Tentara Armenia Bengal, Jenderal Akar Kontak Panglima Perang Rusia

VIVA Militer: Menteri Pertahanan Turki, Jenderal Hulusi Akar
Sumber :
  • TRT Azerbaycan

VIVA – Sejak awal Perang Armenia-Azerbaijan meletus, Turki sudah menyatakan dukungan penuh terhadap Azerbaijan. Meski gelombang kecaman terus berdatangan, Turki hanya menetapkan satu syarat utama untuk mundur dari medan tempur. Syarat itu adalah penarikan pasukan Armenia dari Nagorno-Karabakh (Artsakh).

Dalam berita VIVA Militer sebelumnya, dilaporkan jika Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan telah melakukan kontak dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Kedua pemimpin negara melakukan komunikasi via telepon membahas perkembangan konflik bersenjata yang melibatkan dua negara pecahan Uni Soviet itu

Putin mendesak Erdogan agar Turki ikut serta dalam upaya perdamaian di Kaukasus Selatan. Tak cuma itu, Putin juga menyerukan kepada Erdogan agar Turki menghentikan mobilisasi tentara bayaran dari negara-negara Timur Tengah seperti Suriah dan Libya.

Percakapan Putin dan Erdogan ini hanya berselang beberapa hari pasca komunikasi yang dilakukan Menteri Pertahanan Rusia, Jenderal Sergey Shoigu, dengan Menteri Pertahanan Turki, Jenderal Hulusi Akar. Sedikit berbeda dengan apa yang dibahas Putin dan Erdogan, Akar tetap meminta Shoigu untuk mendesak pasukan Armenia mundur dari Nagorno-Karabakh.

Permintaan Akar tak lepas dari status Rusia sebagai sekutu terbesar Armenia. Akar juga menegaskan jika Azerbaijan takkan menunggu selama 30 tahun lagi untuk membebaskan wilayahnya dari pendudukan pasukan Angkatan Bersenjata Armenia.

"Azerbaijan tidak akan menunggu 30 tahun lagi untuk penyelesaian konflik dan Turki mendukung serangan Azeri untuk merebut kembali tanah yang diduduki," bunyi pernyataan Kementerian Pertahanan Turki dikutip VIVA Militer dari Ahval News.

Apa yang dinyatakan Akar kepada Shoigu membuktikan jika Turki masih memegang teguh solidaritasnya terhadap Azerbaijan. Sebab pada awal Oktober 2020, Erdogan juga menyatakan hal yang sama. 

Pendudukan pasukan Armenia yang sudah berlangsung sejak 1988 dianggap Turki sebagai pelanggaran hukum internasional. Pasalnya, wilayah Nagorno-Karabakh secara de jure adalah milik Azerbaijan. Meskipun pada kenyataannya, penduduk mayoritas yang tinggal di wilayah itu adalah etnis Armenia.

"Azerbaijan telah membebaskan wilayah yang luas. Saya berharap negara itu akan terus berjuang sampai semua tanahnya di Karabakh dibebaskan," ucap Erdogan dikutip VIVA Militer dari Sputnik News.