Jaga Keberagaman Melalui Pencegahan Konflik yang Humanis dan Persuasif
VIVA – Rembuk Nasional Gerakan Indonesia Bersatu bertemakan ‘Revolusi Mental Memperkuat Persatuan Dan Kesatuan Bangsa Untuk Indonesia Maju’ yang merupakan rangkaian acara Pekan Kerja Nyata (PKN) Revolusi Mental diselenggarakan di Hotel Peninsula, Manado Sulawesi Utara 27 Oktober 2018. Rembuk ini merupakan ajang diskusi dan evaluasi mengenai implementasi Gerakan Indonesia Bersatu yang dipimpin oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Acara Rembuk Nasional ini menghadirkan panelis dari kementerian dan akademisi yaitu SAM Bidang Komunikasi dan Media Massa Kemenkominfo Gun Gun Siswad, Ketua Indonesia Institute for Society Empowerment Ahmad Syafii Mufid, Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM M. Najib Azca, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono dan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo.
Dalam paparannya, Najib Azca menjelaskan keberagaman yang dimiliki oleh Indonesia merupakan sebuah anugerah yang harus dijaga. Keberagaman ini merupakan perekat utama persatuan dan kesatuan bangsa. “Indonesia sudah memiliki karunia terindah yaitu keberagaman suku, agama, budaya, adat istiadat dan bahasa yang terbentang dari Sabang hingga Merauke,” jelas Najib.
Keberagaman ini merupakan potensi utama untuk membangun sebuah bangsa yang maju dan unggul. Walaupun demikian, keberagaman yang dimiliki oleh Indonesia seringkali mendapatkan berbagai ujian berupa konflik. Pada era orde baru, manajemen konflik dipercayakan kepada pendekatan represif-otoritarian yang dijalankan dengan kombinasi yang cerdik dari kekuatan militer, birokrasi dan partai politik. Sedangkan di era reformasi, manajemen konflik berhasil dilakukan secara demokratis.
“Manajemen konflik era reformasi yang demokratis dapat dilihat dari perjanjian damai Malino I dan II untuk Poso dan Maluku, Referendum untuk Timor Leste, dan MoU Helsinki untuk Aceh, ungkap Najib.
Selanjutnya, Najib menekankan pencegahan konflik merupakan hal penting yang harus dilakukan dan langkah ini merupakan cerminan dari implementasi Gerakan Indonesia Bersatu.
“Pencegahan konflik saat ini membutuhkan pendekatan yang humanis, persuasif, dan berbasis data. Dengan demikian, solusi yang dihadirkan dampak semakin menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa,” papar Najib.
Dibutuhkan juga pendekatan multi-aktor dalam pencegahan dan penanganan konflik serta pembangunan perdamaian, tidak bersandar pada pemerintah. “Salah satu contoh pencegahan konflik yang kreatif, inovatif, humanis, serta persuasif dan cerminan implementasi revolusi mental adalah Gerakan Sosial Provokator Damai yang lahir di Maluku sejak September 2011. Gerakan ini muncul sebagai respon terjadinya kekerasan baru di Ambon dan diinisiasi oleh tokoh agama dan pemuda lokal dari dua komunitas Muslim dan Kristen,” jelasnya.
Terkait hal ini, Prof. Hariyono dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menjelaskan dibutuhkan sebuah Diperlukan terobosan, kreativitas dan kolaborasi antar komponen bangsa untuk bersama-sama menjaga keutuhan dan kesatuan Indonesia sekaligus mencegah konflik.
“Implementasi nilai-nilai Pancasila merupakan hal yang penting dan merupakan tanggungjawab seluruh pihak sehingga potensi konflik dapat dicegah,” jelas Hariyono.
Acara diskusi kemudian dilanjutkan dengan parade tokoh inspirasi daerah yang diberikan kesempatan untuk menyampaikan pandangannya mengenai persatuan dan kesatuan bangsa. Acara kemudian diakhiri dengan penyusunan dan perumusan hasil rembuk.