Pasar Modal Indonesia Salah Satu Terbaik di Asia

Dirut BEI Inarno Djajadi
Sumber :
  • VIVAnews/M Ali Wafa

VIVA – Bulan ini, pasar modal telah memasuki usia yang tidak muda lagi. Tahun ini, sudah 42 tahun sejak diaktifkannya kembali pasar modal Indonesia.

Meski sempat seret di awal 2019 karena faktor tahun politik terkait pemilihan umum, kinerja pasar saham perlahan bergerak kencang. Perusahaan-perusahaan yang mencari pendanaan melalui pasar modal pun mulai berbondong-bondong masuk bursa.

Namun, faktor eksternal, termasuk perang dagang antara Amerika Serikat dan China, juga masih jadi perhatian. Belum lagi, investor pasar modal di Indonesia yang masih minim, merupakan pekerjaan rumah besar hingga saat ini.

Untuk mengetahui kondisi pasar saham saat ini, dan bagaimana otoritas bursa menyikapi serta mengantisipasi faktor internal dan eksternal yang melingkupinya, VIVAnews telah mewawancarai Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia, Inarno Djajadi, beberapa waktu lalu. Berikut petikannya. 

Paruh pertama 2019, kinerja bursa efek sepertinya kencang sekali? Apa yang memengaruhi? 

Kemarin kan kalau kita lihat awal-awalnya seret juga, tapi begitu sudah diputuskan (pemenang Pilpres 2019) dan tidak ada penolakan ibaratnya, nah itu baru mulai berbondong-bondong mereka untuk mencatatkan (saham) di bursa. Satu hari bisa tiga atau empat (emiten baru) segala macam, yang memang itu adalah setelah dari pengumuman tersebut. Tapi memang awalnya seret juga, dan Alhamdulillah sekarang ke sininya sudah bagus.

Apakah juga karena ada regulasi yang lebih longgar atau memang perusahaan lebih memilih mencari pendanaan dari bursa?

Sebetulnya dari awal pun mereka sudah ingin, cuma momentumnya, kembali lagi kalau emiten itu kan yang penting timing. Sebelum ada kepastian politik atau presidennya siapa, dia masih menunda dulu kan. Kalaupun ada satu atau dua emiten baru mungkin karena mereka mengambil momen karena lagi kosong dan mau coba-coba. Tapi secara keseluruhan masih wait and see ya, begitu sudah ada keputusannya dan tidak terjadi chaos, baru mereka mulai berbondong-bondong.

Tapi kita juga termasuk di dalamnya itu ada relaksasi-relaksasi, seperti I-A (Peraturan Bursa tentang Pencatatan Saham). Terus kita lagi menyiapkan papan akselerasi, itu yang juga membuat orang ingin memanfaatkan kesempatan itu untuk go public.

Jadi mulai kapan perusahaan-perusahaan itu persisnya berbondong-bondong mencatatkan sahamnya di bursa efek?

Kalau misalnya yang berbondong-bondong itu April (2019), tapi kalau untuk relaksasi kita ada I-A itu di Desember (2018). Seperti misalnya ada pergantian bahwa offering price itu minimal Rp100. Jadi nominal bisa kurang dari itu tapi harga perdananya minimal Rp100.

Lalu, kalau sebelumnya direktur independen itu harus ada, tapi kita pikir kemudian itu terlalu ketat ya, karena kan sudah ada komite audit, komisaris independen, maka akhirnya dilepaskan. Jadi yang seperti itu lah jadi kita ada satu relaksasi untuk perusahaan-perusahaan untuk go public dan itu baru terefleksi pada saat pengumuman (pemenang Pilpres 2019).

Jadi pada saat penetapan KPU kemarin memang langsung ramai, dalam satu hari jumlah pencatatan (listing) itu ada yang 3 emiten baru, 4 emiten baru, bahkan sampai 5 atau 6 emiten baru.

Apakah emiten baru itu memang baru menentukan untuk IPO setelah ada pengumuman pilpres atau dari sebelumnya sudah merencanakan, namun menunggu momen yang tepat?

Yang jelas mereka itu menunda untuk yang sebelumnya, begitu sudah ada kepastian ya sudah. Jadi mereka menunggu siapa pun yang menang itu terserah lah, tapi yang paling penting sebetulnya dari businessman itu adalah kepastian dan setelahnya tidak ada gejolak.

Berarti yang terjadi kemarin, perusahaan-perusahaan itu hanya menunggu timing listing?

Timing itu yang paling penting memang.

