Amerika Gunakan New Normal Buat Perangi China dan Rusia

VIVA Militer: Pesawat pembom Rusia, Tupolev Tu-95, dihadang jet tempur Amerika
Sumber :
  • DefPost

VIVA – Jika istiah "New Normal" di Indonesia dikenal sebagai masa kesiapan beraktivitas di luar rumah dengan protokol kesehatan COVID-19, maka Amerika Serikat (AS) menggunakan istilah itu dalam menghadapi agresi militer China dan Rusia.

Amerika sebagai negara adidaya tengah dihadapi dengan persaingan dengan dua negara lawannya, China dan Rusia. Sejak awal 2020, armada Angkatan Bersenjata Amerika (US Armed Forces) kerap bersitegang dengan pasukan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA), dan Angkatan Bersenjata Federasi Rusia.

Menurut laporan Washington Post yang dikutip VIVA Militer, sejumlah insiden terjadi yang melibatkan pasukan ketiga negara itu.

Pada 10 April 2020, jet tempur siluman Angkatan Udara Amerika, F-22 Raptor, menghadang pesawat mata-mata milik Angkatan Udara Rusia (VVS), Ilyushin Il-38. 10 hari kemudian giliran jet tempur Rusia Sukhoi Su-35 mencehat pesawat intai Amerika, P-8A Poseidon.

Laporan lain mencatat bahwa insiden pesawat Rusia menerobos zona pertahanan udara Amerika sudah terjadi 10 kali, dalam kurun waktu kurang dari setahun.

Yang terakhir pada 27 Juni 2020, pesawat pembom Rusia, Tupolev Tu-142, ketahuan menerobos wilayah Zona Identifikasi Pertahanan Udara Alaska (ADIZ). Lagi-lagi, jet tempur F-22 Raptor dikerahkan untuk mengusir empat pesawat pembom Tu-142.

Tak cuma dengan Rusia, armada militer Amerika juga melakukan perang urat syaraf dengan pasukan Tentara Pembebasan Rakyat China di kawasan Laut China Selatan.

Rentetan peristiwa sejak awal 2020, mulai dari penenggelaman kapal ikan berbendera Vietnam, klaim atas sejumlah kepulauan, hingga ancaman terhadap kapal perang Angkatan Laut Filipina, membuat Amerika semakin yakin bahwa China memang sengaja meningkatkan ketegangan di wilayah itu.

Amerika dan China sudah saling tuduh soal sengketa di Laut China Selatan. Pihak Kementerian Pertahanan China beberapa waktu lalu dengan tegas menyatakan, penguatan armada militer dilakukan sebagai upaya mempertahankan kedaulatan negara. 

Akan tetapi, Amerika beranggapan bahwa China memang sengaja meningkatkan kampanye militernya di wilayah Indo-Pasifik untuk kepentingan Partai Komunis China (CPC).

Yang paling menegangkan adalah saat dua kapal induk Angkatan Laut Amerika (US Navy), USS Nimitz dan USS Ronald Reagan, masuk ke Laut China Selatan. Sementara di sisi lain, Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China (PLAN), tengah melakukan latihan perang di Kepulauan Hoang Sa (Kepulauan Paracel).

BACA: Kisah Letjen Kentot, Perwira TNI Ajudan Setia Jenderal Soeharto

BACA: Fakta TNI Lebih Kuat dari Militer Australia