Nyali Besar Prajurit TNI Berdiri di Moncong Senjata Pasukan Yahudi
- Satgas Indobatt XXIII-N UNIFIL
VIVA – Selama satu tahun menjalankan tugas sebagai pasukan perdamaian dunia di bawah bendera United Nation alias PBB, sebagai satuan tugas United Nation Interim Force In Lebanon (UNIFIL), banyak peristiwa mencekam yang dialami prajurit militer Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Salah satunya mungkin pembaca setia VIVA Militer sudah dengar, yakni ketika prajurit TNI Satgas Indobatt XXIII-N UNIFIL mencegah pertempuran antara Israel Defence Force (IDF) dengan Lebanon Armed Force (LAF) pada Juli 2020, dengan cara menghadang Tank Markava tentara Israel yang akan baku tempur dengan tentara Lebanon di Blue Line.
Sebelum peristiwa itu, sebenarnya prajurit TNI Satgas Indobatt XXIII-N UNIFIL juga mengalami peristiwa yang tak kalah mencekam dari penghadangan Tank Markava Israel.
Berdasarkan siaran resmi yang dilansir Jumat 19 Februari 2021 dari siaran resmi Indobatt XXIII-N UNIFIL, kejadian itu terjadi pada pertengahan April 2020.
Jadi cerita begini, ketika itu tentara Israel dan Lebanon nyaris bentrok senjata di AoR (area of Responsibility), tepatnya di wilayah Temporary Patrol (TP) 35 dan TP 36 Kompi Alpha Satgas Indobatt XXIII-N UNIFIL, Lebanon Selatan.
Saat itu tentara kedua negara sudah saling berhadap-hadapan dengan senjata laras panjang siap memuntahkan timah panas. Jarak antara tentara Israel dan Lebanon hanya sekitar 10 sampai 15 meter saja.
Di area itu ada sebanyak 41 tentara Israel bersenjata lengkap dan didukung dua Tank Markava. Tepat di hadapan mereka, ada tentara Lebanon sebanyak 26 personel bersenjata.
Situasi benar-benar genting, moncong senjata tentara Yahudi dan moncong Tank Markava sudah mengarah ke tentara Lebanon.
Dalam situasi itu, dengan gagah berani dan nyali yang besar, prajurit TNI Satgas Indobatt XXIII-N UNIFIL masuk ke area bentrok dan berdiri pasang badan tepat di tengah antara tentara kedua negara.
Jumlah prajurit TNI yang berdiri di tengah tentara kedua negara sekitar belasan orang saja. Mereka mengenakan atribut biru ciri khas dari pasukan perdamaian PBB, berikut berbekal bendera PBB.
Apa yang dilakukan prajurit TNI itu bukan sebuah aksi nekat. Tapi memang sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku sebagai Peacekeeper UNIFIL. Jadi pasukan UNIFIL harus masuk di tengah-tengah dua pihak yang bertikai untuk mencegah pertumpahan darah.
Memang kala itu prajurit TNI tak sendiri, di kejauhan ada tim Laison Branch UNIFIL yang melakukan pemantauan ketegangan tentara kedua negara itu.
Upaya prajurit TNI Satgas Indobatt XXIII-N UNIFIL untuk bisa mencegah terjadinya pertempuran tak mudah, negosiasi terus dilakukan agar kedua pihak bisa menahan diri. Berjam-jam negosiasi berlangsung.
Karena situasi membahayakan, Komandan Satgas Indobatt XXIII-N UNIFIL, Letnan Kolonel TNI Inf Prasetyo Ari Wibowo yang memantau langsung di lokasi, juga mengambil tindakan antisipasi.
Prajurit TNI Satgas Indobatt XXIII-N UNIFIL dari Kompi Delta, tim BMR (battalion mobile reserve) disiagakan dekat lokasi pertikaian.
Jumlahnya 32 personel, yang 16 di antaranya adalah prajurit wanita. Tim BMR siaga penuh menunggu perintah darurat, tim ini akan dikerahkan ke lokasi konflik jika situasi tak bisa dikendalikan Kompi Alpha.
Sementara di lokasi, prajurit TNI Kompi Alpha Satgas Indobatt XXIII-N UNIFIL terus mengibarkan bendera PBB di hadapan moncong senjata tentara kedua negara.
Mereka berdiri pasang badan di atas gundukan tanah dengan senjata diselendangkan ke belakang. Tentara Israel tampak bernafsu untuk perang, senjata mereka mengokang. Sedangkan tentara Lebanon lebih tentang, senjata mereka dalam posisi moncong diturunkan.
Akhirnya setelah sekian lama, tentara Israel dan Lebanon menarik diri. Dan ketegangan bisa diredam tanpa kontak senjata.