Selain edukasi yang sudah dilakukan, apalagi upaya BEI untuk mendorong perusahaan go public?

Yang sudah dilakukan BEI kan salah satunya sosialisasi dan edukasi. Kita itu rutin untuk melakukan roadshow ke daerah-daerah, terakhir kemarin ke Jogja, itu dilakukan sama-sama OJK. Biasanya kita ketemuan dengan gubernur terkait dengan rencana kita, misalnya mengenai masalah kita akan ada PE (public expose) di daerah dan diharapkan mereka berpartisipasi. Lalu kemudian juga biasanya di hari terakhir itu kita dinner bersama dengan calon-calon emiten dari daerah-daerah.

Yang sudah kita lakukan macam-macam, kita ke Ujung Pandang, Semarang, Surabaya, Jogja. Ada 6 daerah lah pokoknya yang kita lakukan bersama-sama dengan OJK, KPEI dan KSEI. 

Apakah sosialisasi di daerah itu juga akan menyasar sampai tataran UMKM?

Nah, jadi begini, itu juga salah satu yang kita sosialisasikan kepada mereka. Mereka itu kita terangkan bahwa pasar modal itu tidak eksklusif hanya untuk perusahaan-perusahaan yang besar saja. Kita sudah ada papan pengembangan, lalu papan akselerasi, gimana saat ini tangible asset-nya itu hanya Rp5 miliar untuk papan pengembangan itu. Jadi artinya dengan nett tangible asset Rp5 miliar itu sebenarnya sudah bisa go public, belum lagi nanti di papan akselerasi.

Jadi ingat bahwasannya kita itu tidak hanya menyediakan untuk yang besar-besar saja, tapi kita juga menyediakan untuk yang small medium enterprise juga.

Selain itu, untuk yang inkubator kita sedang mendorong perusahaan-perusahaan startup dan yang sudah grown field atau kira-kira siap go public. Apa saja persyaratannya itu, maka kita grooming, kita pupuk supaya nanti pada saatnya mereka bisa go public.

Tetapi di papannya sendiri itu ada beberapa, yakni papan utama, papan pengembangan, dan papan lagi yang akan kita siapkan yakni papan akselerasi. Yang utama memang yang lebih ketat aturannya. Tapi untuk yang startup di papan akselerasi itu lebih ringan lagi persyaratan dan modalnya. Keuntungan juga enggak perlu untung, rugi enggak apa-apa tapi mereka bisa memastikan bahwa dalam waktu beberapa lama mereka bisa untung.

Sejauh ini perkembangan startup untuk go public seperti apa?

Memang sejauh ini kita sedang menjajaki dan juga mendorong mereka untuk go public. Cuma memang ada beberapa kendala seperti misalnya pemegang sahamnya dari luar negeri. Tapi kita sih berharap unicorn-unicorn ini bisa tercatat di kita.Kalau saat ini unicorn yang existing belum ada. Baru ada beberapa yang ke sini untuk menjajaki dan sounding saja.

Banyak investor langsung berinvestasi ke unicorn, bagaimana langkah BEI agar mereka mau melalui pasar modal?

Kalau investor langsung ke mereka memang tidak ada larangan ya. Cuma memang ini kan fenomena baru, dalam arti para startup itu kan belum tentu bottom line-nya positif, ya kan. Nah ini juga perlu ada edukasi tidak hanya terhadap mereka saja, tapi terhadap para investor juga.

Appetite dari para investor kita mesti sosialisasikan juga. Karena kalau dilihat dari segala macam termasuk hitungan-hitungan yang tradisional, memang tidak masuk akal juga. Perusahaan masih rugi tapi frekuensinya luar biasa. Nah itu yang kita harus betul-betul hati-hati dan melihat tidak harus secepat itulah go public atau apa. Tapi kita menjajaki untuk itu.

Apakah unicorn itu memang berniat mencatatkan sahamnya di bursa?

Mereka memang betul-betul niat tapi memang ada beberapa kendala.

Apakah kendala itu salah satunya karena sebagian besar pemegang saham mereka masih asing, jadi mereka masih berhati-hati terhadap regulasi yang ada?

Enggak juga sih, para pihak asing itu kadang kala meminta badan hukumnya bukan PT. Mereka itu terkadang meminta badan hukumnya yang netral, jadi mereka meminta badan hukumnya yang berstatus bukan PT, misalnya internasional. Nah itu kan sebetulnya kalau di kita juga persyaratannya yang utama memang harus berbadan hukum PT. Nah, itu kan mesti ada penyesuaian ya, sementara di tempat kita justru harus berbadan hukum PT.

