Lebaran Khas Bali dengan 'Ketupat Ngejot'
- ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana
VIVA.co.id – Menjelang berakhirnya bulan suci Ramadan, umat Muslim di Bali pun bersukacita menyambut suara takbir berkumandang, tanda Hari Kemenangan telah datang. Meski takbir terdengar hingga ke Pulau Dewata, Bali, perayaan Lebaran di pulau yang dijuluki sebagai salah satu surga dunia ini tak semeriah seperti di Pulau Jawa.
Meriah dan semaraknya Lebaran juga pawai takbir keliling, hanya terlihat di perkampungan Muslim di Bali. Mulai dari pedesaan di Kepaon, Kota Denpasar, Pegayaman, hingga Kabupaten Buleleng.
Bali memang terkenal toleran dengan keberagaman. Bahkan, di tengah padatnya jumlah penganut Hindu di Bali, umat Islam tetap leluasa merayakan tradisi Lebaran. Biasanya ada pawai menggemakan takbir diiringi dengan baleganjur, yaitu alat musik tradisional yang biasa digunakan untuk mengiringi ritual keagamaan umat Hindu di Bali.
"Situasi Lebaran di Bali yang meriah perayaannya ya di kampung-kampung Muslim kayak di Kampung Jawa atau Kampung Kepaon. Di sana memang umat muslimnya sudah turun temurun menetap. Tapi secara umum situasi di Bali, khususnya Kota Denpasar dan sekitarnya, sangat sepi karena mayoritas penduduknya mudik," terang salah seorang warga Bali saat berbincang dengan VIVA.co.id.
Sejumlah penumpang menuruni kapal penyeberangan Padangbai-Lembar (Bali-Lombok) di Pelabuhan Padangbai, Karangasem, Bali. (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)
Saat Lebaran tiba, kebanyakan umat Muslim Bali memilih pulang kampung. Sebagian lagi memilih memanfaatkan libur untuk kembali ke daerahnya (di Denpasar warga Bali juga banyak pendatang dari kabupaten lain). Jadi, jangan heran, lalu lalang kendaraan yang biasanya padat, saat Lebaran justru terlihat sepi sekali. Hanya satu dua mobil saja yang melintas.
Meski tak semeriah seperti di Pulau Jawa, Bali tetap memiliki tradisi saat Lebaran. Salah satunya, tradisi Lebaran Ketupat turun temurun.
Ketupat sendiri adalah penganan yang terbuat dari beras dan dimasukkan ke dalam anyaman daun kelapa atau janur berbentuk segi empat. Makanan tradisional ini memang menjadi menu wajib perayaan Lebaran di beberapa wilayah Indonesia. Tak terkecuali di Bali.
Tim Ahli Bidang Kuliner Warisan Budaya Tak Benda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Linda Farida Rahmat menjelaskan bahwa tradisi Lebaran Ketupat ini awalnya dibawa oleh Sunan Kalijaga. Bukan sekadar tradisi, tapi momen ini memiliki makna dan filosofi tersembunyi.
Menurut dia, Lebaran Ketupat yang awalnya ada di Jawa punya beberapa sebutan, di antaranya Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku Lepat, artinya mengaku dan lapat bermakna salah. Jadi Ngaku Lepat berarti mengakui kesalahan dan saling memaafkan.
"Kalau Laku Papat itu ada empat hal yang kita lakukan, Lebaran, Luberan, Leburan, dan Laburan," kata dia ketika dihubungi VIVA.co.id.
Linda menjelasakan, Lebaran berarti saling meminta maaf. Dilebarkan hatinya untuk memaafkan orang lain dan berhati besar untuk minta maaf kepada sesama. Sedangkan Luberan dari kata luber, yang artinya melimpah. Jadi harus berbagi dengan orang yang kurang beruntung, dengan memberi sedekah, dan biasanya dilakukan sebelum Lebaran.
