11,7 juta.

Pencapaian itu tentu saja membanggakan bagi Ria maupun Atta, yang kemudian tak luput ditayangkan di kanal YouTube masing-masing. Di sana tercantum bahwa prestasi diamond play button yang mereka raih merupakan yang pertama kalinya di Asia Tenggara. Bukan lagi Indonesia.

"Alhamdulillah Terima Kasih ya Allah hari ini Kau berikan hadiah yang luar biasa, Diamond Button Perempuan Pertama Asia Tenggara," tulisan di video Ria Ricis yang diunggah pada 21 Februari 2019.

Sementara Atta, berharap akan mencapai tingkat lebih tinggi lagi yaitu King of YouTube Asia, jika berhasil mencapai subscriber 13 juta, “Mudah-mudahan sampai ke sana. Ada rekor 13 juta karena itu paling besar. Sedikit lagi se-Asia.”

Youtuber, Atta Halilintar dan Ria Ricis

Atta dan Ricis tentu saja bukan satu-satunya YouTuber di Indonesia. Sederet nama konten kreator juga berjalan seiring mereka merebut pasar pemirsa YouTube. Bahkan beberapa di antaranya didukung nama besar sebagai selebriti, misalnya Raditya Dika, Aurel Hermansyah, Gading Marten, Deddy Corbuzier.

Namun Atta dan Ricis, yang juga telah dijuluki King dan Queen of YouTube seolah benar-benar menjadi penguasa platform media sosial berbasis video itu. Jumlah subscriber mereka jauh melampaui lainnya, seperti Tasya Farasya yang membuat konten seputar make up, atau Ria SW yang menampilkan kuliner.

Jika diamati, video yang disajikan Atta maupun Ricis justru bernuansa receh. Istilah zaman sekarang untuk menyebut sesuatu yang bersifat tidak penting, ringan, atau sepele. Ricis banyak membuat vlog tentang kehidupan sehari-harinya, sedangkan Atta belakangan ini relatif lebih matang dengan membahas seputar traveling dan otomotif.

Bukan Receh
Namun pakar media sosial Heru Sutadi tak sepenuhnya setuju penyebutan receh untuk konten video Atta dan Ricis. Menurut Heru, di balik karya-karya mereka, ada tim yang ikut terlibat, didukung peralatan dan persiapan yang matang.

“Ya sebenarnya pencapaian Atta Halilintar dan Ria Ricis ini kan memang bukan tiba-tiba. Sudah beberapa tahun mereka berkarya sebagai YouTuber. Dan itu kan dimulai dengan sebuah karya yang enggak receh. Itu karya yang memang dipersiapkan. Ada konsep yang matang, pengambilan gambarnya juga enggak sembarangan. Dengan hasil karya mereka itu, sampailah sekarang mereka penggunanya cukup banyak,” kata Heru  saat berbincang dengan VIVA melalui telepon, 1 Maret 2019.

Setelah melalui proses panjang hingga berbuah pelanggan dalam bilangan puluhan juta, dikatakan Heru, lebih mudah lagi bagi Ricis maupun Atta untuk mendulang banyak penonton untuk kontennya.

“Sekarang ibaratnya mereka sudah di atas angin. Dengan subscriber di atas 10 juta, ibaratnya konten apa pun, mereka (penonton/subscriber) akan lihat. Ya, akhirnya mungkin bikin yang ringan-ringan,” ujar Heru.

Namun, Heru juga mengamini terhadap anggapan bahwa masyarakat kini cenderung lebih suka pada konten yang ringan, dan tak membuat kening berkerut. “Ada memang yang seperti itu. Kita sudah capek-lah mikir-mikir tentang politik, mikirin tentang kehidupan, pengin yang enteng-enteng, ada juga. Ya, terutama generasi milenial yang malas dengan yang bikin pusing,” kata Heru menambahkan.

Diamong Play Button Ria Ricis

Meski begitu, ditegaskan Heru, tentu saja masih ada sebagian orang yang tetap ingin menonton konten-konten bernilai informasi tinggi. Misalnya karena ingin memetik suatu pelajaran dari tayangan atau proses kreatif dari YouTuber itu sendiri.

“Tapi saya berpandangan, jangan sampai karena penggunanya banyak, ya udah lah kasih sampah aja, orang toh akan lihat. Nah, nilai-nilai memberikan suatu kebaikan, motivasi, hal-hal positif, pengetahuan, juga jangan sampai ditinggalkan,” pesan Heru.

