Mitra Tak Setara

Pengemudi Angkutan Umum dan ojek berbasis aplikasi daring (online) menggelar konvoi damai di Tangerang, Banten.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Lucky R

VIVA.co.id – Ratusan orang berjaket hijau-hijau tertib berjalan kaki. Satu ruas jalan sudah mereka kuasai. Kendaraan memang masih bisa lewat di ruas yang lain, namun harus pelan. Bendera Merah Putih dikibarkan, bersama dengan spanduk-spanduk tuntutan. Mengiringi “massa hijau” itu, mengalun musik gendang dari mobil komando yang berada di paling depan. Massa makin semangat, musik makin mengentak.

Terdengar alunan musik, “Di manakah adanya keadilan, bila masih memandang golongan? Yang kuat selalu berkuasa, yang lemah pasti merana”.

Lagu berjudul “Hukum Rimba” - karya band underground punk Marjinal yang kali pertama diputar pada Mei lalu - kembali membakar semangat massa demonstran menyusuri ruas jalan dari Patung Kuda Indosat di Jalan Medan Berdeka Barat menuju gedung Kementerian Perhubungan.

Massa yang semangat dengan alunan musik kritik sosial itu, kian berkobar kala pimpinan orasi membakar semangat mereka di tengah terik matahari. "Hidup online! Hidup pejuang keluarga," teriak sang orator disambut pekikan serupa dari massa.  

Dia mengingatkan kembali bahwa mereka harus turun ke jalan karena sudah jengah hak mereka dirampas, tak mendapatkan perlindungan berupa asuransi, mereka gusar dengan adanya perang tarif dan menuntut kembalikan tarif lama. Orator kemudian berhenti sejenak. Hilang ide untuk bahan orasi.

"Hidup ojek online, hidup ojek online," pekik massa mengisi ruang kosong orator.
 
Massa tersebut merupakan para pengojek berbasis pesan online dari Uber, Grab dan Gojek. Mereka hari itu kompak memperjuangkan nasib. Pengemudi ojek online merasa sudah bekerja keras, namun tak sebanding dengan keringan dan lelah yang mereka hasilkan.

Puluhan pengemudi transportasi berbasis online roda dua dan empat mengkuti aksi yang diprakarsai oleh Asosiasi Driver Online di Depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Tuntutan yang diajukan massa ojek online pada aksi Mei 2017 itu adalah agar pemerintah merevisi UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tuntutan ini untuk mengakomodir keberadaan ojek online yang sudah menjadi kebutuhan masyarakat kota di Indonesia. Selain itu massa ojek online juga menuntut perusahaan mereka bernaung untuk memberikan asuransi kepada mereka secara layak. Beban asuransi selama ini banyak ditanggung oleh pengemudi yang statusnya semuanya adalah mitra pengemudi.

Tuntutan lainnya dalam aksi di Kementerian Perhubungan yaitu berlakukan tarif dasar yang sama, berlakukan sistem aplikasi online yang tidak merugikan pengemudi, tolak pemutusan mitra/suspend yang semena-mena.

Perusahaan transportasi online memang sudah makin populer di Indonesia. Mulai 2011 dan 2012 layanan ini muncul kemudian bermunculan yang kemudian muncul ojek online. Ada tiga nama populer ojek online yang wara-wiri di jalanan kota besar di Indonesia, yaitu Gojek, Grab dan Uber. Dua awal pertama dominasi dengan warna hijau dan Uber mengaspal dengan warga hitam, berpadu orange.

Ojek online memang sudah menjadi wadah baru untuk mendulang rupiah dan meningkatkan taraf ekonomi para pengemudi. Mulai dari kalangan manula sampai mahasiswa dan remaja.