Delapan Solusi Menghentikan Anas
- VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVAnews – Angka rupanya bisa memantik murka. Begitulah, ketika elektabilitas Partai Demokrat melorot tajam, hawa amarah pun meruap dari markas partai itu. Demokrat pernah moncer pada Pemilu 2009, suaranya sekitar 21 persen. Tapi, kata survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pekan lalu, kini angka itu terkikis lebih separuhnya. Jadi 8,3 persen. Artinya, partai itu kini terancam ambruk di Pemilu 2014.
Survei juga menyebut kasus korupsi yang menusuk partai itu, menjadi faktor kempisnya dukungan publik. Para elit partai Demokrat pun mulai bicara. Ada yang menunjuk Anas Urbaningrum, sang ketua umum, menjadi pangkal turunnya suara.
Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat, Jero Wacik, misalnya. Pada konferensi pers digelar di rumahnya, di kawasan Bintaro, Wacik mengatakan kecewa pada Anas. Suara pendukung Demokrat minggat, kata Wacik, akibat adanya kader korupsi seperti Nazaruddin, dan Angelina Sondakh. Keduanya telah divonis bersalah dalam kasus korupsi Wisma Atlet, Hambalang, dan dana pendidikan.
“Lalu, soal Ketum Anas Urbaningrum antara terlibat atau tidak terlibat – ini begitu hebohnya,” ujarnya. Dia tak paham mengapa proses di KPK begitu lama. Soalnya, hampir setahun isu Anas dan korupsi Nazaruddin begitu gencar di media massa. “Akhirnya, popularitas Demokrat jelas turun,” kata Wacik, Ahad pekan lalu.
Memang, status Anas belum lagi jelas dalam kasus Hambalang yang sedang disidik KPK. Sementara, kata Wacik, dukungan publik buat Demokrat terus terjun bebas. Ia sendiri mengaku bimbang dalam beraksi, apakah ikut proses di KPK, atau segera “mendepak” Anas dari pucuk partai. “Tapi soal AU, kami harus tunggu keputusan KPK,” ujar Wacik.
Masalahnya, berita negatif soal Demokrat hampir setiap hari tampil di media. Meskipun tak boleh mendahului KPK, kata dia, partai harus diselamatkan.
“Tidak bisa pakai cara biasa lagi, bisa hancur partai. Anas sudah jelas menyandera partai,” ujar Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu.
Dia meminta Anas berjiwa besar dengan mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat. “Pribadi harus mengalah. Kalau saya kena kasus, daripada partai hancur, saya mundur,” kata Wacik menambahkan.
Suara menuntut Anas mundurpun bergulir. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Sinyo Harry Sarundajang. Harry, yang juga Gubernur Sulawesi Utara, misalnya. Dari Manado, Sarundajang berteriak keras bahwa perlu ada terobosan luar biasa menyelamatkan Demokrat. Dia yakin Anas tak mau mundur secara sukarela. “Saya mendesak Bapak SBY mengambil alih kepemimpinan partai,” ujarnya.
Lebih parah lagi, kata Sarundajang, tanpa ada kepastian hukum itu, media akan terus memberi pemberitaan negatif yang melemahkan partai. Dia meminta KPK sebaiknya segera memeriksa Anas. “Agar bisa memastikan status Anas seperti apa,” ujarnya.
Tapi KPK tampaknya belum cukup mengumpulkan bukti keterlibatan Anas di kasus Hambalang itu. Lagipula penetapan status seseorang tak bisa dipercepat, atau diperlambat. “Kuncinya ada pada dua alat bukti sempurna,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, Rabu 6 Februari 2013.
Anas bahkan dianggap sebagai penyebab kader daerah Demokrat kalah dalam pilkada. Yang paling keras bicara adalah Ruhut Sitompul. Anggota Demokrat itu mengatakan calon partai mereka justru kalah di banyak pilkada karena Anas turun berkampanye untuk mereka. “Anas sok-sokan turun lapangan, jadi kacau semua,” kata Ruhut.
Itu sebabnya dia meminta Anas mundur. “Antek-antek Anas juga harus ikut turun, seperti Saan Mustofa, Gede Pasek Suardika, Ketua Fraksi (Nurhayati Ali Assegaf), Umar Arsal,” Ruhut menambahkan.
Politik “Sengkuni”
Tapi Anas Urbaningrum tak diam. Dia merasa serangan poltik ke arahnya kian gencar oleh para elite partai. Sepekan lalu, di status Blackberry Messenger-nya, Anas menulis “Politik Para Sengkuni”. Sengkuni adalah tokoh antagonis dalam kisah Mahabrata. Ia adalah paman kelompok Kurawa yang licik. Melalui permainan dadu, Sengkuni merebut Kerajaan Indraprasta dari tangan Pandawa.
Anas pun berkonsolidasi dengan para pendukungnya. Dia memang punya jaringan kuat di internal Demokrat. Banyak pengurus Demokrat daerah loyal terhadapnya.
Kubu Anas pun menggelar jumpa pers sehari sesudah Sekretaris Dewan Pembina Demokrat Jero Wacik meminta Anas mundur dari jabatan ketua umum. Dalam kesempatan itu, hadir Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Demokrat DKI Jakarta Irfan Gani, Koordinator Wilayah Demokrat Nusa Tenggara Timur Frederikus Lusti Tulis, dan lain-lain.
