Di Amerika, Penyebab Hillary Clinton Kalah Itu Hoax

Dino Patti Djalal
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA –  Nama Dino Patti Djalal dalam masalah hubungan luar negeri tak perlu diragukan. Sebagai anak diplomat, Dino kenyang menjalani hidup di berbagai negara. Ia meniti karier sebagai seorang diplomat di Kementerian Luar Negeri RI sejak tahun 1987. Kariernya melesat cepat.

Dino mendapat penugasan di berbagai negara. Tahun 2004, ketika Susilo Bambang Yudhoyono diangkat menjadi Presiden RI, Dino mendampingi SBY sebagai Staf Khusus Hubungan Luar Negeri. Ia menjadi Juru Bicara Presiden, Penasihat Hubungan Luar Negeri, dan penulis naskah pidato untuk SBY. Selama enam tahun ia menjalani tugas tersebut.

Tahun 2010 hingga 2013, Dino ditugaskan sebagai Duta Besar RI di Amerika Serikat. Ia sukses meningkatkan hubungan RI-AS, dari hubungan bilateral menjadi hubungan kemitraan komprehensif. Tahun 2014, Dino dipercaya memegang jabatan sebagai Wakil Menteri Luar Negeri. 

Di tengah kesibukannya menjalani profesi sebagai Diplomat, Staf Khusus, Duta Besar, dan akhirnya Wakil Menteri Luar Negeri, Dino mampu meluangkan waktu menulis buku. Ia sudah menghasilkan sembilan buku, dan nyaris semuanya best seller.

Kini, meski sudah tak lagi menjabat di Kementerian Luar Negeri, pria kelahiran 10 September 1965 ini tetap peduli pada komunitas Indonesia di luar negeri. Ayah tiga anak yang memiliki follower lebih dari 250 ribu di Twitter ini adalah orang yang mempopulerkan kata 'diaspora Indonesia.' 

Menjelang Pemilu, kepedulian Dino pada negeri ini dan pada diaspora Indonesia membuatnya tergerak membuat website "Know Your Caleg." Sebab, salah satu hal yang membuat diaspora tak peduli pada wakilnya di DPR RI adalah karena tak ada informasi yang cukup tentang mereka. Sementara bagi Caleg, berkampanye langsung ke negara-negara di mana para diaspora berada, jelas butuh biaya besar.

Atas dasar itu, Dino menjadi jembatan bagi mereka. Mimpinya banyak, salah satunya ia ingin negeri ini punya badan yang khusus mengurusi diaspora Indonesia. Tujuannya, agar mereka yang sudah sukses di negara orang mampu berkontribusi tanpa halangan dan memberi banyak hal demi kemajuan negeri ini. Seperti apa mimpi Dino Patti Djalal, simak wawancaranya dengan VIVA di bawah ini:

Apa tujuan Anda membuat program Know Your Caleg?

Pertama karena berapa kali saya bertemu dengan teman-teman diaspora, mereka banyak yang bertanya, "Pak wakil kita siapa di DPR RI sih?" Mungkin kalau misalkan Pak Hidayat Nurwahid orang sudah banyak kenal semua, mungkin ya. Tapi (caleg) yang lain itu banyak yang ditanyakan juga oleh teman-teman diaspora kita. Mereka siapa ini sebenarnya? Dan banyak yang ditanya oleh teman-teman diaspora kan, kok kami tidak banyak mendengar informasi soal mereka. Artinya ada kesan bahwa mereka secara psikologis dan secara politis merasa jauh dari wakilnya di DPR RI. di lain pihak saya juga melihat, oke kalau diaspora mau tahu siapa calegnya, apakah calegnya ada waktu untuk menyapa mereka. Nah ternyata para caleg-caleg itu banyak yang tidak ada platformnya. 

Contohnya seperti apa?