Jadi masih agak sulit juga terkait permasalahan PT tersebut?

Sulit atau tidaknya itu kita jajaki sekarang.

Apakah ada kemungkinan peluang bahwa tidak harus berbentuk PT?

Nah, itu yang belum ada solusinya, belum tahu lah. Itu sebagai contoh saja salah satunya. Tapi ada kalanya para unicorn itu mereka juga inginnya investor dari luar, dan itu listed-nya di luar. Salah satunya kenapa, karena memang mereka basisnya dari luar. Dia lebih percaya kalau di luar dan yang kedua mungkin absorb-nya dari investor itu lebih pede. Kalau misalnya listed di sini belum tentu juga orang tertarik. Dan itu perlu harus ada standar pemahaman yang sama. Appetite di luar terhadap startup dengan appetite di sini juga mungkin enggak sama.

Dengan kondisi semacam itu apakah ke depannya dari otoritas bursa ada sinkronisasi?

Kita pasti akan mencoba. Karena namanya unicorn itu kan kebanggaan kita ya. Kita pasti akan explore bagaimana supaya mereka sebagai kebanggaan kita bisa listed di sini.
 

Perusahaan yang memiliki potensi besar untuk go public di sektor apa saja?

Sebetulnya kalau melihat potensi besar dari sektor-sektor itu merata kok sekarang. Seperti tahun ini yang masuk juga dari berbagai sektor. Jadi saya tidak bisa bilang sektor mana saja yang saat ini darling, atau mana yang tidak. Karena sektor finansial juga oke, sektor pertambangan sudah mulai bergerak. Seperti sekarang misalnya kan emas itu masih agak ramai, tapi itu kan ya berubah-berubah juga.

Target rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) tahun ini di bursa efek Rp9 triliun. Bagaimana pencapaiannya saat ini?

Bagus, kita itu bahkan sudah hampir Rp10 triliun loh, sudah Rp9,8 triliun. Jadi kalau dilihat kita itu kan T+2 itu mulai 26 November kemarin. Kita adalah negara ketiga yang berhasil melaksanakan settlement T+2 setelah Vietnam dan Thailand. Sebelumnya itu kan RNTH sampai Rp8,5 triliun saja itu susah, begitu pemberlakuan T+2 itu naiknya luar biasa. Bahkan sempat tembus Rp10 triliun dalam satu hari. 

Jadi peningkatannya cukup besar sekitar 35 persen kalau dari sisi volume. Tapi kalau dari sisi nilainya itu 16 persen. Kalau dari frekuensi perdagangan itu 17 persen, dari 377 ribu kali setiap hari itu menjadi 441 ribu kali setiap hari. Peningkatan yang cukup bagus dan itu merupakan yang tertinggi di ASEAN untuk frekuensi, dan dimulai dari periode 26 November (berlakunya T+2) hingga hari ini. Dampaknya terhadap nilai dan frekuensi itu sangat besar.

Tapi itu dia, kenapa ya tidak dari dulu-dulu diberlakukan T+2 ini. Tapi ya bersyukur saja bahwa sekarang Alhamdulillah sudah berlakukan.

Apakah sempat ada kendala dalam hal penyesuaian dari T+3 jadi T+2?

Alhamdulillah sangat lancar dan memang kalau kita lihat tahun lalu itu kita sudah sistem yang baru. Data center yang baru. Kita mempersiapkan infrastrukturnya cukup serius. Data center kita perbaharui, JATS-nya juga baru, sehingga kapasitas transaksinya dan segala macamnya dua kali lipat dari yang sebelumnya. Oleh karena itu dengan adanya kenaikan ini kita masih sanggup menampung semua karena infrastrukturnya sudah kita perbesar.

Rata-rata nilai transaksi harian sudah tembus Rp9 triliun lebih, bagaimana menjaga dan meningkatkannya?

Kita sih terus lah, artinya itu kan infrastrukturnya kita persiapkan dan sudah cukup. Tinggal bagaimana kita meningkatkan transaksinya. Apa yang akan kita lakukan untuk memperbesar supply-nya, memperbesar demand-nya. Karena visi kita itu kan memperdalam pasar, jadi bagaimana supply-nya dan produk-produknya itu kita perbanyak lalu company listing-nya juga kita perbanyak. Sekarang itu baru 649 emiten di mana tahun ini sudah mencapai 32 company listing dari target 75 secara total yang mencakup IPO saham, ETF, lalu DIRE, Dinfra, dan EBA. Jadi obligasi perusahaan baru listed, bukan yang berulang karena itu enggak kita hitung.