“Dewan Pimpinan Daerah Demokrat solid mendukung Anas,” ujar Irfan.
Sejumlah daerah, disebutnya berdiri di belakang Anas. Ada Demokrat Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Lampung, Jakarta, Banten, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan. “Tidak ada celah mengadakan KLB melengserkan Anas,” kata Irfan, yang dikenal sebagai loyalis Anas.
Meski demikian, KLB bukan tak mungkin dilakukan. Anggaran Dasar Partai Demokrat mengatur KLB dapat digelar apabila ada permintaan dari Majelis Tinggi Partai, atau sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah dan 1/2 dari jumlah Dewan Pimpinan Cabang. Maka KLB bisa dilakukan hanya atas permintaan Majelis Tinggi Partai, tanpa persetujuan DPD atau DPC.
Suasana pun makin panas. Saat para menteri dari Partai Demokrat merapat di kediaman SBY di Cikeas, sejumlah DPD dan DPC Partai Demokrat malah berkumpul di rumah Anas di Duren Sawit, Jakarta Timur. Dalam pertemuan di Duren Sawit itu, Anas berpesan kepada para kadernya agar memperkuat konsolidasi, memenangkan Pemilu 2014, dan bekerja keras untuk masyarakat.
Irfan Gani yang hadir di sana mengatakan, pertemuan di rumah Anas bukan untuk adu kekuatan dengan Dewan Pembina Demokrat di Cikeas. “Ini pertemuan ringan biasa dilakukan oleh kader Demokrat di DPD dan DPC,” kata dia.
Di Dewan Pembina Demokrat, dukungan bagi Anas juga ada. Anggota Dewan Pembina Achmad Mubarok, misalnya. Selama ini Mubarok dikenal loyalis Anas, berbeda dengan para anggota lain yang cenderung kontra terhadap kepemimpinan Anas.
Mubarok mengatakan, tuntutan KLB melengserkan Anas hanya dari satu-dua orang belaka. Jadi, tidak mencerminkan keseluruhan Demokrat. Ia pun menentang upaya pencopotan Anas lewat KLB. “Kalau Anas tersangka, baru Anas harus mundur. Tapi kan KPK belum menemukan bukti keterlibatan Anas sampai sekarang,” kata dia.
Anas sendiri menyatakan, Demokrat tak perlu “kesurupan” dengan hasil survei. “Siapapun yang berpikir jernih akan mengatakan kalau elektabilitas partai turun maka faktornya pasti tidak tunggal,” kata dia. Oleh sebab itu Anas meminta hasil survei tak dibesar-besarkan.
Ketua DPD Demokrat Jawa Tengah, Sukawi Sutarip, juga berpendapat serupa. “Sebetulnya elektabilitas Demokrat turun bukan hanya di survei SMRC, tapi juga di survei lembaga lain. Tapi saya yakin penyebabnya tidak tunggal,” kata dia. Kader Demokrat, kata dia, belum bisa menunjukkan kepada publik bahwa partai mereka prorakyat. Yang terjadi, justru para kadernya tersangkut perkara korupsi.
Soal anjloknya elektabilitas Demokrat, Wasekjen Partai Demokrat Saan Mustofa tak setuju bila Anas disalahkan. “Kepemimpinan Anas tidak ada yang salah,” ujarnya. Dia mengatakan, karena rajin turun ke daerah, pengurus daerah solid mendukung Anas. Oleh karena itu, Saan yakin SBY tak akan menggelar KLB. “SBY sangat arif dan bijaksana. Opsi dari SBY tentu terbaik,” ujar Saan.
SBY ambil alih
Tapi tanpa KLB yang dicemaskan pendukung Anas itu, Majelis Tinggi Partai Demokrat telah mengambil keputusan tegas. Dengan wajah serius, Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat akhirnya menyatakan untuk mengatasi kisruh di partainya.
Seperti yang diharapkan para elite partai itu, SBY akhirnya memutuskan turun mengambilalih tugas penyelamatan. "Ketua Majelis Tinggi bertugas, berwenang, dan bertanggung jawab untuk memimpin penyelamatan dan konsolidasi partai," kata SBY di kediamannya Puri Cikeas, Bogor.
Artinya, mulai detik itu, segala keputusan, kebijakan, dan tindakan Partai Demokrat, ditentukan oleh Majelis Tinggi.
Sebagai ketua Majelis Tinggi partai, SBY bisa mengambil keputusan, dan arahan penting strategis. SBY melanjutkan, Majelis Tinggi juga akan menata organisasi meningkatkan kredibilitas partai. Dia menegaskan, keputusan ini mutlak dijalankan. Bagi yang tak menjalankan akan diberikan sanksi tegas.
Akan halnya Anas, SBY memintanya untuk fokus pada persoalan hukum yang membelitnya di KPK.
Bagaimana jika ada pengurus dan kader yang tak suka, atau tak setuju keputusan ini? “Kami persilakan meninggalkan partai dan diucapkan terima kasih. Selanjutnya, kami isi dengan pejabat partai yang baru," ujar Susilo Bambang Yudhoyono.