“Misalnya lagi nge-tren gerebek rumah, trus ke rumahnya artis Sule. Jangan hanya menayangkan peristiwanya, tapi juga diangkat misalnya, gimana nih perjalanan Sule sampai rumahnya bisa bagus begini. Itu mungkin akan dapat cerita yang inspiratif karena bisa jadi Sule akan bercerita bahwa itu tidak mudah bukan dengan membalikkan telapak tangan,” katanya.

Incaran Banyak Orang

Penghasilan sebagai YouTuber tak hanya bersumber dari kemitraan iklan yang mengacu pada sistem Google Adsense. YouTuber yang telah meraih popularitas tinggi seperti Atta dan Ria Ricis juga meraup pundi-pundi penghasilan dari sejumlah endorse produk dan undangan sebagai pembicara.

Tak heran jika profesi ini menjadi incaran banyak orang, terutama kalangan generasi muda milenial. Seiring dengan perkembangan teknologi internet di Indonesia, banyak konten kreator yang bermunculan membuat kanal di YouTube.

Namun Heru menjelaskan bahwa untuk menjadikan YouTube sebagai ladang emas di masa sekarang ini, butuh perjuangan ekstra. Bisa jadi bahkan lebih sulit ketimbang proses yang ditempuh pemain lama seperti Ricis dan Atta.

“Memang orang banyak ingin jadi YouTuber, bisa mendapatkan uang, nah ini perlu diluruskan juga bahwa tidak semua YouTuber sukses. Tidak serta-merta mendapat uang besar dari YouTube. Karena kan sekarang ini apalagi. Kalau dulu di awal-awal mungkin view saja langsung dinilai, kalau sekarang kan perhitungannya sudah lebih panjang,” ujar Heru.

“Jadi jangan mengharapkan uang dulu, nanti yang ada malah frustasi,” katanya.

Menurut Heru, kalaupun ingin mendapatkan penghasilan, bisa dari endorse maupun kerja sama dengan sponsor. Selain itu, sebagai konten kreator sebaiknya juga memproduksi tayangan tanpa mengabaikan nilai-nilai informasi dan kaidah budaya.

“Jadi bikinlah konten yang bagus, secara kontinyu, tentang banyak hal. Nanti kalau kontennya bagus, ya orang akan nonton,” ujarnya.  

Heru juga mengatakan bahwa meski persaingan sebagai YouTuber semakin membuat peluang mendulang adsense semakin menipis, bukan berarti jalan untuk sukses dari platform ini menjadi tertutup. YouTube masih dapat dimanfaatkan sebagai media untuk mempromosikan karya, memanfaatkan skill, dalam kerangka personal branding.

“Dulu (penyanyi) Raisa juga banyak upload video waktu dia main musik di YouTube. Kalau dibilang dia YouTuber ya iya, tapi penghasilannya bukan sebagian besar sebagai YouTuber, tapi sebagai penyanyi,” kata Heru.

Intinya, Heru berpesan bahwa hindari harapan yang terlalu tinggi untuk bisa segera memperoleh uang dari YouTube. Sebaliknya jadikan YouTube sebagai media untuk menunjukkan kreativitas dan aktualisasi diri.

Terlepas dari itu, bicara soal prediksi peluang menjadi konten kreator video di masa mendatang. Heru menyebut bahwa saat ini Indonesia sedang menuju era di mana konten video akan semakin eksis di ranah digital. Didukung kecepatan internet yang memadai, konsumsi video bakal kian marak.

“Indonesia akan memasuki konten video. Karena kecepatan internet kita meski tidak terlalu bagus, ya walaupun tidak begitu bagus, tapi putar video bufferingnya enggak terlalu lama. Arahnya nanti memang akan ke video dan live streaming,” katanya.

Dengan demikian, mengacu pada pendapat Heru, peluang sebagai konten kreator video masih terbuka lebar. Akan tetapi, tetap perlu memperhatikan aspek-aspek yang menunjang nilai jual. Misalnya konten yang berkualitas, menonjolkan keunikan, dan tidak terpaku pada hasil adsense jika masih menjadi pemain baru.

“YouTube menjadi media saja untuk berkreatifitas. Ketika kita kreatif di satu hal, rejekinya bisa dari pintu lain. Namun perlu diingat untuk memunculkan sesuatu yang berbeda, kontennya akan seperti apa ya itu tugas kita untuk menggali potensi diri,” kata Heru. (ren)