Saat ini dari 75 targetnya sudah 41, jenis-jenis produknya juga saat ini kita lakukan berbagai inisiatif untuk produk-produknya. Apa itu? Misalnya Structured Warrant, apalagi derivatif sebagai option ya. Index Future dan Single Stock Future. Pokoknya kita berusaha untuk meningkatkan supply-nya. Belum lagi ETF yang sedang kita galakkan agar lebih banyak dan secondary dari ETF juga lebih aktif.

Kalau untuk yang berbasis syariah bagaimana?

Syariah juga, karena itu kan termasuk tentang supply. Jadi kita juga berusaha untuk meningkatkan produk-produk syariah. Itu dari sisi supply. Dari sisi demand lain lagi, di mana kita juga berusaha untuk meningkatkan investor. Ini SID (Single Investor Identification) kita sudah 994 ribu per 2 Agustus 2019. Sudah hampir sejuta. Untuk yang totalnya sama manajer investasi dan reksa dana itu sudah hampir mencapai 2 juta atau 1,917 juta per Juni 2019. Jadi sebentar lagi total antara ritel dan reksa dana bisa mencapai 2 juta.

Apa saja upaya BEI untuk meningkatkan demand itu? 

Ya, kita sosialisasi dan edukasi, di mana kita punya TICMI sebagai anak perusahaan dari bursa itu biasanya kita melakukan sekolah pasar modal secara online yang bisa dilakukan sampai ke pelosok seluruh Indonesia. Jadi siapa pun yang mau belajar sekolah pasar modal bisa melalui online itu.

Di bursa sendiri kita punya 30 kantor perwakilan di seluruh Indonesia. Ada di Semarang, Solo, Jogja, Aceh, Medan, dan di seluruh Indonesia pokoknya ada. Sudah punya, mungkin satu-satunya di dunia yakni galeri investasi yang bekerja sama dengan universitas-universitas. Kita juga punya media sosial dan komunitas investor di mana ada 446 investor. Lalu kita juga punya edukasi melalui TV, tujuannya untuk literasi dan edukasi. Jadi kita usahakan kita perkuat supply-nya, demand-nya, kita perkuat juga infrastrukturnya.

Apakah dalam proses sosialisasi dan edukasi itu masyarakat sudah mulai paham, apa itu saham dan segala macamnya tentang pasar modal?

Masih belum, jadi memang ada perbedaan gap antara literasi perbankan dan literasi pasar modal. Perbankan itu indeks literasi dan edukasinya kalau tidak salah itu sudah 28 persen, sementara kalau tentang pasar modal itu indeks literasinya masih 4,4 persen. Jadi memang orang-orang yang tahu pasar modal itu, Indonesia masih jauh tertinggal dengan orang yang tahu tentang perbankan dan ini merupakan cambuk bagi kita untuk bisa meningkatkan hal itu. 

Tapi ini juga merupakan tantangan untuk kita dan kesempatan untuk kita bahwa sebetulnya pasar modal itu ke depannya potensinya luar biasa. Karena kesempatannya masih luar biasa.

Cara-cara sederhana untuk mengedukasi masyarakat agar lebih cepat memahami pasar modal apakah sudah terpikirkan?

Caranya ya macam-macam, edukasi kan selalu kita jalankan terutama melalui TICMI yang online. Itu gratis tapi butuh dana Rp30 ribu untuk kebutuhan pembukaan rekening. Jadi selesai diedukasi langsung bisa buka rekening.

Satu lagi yang merupakan inisiatif dari SRO, itu adalah simplifikasi pembukaan rekening guna mempermudah nasabah untuk pembukaan rekening secara online, sehingga dibutuhkan waktu yang cepat lah. Kita targetkan di bawah 1 jam sudah bisa melakukan pembukaan rekening, di mana sebelumnya membutuhkan waktu 2 minggu atau 10 hari.

Berbagai cara sudah dipermudah, apa sebenarnya kendala bagi masyarakat, apakah masih ada keraguan?

Jadi balik lagi memang literasinya itu masih rendah. Masih banyak orang yang berpikir bahwa saham itu complicated, mahal, dan lain sebagainya. Sehingga reluctant atau enggan untuk berusaha tahu. Nah itulah gunanya kita sosialisasi ke daerah-daerah dan memiliki inisiatif untuk membuka PE daerah. Agar supaya keterlibatan daerah terhadap pasar modal itu lebih partisipatif.

