Pakta AS-Rusia Segera Usai, Bencana Nuklir Bisa Habisi Miliaran Nyawa

VIVA Militer: Uji coba rudal balistik Rusia
Sumber :
  • Business Insider

VIVA – Menyusul penolakkan Amerika Serikat (AS) untuk memperpanjang masa berlakunya Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis (START), Rusia memberikan pernyataan tegas. Rusia siap membalas negara mana pun, termasuk Amerika, andai melancarkan serangan rudal, baik nuklir maupun non-nuklir.

Dalam berita VIVA Militer, Sabtu 25 Juli 2020, Rusia dengan tegas menyatakan sikapnya untuk bersekutu dengan China pasca keputusan Presiden Donald Trump yang menolak perpanjangan masa perjanjian START.

Seperti yang diketahui, Amerika menolak perpanjangan masa perjanjian nuklir START, karena Rusia tidak mau membujuk China untuk membuat perjanjian nuklir trilateral, NEW START. Tak cuma itu, Amerika beranggapan perjanjian START hanya menguntungkan Rusia sepihak. 

Kekhawatiran Rusia muncul, jika Amerika tak bersedia masuk dalam perjanjian nuklir, maka Negeri Paman Sam akan melakukan eksplorasi dan pembangunan senjata berhulu ledak nuklir tanpa batas.

Jika itu sampai terjadi, Rusia beranggapan bahwa Amerika kemungkinan besar bakal melakukan pengintaian dan serangan rudal, baik yang menggunakan hulu ledak nuklir maupun non-nuklir. Dengan teas, Alexander Khryapin, ilmuwan militer Rusia, dan Andrey Sterlin, Anggota Staf Umum Rusia, menebar ancaman.

Dalam laporan yang dikutip VIVA Militer dari RT.com, Sterlin menyatakan bahwa Rusia akan memberikan skenario terburuk bagi negara yang melakukan serangan rudal ke Rusia.

"Setiap rudal yang menyerang akan diperlakukan sebagai rudal yang dilengkapi (hulu ledak) nuklir. Informasi tentang peluncuran rudal otomatis akan dikomunikasikan kepada pimpinan tertinggi negara asing, yang, tergantung pada situasinya," bunyi pernyataan Sterlin dan Khryapin, dalam surat kabar Kementerian Pertahanan, Red Star.

"Ini akan menentukan skala respons pasukan nuklir," lanjut pernyataan keduanya.

Perjanjian nuklir START diprakarsai Amerika dan Rusia sejak 1991, yang menandai berakhirnya Perang Dingin. Pada 31 Juli 1991, Presiden Amerika saat itu, George H.W. Bush dan Sekretaris Jenderal Uni Sovier, Mikhail Gorbacgev, menandatangai perjanjian START. 

Pada tahap pertama, perjanjian ini berlaku sejak 5 Desember 1994, dan di masa pertama berakhir pada 5 Desember 2009. Setelah itu, Amerika dan Rusia sepakat untuk memperpanjang masa perjanjian pada 6 Juli 2009, dimana saat itu perjanjian START tahap kedua ditandantani oleh Presiden AS, Barrack Obama, dan Presiden Rusia, Dmitri Medvedev. Perjanjian START akan berakhir pada 5 Februari 2021 mendatang.