Sementara Leburan, berarti saling melebur kesalahan dengan bermaaf-maafan. Dan Laburan dari kata labur atau mengecat putih hati, artinya hati dibersihkan dari sifat yang tidak baik.
Adapun ketupat yang selalu ditemani dengan hidangan lain, melambangkan keberagaman dan kebersamaan. "Kalau bersatu itu kan nikmat dan jadi sarana untuk silaturahmi karena ketupat tidak bisa dimakan sendiri," ujarnya.
Selanjutnya...Tradisi Ngejot
Tradisi Ngejot
Haji Nadlah Arifdi, tokoh masyarakat Kampung Wanasari (biasa disebut Kampung Jawa) di Jalan Ahmad Yani Denpasar juga sebagai Ketua Bidang Idaroh Masjid Raya Baiturrahman, Denpasar, menceritakan tradisi umat Muslim Bali saat merayakan Idul Fitri.
"Setelah Idul Fitri biasanya melaksanakan ziarah kubur. Setelah itu melakukan silaturahmi antarkeluarga, antartetangga, dari RT ke RT,” kata Nadlah saat berbincang dengan VIVA.co.id.
Saat Hari Raya Idul Fitri, Masjid Raya Baiturrahman lah yang menjadi sentral kegiatan Islam bagi warga di Kampung Wanasari ini dan seluruh penduduk Denpasar.
Meski Muslim sebagai kaum minoritas di Bali, namun tetap, tradisi Lebaran di Pulau Dewata ini sangat kental. Bahkan, tradisi di Bali, khususnya di Denpasar saat Idul Fitri terbilang unik.
"Di tengah keberagaman, kita biasa mengirim atau saling bertukar makanan, baik sesama umat Muslim maupun umat lainnya. Oleh umat Hindu biasa disebut dengan istilah Ngejot (bertukar makanan). Tradisi itu masih berlangsung hingga kini."
Umat Hindu ataupun umat lain yang tidak merayakan Lebaran, juga membalas makanan pemberian dari umat Muslim. Mereka membalasnya juga dengan makanan.
"Itulah Ngejot. Hari Raya Idul Adha juga demikian, tak sedikit umat lain, pejabat yang menyumbangkan hewan kurban ke sini untuk dibagi bersama-sama."
Pedagang menjajakan beragam makanan dan minuman untuk berbuka puasa di Lingkungan Wanasari, Denpasar, Bali. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
Tak hanya itu, bukti toleransi beragama yang masih sangat terasa di Bali. Mereka, kaum non muslim yang tidak melaksanakan Hari Raya Idul Fitri, ikut menjaga keamanan bersama-sama demi kelancaran pelaksanaan salat Id. Ini sudah berlangsung sejak lama. Dianggap pula sebagai warisan para leluhur agar seluruh umat manusia di Bali hidup penuh harmoni, berdampingan, tanpa mempersoalkan agama.
"Dalam konteks keislaman, kita harus menghormati keragaman ini. Dalam ajaran leluhur kami, apa pun agamanya, ketika telah menjadi bagian dari komunitas masyarakat kita, maka mereka tetap harus dijaga."
Spirit Islam itu masih terus dilestarikan hingga saat ini. Sehingga harmonisasi atau kerukunan antarumat beragama tetap terjaga di lingkungan Wanasari atau biasa disebut Kampung Jawa ini.
Diyakini pula oleh Haji Nadlah, perayaan Lebaran di Bali selalu penuh kedamaian. Sejak dulu tidak pernah timbul gesekan-gesekan. Setiap umat justru saling berjalan beriringan.
Selanjutnya...Lebaran Ketupat
Lebaran Ketupat
Sepekan setelah perayaan Idul Fitri, tradisi Lebaran di Bali masih terus berlanjut. Ya, sama seperti di tanah Jawa, di Bali juga ada tradisi Lebaran Ketupat.
"Itu dilaksanakan satu minggu setelah salat Idul Fitri dengan berakhirnya puasa Syawal selama enam hari setelah itu melaksanakan Lebaran Ketupat,” ujar Haji Nadlah.