Misalnya, kalau di KPU itu ada nama-nama calegnya saja kan, tapi kalau diaspora mau tahu mereka siapa? Apa gagasannya, segala macamnya itu tidak ada kan. Nah, dari sana saya mulai berpikir, bagaimana kalau kita coba menciptakan suatu platform yang mendekatkan diaspora dengan caleg-caleg kita. Akhirnya, kita buat suatu website yang netral dan independen yang khusus untuk memuat pandangan dan profil semua caleg Dapil luar negeri dan ini bisa diakses oleh semua teman-teman diaspora. 

Apa latar belakang pemikiran ini?

Program ini kan sebenarnya learning by doing, dan ternyata kita juga mendapatkan banyak manfaatnya. Manfaat ini yang kita tahu dari caleg-caleg juga, bahwa caleg-caleg itu kan tidak semuanya punya banyak uang untuk sosialisasi ke luar negeri kan. Misalnya, sosialisasi ke Belanda misalnya, biayanya mahal banget. Tapi walaupun mereka bisa ke luar negeri juga, ini pengalaman saya pribadi nih, ada caleg yang ingin ke Belanda dan minta bantuan saya. "Din, bantuin gue dong. Temuin gue dengan teman-teman diaspora di Belanda dong.' Tadinya saya mau bantu, tapi akhirnya saya pikir susah ini. Kenapa? Misalnya saya punya kenalan satu orang di Belanda katakanlah Ahmad gitu ya, tapi Ahmad belum tentu mau bantu. Kenapa?

Pertama dia kan merasa tidak kenal sama calegnya. Terus kedua, kalau misalkan dia mau bantu, dia paling bisa mengumpulkan 20 orang untuk datang ke rumahnya. Sebab, sewa hotel sudah pasti mahal biayanya, jadi mana bisa mendatangi seribu orang di sana. Kan tidak mungkin. Nah, ini masalah yang sama di mata seluruh caleg dapil luar negeri. Ternyata tidak semua caleg yang bisa sosialisasi ke luar. Dan kalau pun bisa orang itu tidak akan bisa menarik lebih dari 50 orang, kan gitu. Jadi akhirnya kita berpikir, bagaimana kalau kita bikin platform, jadi mereka tidak perlu keluar,tetapi mereka tetap dapat kesempatan mempromosikan diri.

 

Artinya memang selama ini diaspora yang berada di luar negeri itu merasakan ada kesenjangan dengan caleg-caleg yang mewakilinya di DPR RI?

Iya, iya. Sangat. Dan Alhamdulillah yang saya dapatkan dari sini itu, ternyata banyak yang bagus semua, cuma saya tidak tahu siapa mereka sebelumnya, dan dia juga tidak pernah mendapatkan kesempatan (untuk sosialisasi) padahal bagus lho. Komitmennya besar. Saya tidak perlu sebutkan nama-nama nya, tapi dia tahu mengenai isu-isu, dan kelihatan lah kalau dia jadi wakil rakyat bisa lumayan mewakili teman-teman diaspora di parlemen. Nah, untungnya saya bisa ketemu dia. 

Apakah caleg itu bersedia menyampaikan visi misi di program ini?

Alhamdulillah sebagian besar bersedia. Mereka merasa terbantu dengan adanya platform ini. Tapi ada juga caleg yang posternya bertebaran di mana-mana, tapi setelah saya minta untuk datang dia tidak pernah respons, saya tidak perlu sebut namanya, sudah gampang ditebak itu. Posternya di mana-mana dia, sudah berkali-kali kita hubungi. Akhirnya kita give up. Karena kita ada batasnya juga kan, kita mengundang, bukan mengemis. Dia tidak mau datang, dan sama sekali tidak mau ikut. Padahal poster di mana-mana di Jakarta ini.  Jadi memang ada caleg yang strateginya itu adu poster saja, uangnya banyak, adu poster, tapi ketika diminta pandangan substantif, tidak bersedia.

Ini inisiatif Anda sendiri dan benar-benar tidak ada campur tangan dari KPU RI atau pihak lain?

Iya. Justru KPU baru tahu kemudian. Setelah ini jadi, baru kita lapor ke KPU. Dan Pak Arief mengapresiasi, dia bilang bagus ini. Jadi ini memang independen.