Dari ratusan emiten yang mencatatkan sahamnya di bursa, bagaimana perkembangan saham yang tidak aktif ditransaksikan?

Kita berusaha untuk sesuai dengan aturan saja. Kalau ada, perusahaan-perusahaan yang (tidak sesuai) going concern-nya itu biasanya memang akan kita suspend. Kita beri peringatan lah. Tapi kalau tidak ada indikasi positif biasanya kita terpaksa harus force delisting.

Kecenderungannya, memang ada beberapa sekarang yang force delisting, tapi yang saya lihat itu karena kita sudah memberikan waktu dua tahun, tapi tidak ada perkembangannya. Ya terpaksa kita melakukan itu, force delisting. Biasanya yang kita force delisting itu kan karena memang suspend, tidak comply dan lebih dari dua tahun, terpaksa harus kita lakukan.

Beberapa waktu lalu terjadi padam listrik secara massal. Apakah bursa sudah mengantisipasi hal-hal seperti itu?

Saya juga baru sekarang ini merasakan, kok bisa sampai seperti itu. Begitu masif, tidak bisa WA dan telepon, itu luar biasa loh. Kalau kamu keluar itu di mana-mana macetnya luar biasa. Semua orang panik karena tidak bisa telepon. Jadi itu adalah sesuatu yang luar biasa karena belum pernah terjadi. 

Di satu sisi kita sudah persiapkan semua hal tersebut. Tahun lalu, JATS kita baru kita perbaharui, kapasitas juga baru. Mesin JATS kita di data center yang Peer 3, yang tercanggih. Peer 3 itu salah satu persyaratannya adalah kalau listrik mati itu bisa pakai diesel, dan listriknya itu bisa menghidupi selama 72 jam bila tidak ada solar. Jadi kalau tidak ada pasokan solar dia tetap bisa hidup 72 jam. Jadi seperti kejadian kemarin saat mati listrik sebetulnya indikator kita tetap hijau, normal seperti biasanya. Karena kita ada genset yang bisa menghidupi selama 72 jam.

Nah, bagaimana kalau misalnya itu mati juga? Kita punya Disaster Recovery Center yang mampu mem-backup data sama persis dengan yang ada di data center. Kapasitasnya sama, mesin-mesinnya sama, semuanya sama. Dia juga mempunyai lifetime 72 jam sama seperti data center itu, jadi kita punya dua backup. Tapi, walaupun kitanya canggih lalu bagaimana dengan anggota bursa? Kalau anggota bursanya banyak yang mati listriknya, sebetulnya tidak usah khawatir juga, karena kita juga punya backup. 

Terkait kondisi politik dan ekonomi saat ini, bagaimana pengaruhnya ke pasar saham?

Kalau saya lihat dari eksternal itu memang persaingan dagang antara Amerika dan China tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Jadi artinya dalam waktu ke depan ini pasti akan ada naik turunnya lah.

Tapi saya pikir, kembali lagi investor itu juga sudah mulai dewasa kok. Beberapa hari ini saja kelihatan bahwa turunnya cukup drastis, kemarin minus dua (-2 persen), tapi hari ini naik. Walaupun banyak penurunan tapi juga masih banyak harapan harapan dan saham-saham yang menarik, dan ini sudah kelihatan bahwa para investor lokal itu tengah memburu saham-saham pada saat ini.

Kita lihat lah, kalaupun misalnya turun paling dua atau tiga hari, tapi setelah itu rebound kok. Jadi sudah cukup dewasa lah para investor ini melihatnya dan saya pikir kalaupun ada naik turun itu adalah 'beauty' dari pasar modal. Sebab kalau flat mana ada orang yang senang. Justru orang senang karena ada naik dan turunnya. Jadi saya tidak terlalu khawatir dari sisi itunya karena tugas utama daripada bursa adalah bagaimana kita menaikkan supply dan demand-nya.

Prediksi indeks harga saham gabungan hingga akhir tahun ini?

Waduh, saya enggak berani kasih prediksi karena terlalu jauh dan kita bukan peramal. Saya enggak bisa, susah lho. Karena seperti saya bilang tadi soal persaingan dagang itu pengaruhnya sangat luar biasa terhadap semua regional. Nah kita sudah tidak bisa tuh terisolasi dari regional. Cuma balik lagi kembali kita jangan hanya memikirkan sampai akhir tahun. Kita harus memikirkan 10-20 tahun ke depan. Karena fakta lho, bahwa dalam 10 tahun ke belakang kita termasuk salah satu yang terbaik atau kedua terbaik di Asia. (ase)