Perayaan Lebaran Ketupat di Bali juga terbilang unik. Pada hakekatnya masyarakat di sini melaksanakannya di rumah masing-masing, akan tetapi sore harinya mereka biasanya bersama keluarga mencari tempat-tempat yang dianggap enak untuk bersantai seperti di Pantai Sanur atau Bedugul atau lokasi lainnya kemudian mereka makan ketupat bersama keluarga di sana.
"Sejak dahulu kala tradisi itu telah ada, warisan dari leluhur kami."
Umat Muslim di Bali melakukan Salat Tarawih di Masjid Nurul Iman di Denpasar. (ANTARA FOTO/Wira Suryantala)
Saat ini, Muslim di Bali selalu melanjutkan tradisi ini, karena memang dianggap memiliki unsur yang baik. "Jadi saat kita bertemu dengan keluarga lainnya, kita makan bersama, saling bertukar makanan dan mencicipi bersama. Terbuka untuk yang lainnya, tidak hanya dalam lingkungan keluarga sedarah, tetangga juga boleh ikut," kata Nadlah.
Karena banyaknya warga yang ikut, tidak heran jika tiap keluarga menyediakan ketupat yang lebih banyak untuk disediakan kepada yang lain, atau kepada siapapun.
Mengenai sejarah Lebaran Ketupat di Bali, Haji Nadlah menyatakan, sejak 1926, tradisi itu sudah ada. Bahkan semenjak Masjid Raya Baiturrahman berdiri.
"Sejak itu pula tradisi Lebaran Ketupat sudah ada. Dulu, para tetua kita dari Jawa yang datang ke sini membawa tradisi dan kebiasaan-kebiasaan mereka dari kampung ke sini. Makanya Kampung Wanasari ini juga disebut Kampung Jawa."
Tak hanya di Kampung Wanasari, kemeriahan Lebaran Ketupat juga kerap terlihat di ujung timur Bali tepatnya di Kabupaten Karangasem. Umat Islam di sana juga memiliki tradisi yang sama.
Hari ketujuh setelah Salat Id mereka bersama keluarga pergi jalan-jalan ke suatu tempat, makan bersama, makan ketupat, lepet dan kue yang kalau orang Bali bilang itu jaja (baca: jaje, artinya jajan atau jajanan, sebutan lain dari kue) bantal.
"Kalau di sini menu makanan yang disajikan hari pertama Lebaran adalah Satai Gan Gulai. Itu karena mayoritas komunitas masyarakat Madura yang ada di kampung ini berdagang di beberapa daerah di Kota Denpasar. Hampir semua keluarga menyediakan menu makanan itu disediakan kepada siapa saja yang mau, yang singgah ke rumah itu saat open house."
Sama seperti daerah-daerah lain di Indonesia, masyarakat Bali juga menjadikan ketupat sebagai hidangan istimewa ketika Lebaran. Sebab, di Bali, ketupat memang tidak dijajakan setiap hari, atau dengan kata lain hanya di Hari Raya Idul Fitri saja ketupat itu ada.
"Tapi kalau lontong, di sini ada satu orang saudagar lontong yang menyediakan lontong dalam jumlah banyak."
Ada lagi yang unik mengenai Lebaran Ketupat di Bali. Karena tanah Bali merupakan wilayah kekuasaan Puri Pemecatan, maka, setiap hajat besar yang digelar tidak pernah kami luput untuk mengundang keluarga Puri Pemecatan (Kerajaan Pemecatan), Penglingsir (orang yang dituakan, biasanya Raja) Puri Pemecatan.
"Bagaimana tanah ini bisa diserahkan kepada umat Muslim, itu para sesepuh kami yang tahu. Generasi seperti saya ini memang selalu meminta pendampingan dari sesepuh kami jika ada yang meminta penjelasan mengenai hal itu," tutup Haji Nadlah. (ren)