Pengakuan Rahasia Intelijen Israel Tragedi Ledakan Mengerikan Beirut

VIVA Militer: Ledakan besar.
Sumber :

VIVA – Sebuah pengakuan besar diungkap pengamat keamanan dunia anti-Zionis, Richard Silverstein terkait tragedi ledakan di Pelabuhan Beirut, Lebanon.

Pengakuan itu ditulis Silverstein dalam situs terkenal Tikun Olam. Sebuah situs yang pernah membocorkan nama-nama calon pejabat Badan Intelijen Israel, Mossad.

Dalam tulisannya yang dikutip VIVA Militer, Selasa 18 Agustus 2020, Silverstein menyatakan dia telah mendapatkan sebuah informasi rahasia terkait tragedi itu. Dia menyatakan, tragedi ledakan Beirut merupakan ulah dari Israel.

Silverstein mengungkapkan, sebenarnya ledakan itu menargetkan gudang senjata Hizbullah yang ada di Pelabuhan Beirut. Tapi sayangnya, Intelijen Israel yang bertugas dalam misi ledakan itu terlalu malas mencari informasi tentang gudang senjata itu.

Alih-alih menghancurkan gudang senjata Hizbullah, intelijen Israel malah memicu terjadinya bencana besar, 2.700 ton amonium nitrat yang ada di salah satu gudang meledak dan menyebabkan ledakan dahsyat yang menewaskan ratusan orang.

"Tentu saja tidak dapat dibayangkan bahwa agen Israel tidak akan tahu apa-apa tentang tujuan mereka, termasuk segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Bencana yang diakibatkan Israel merupakan kejahatan perang dalam skala besar," tulis Silverstein.

Silverstein menuliskan, bahwa operasi intelijen Israel itu bisa dikatakan gagal. Sebab tak ada senjata apapun yang ditemukan pasca terjadi ledakan.

Dia menduga operasi intelijen Beirut itu dilakukan tanpa rencana yang matang dan dimungkinkan perintah meledakan Beirut hanya diambil seorang perwira intelijen Israel yang ingin tampil cari muka demi politik dalam negeri Israel saja.

Dan Silverstein setuju dengan pernyataan Presiden Donald Trump yang menyebut ledakan di Beirut kemungkinan adalah sebuah serangan buka ledakan biasa.

"Israel tidak dapat memilih waktu yang lebih buruk untuk mengubah penderitaan seperti itu ke Lebanon, yang sekarang berada di tengah-tengah krisis ekonomi yang parah. Bisnis bangkrut, orang tidak punya makanan, banyak politisi saling menyalahkan dan tidak melakukan apa-apa. Lebanon hilang. Penderitaan ada dimana-mana. Dan saudara laki-lakinya yang Arab, seperti Arab Saudi, tidak tertarik untuk membantu. Jika ada satu negara yang saat ini tidak membutuhkan bencana seperti itu, itu adalah Lebanon," tulisnya.

Perlu diketahui, ledakan besar di Pelabuhan Beirut terjadi pada 4 Agustus 2020. Memang sejauh ini Pemerintah Lebanon  menyimpulkan bahwa ledakan terjadi akibat penumpukan 2.750 ton Amonium Nitrat di salah satu gudang di pelabuhan.

Disebutkan zat kimia itu sebenarnya barang sitaan yang dilakukan pada tahun 2013. Awalnya Amonium Nitrat itu berada di atas kapal MV Rhosus berbendera Moldova yang sedang berlayar dari Batumi, Georgia menuju Beira, Mozambik.

Namun kapal itu singgah di Beirut karena mengalami masalah pada mesin. Ketika dilakukan pemeriksaan oleh petugas pelabuhan, ternyata kapal dinyatakan tak layak berlayar dan dilarang melanjutkan perjalanan. Semua kru dipulangkan ke negara masing-masing sedangkan zat kimia yang ada di kapal disita dan disimpan di gudang. Sayangnya pemilik barang dikabarkan bangkrut dan ribuan ton Amonium Nitrat dibiarkan begitu saja di dalam gudang.

Baca: Markas Pusat OPM Hancur Digempur 26 Prajurit TNI