Kisah Nyata Komandan Tengkorak Kostrad TNI Vs Pentolan OPM di Balik Kabut Malam Mencekam Hutan Papua
- Yonif Para Raider 305/Tengkorak Kostrad
VIVA – Sore hari itu, 30 November 2022, para Ksatria Tengkorak yang sedang melaksanakan dinas jaga di Pos Pam Bukit Sadelor, Pos Kodim Persiapan, mendengar dua kali bunyi letusan senjata api.
Dari hasil pemantauan, dan setelah saling berkoordinasi dengan Kapten Puji si Bos Mamba, diketahui para gerombolan KST yang berada di Gunung Bula, sekitar 2,5 Km dari Pos Kodim Persiapan sedang memanggil teman-teman sesama gerombolannya untuk berkumpul. Intan Jaya, 1 Desember 2022.
Di tempat lain, para Ksatria Tengkorak sudah tiga hari berpatroli sekaligus mengendap di hutan-hutan. Menjaga masyarakat Intan Jaya agar tetap tenang dan nyaman, tidak diganggu dan diintimidasi oleh para gerombolan separatis teroris.
Dinginnya Intan Jaya tak menyurutkan semangat para prajurit Kostrad dalam menjalankan tugas negara. Hujan dan kabut yang datang tak menentu, justru membuat para ksatria semakin waspada. Itulah prajurit Kostrad. Pasukan elite terlatih yang selalu siap menjaga keutuhan NKRI serta melindungi seluruh masyarakat.
Malam itu, saat Intan Jaya diselimuti kabut tebal disertai hujan rintik-rintik, salah satu prajurit Pasukan Tengkorak mendapatkan telepon misterius dari nomor tak dikenal.
Si penelepon mengancam, mengatakan bahwa sampai lima hari ke depan, aparat tidak boleh berpatroli, apalagi ke hutan-hutan. Setelah di cross check dengan Satgas Elang, ternyata si penelepon tak lain adalah Undius Kogoya, pentolan gerombolan separatis OPM yang selalu membuat keonaran di Intan Jaya.
Nando, pemuda cerdas lulusan STIN yang merupakan anak buah Bos Mamba mencoba menghubungi Undius Kogoya.
Ini dilakukan karena setelah dua kali Lettu Jeffry menghubungi nomor tersebut, panggilannya selalu ditolak.
Kepada Nando, Undius mengakui bahwa tidak mau mengangkat panggilan telepon dari Jeffry. Undius pun kaget ketika Nando memberitahu bahwa Jeffry adalah anak Raja Aibon Kogila, julukan yang diberikan kepada Letkol Inf Ardiansyah, Komadan Satuan Organik Batalyon Infanteri Para Raider 305/Tengkorak, Kostrad.
Nando kemudian menyampaikan kepada Undius bahwa akan menemui Raja Aibon, sekaligus menawarkan kepada Undius untuk berbicara dengan Raja Aibon Kogila.
"Aahh, tidak usah, saya takut. Bilang mereka, teman ada buat salam, begitu. Hormat. Bilang, Panglima Intan Jaya, dia ada buat salam, begitu," ucap Undius Kogoya dalam komunikasi suara via telepon dengan si Cerdas Nando.
Memasuki 1 Desember 2022, terdengar lagi beberapa kali letusan senjata api dari gunung Bula. Bahkan, selang beberapa jam, hingga dini hari, para Ksatria Kostrad masih terhibur dengan suara letusan. Tidak ada sedikitpun rasa takut. Jangankan yang sedang berjaga di pos-pos, para prajurit Kostrad yang sedang berpatroli dan mengendap di hutan justru semakin bersemangat, siapa tahu bisa berjumpa dengan para gerombolan.
"Para Ksatria, ada yang takut enggak? Atau mungkin yang pura-pura sakit. Kalau ada, biar sekarang juga saya sendiri yang jemput. Sekalian nanti pulang ke kampung halaman. Enggak pantas penakut menjadi bagian dari Ksatria Tengkorak, apalagi menjadi anak Raja Aibon Kogila. Ingat, di manapun berada, Tengkorak selalu menang perang," ucap Raja Aibon menyemangati pasukannya melalui radio HT, setelah beberapa kali terdengar suara letusan senjata api dari kejauhan.
Matahari baru terbit, Serda Rully yang memimpin Tim Angker melaporkan kepada Kapten Poltak si Panglima Mamba tentang adanya kelompok mencurigakan.
Meskipun lebih dari satu kilometer dari posisi Tim Angker, namun karena kesiagaan Rully dan Timnya, semua kejadian dapat terawasi. Dengan senjata terbidik, Rully dan anak buahnya siaga dan siap tembak, menunggu hingga terlihat jelas siapa yang bergerak mendekat. Terlihat dari teropong Tim Angker, satu di antara mereka memegang senjata api laras panjang, sementara lainnya membawa busur panah.
Tak lama kemudian, terdengar beberapa kali letusan senjata. Ternyata, yang gerombolan yang terlihat adalah Daniel 'Aibon' Kogoya dan kelompoknya. Mereka berencana memamerkan bendera gerombolannya di sepanjang jalan.
Tapi, karena melihat Drone yang mengintai di udara, akhirnya niat mereka tak kesampaian. Mungkin karena kesal, merekapun menembakkan senjatanya. Tak tahu apa yang ditembak. Padahal, mereka tidak mengetahui keberadaan anak-anak Raja Aibon yang hanya sekiloan dari posisi mereka.
Atau, mungkin Tuhan masih membiarkan mereka hidup untuk bertaubat. Karena, jika mereka melanjutkan perjalanan, apalagi sampai mendekati Kota Sugapa, mungkin saat ini semua mereka sudah tersiksa di alam baka.
Kesal mendengar suara-suara letusan dari kejauhan, Mayor Inf Anjas, Wadansatgas YPR 305 Tengkorak Kostrad meminta ijin untuk memimpin langsung patroli. Anjas si Perdana Menteri akan berangkat bersama pasukan Bos Mamba dan Ipda Zaenal.
Sekitar 30 pasukan gabungan Kostrad dan Brimob Gakkum akan bergerak masuk hutan dan perkampungan. Tempat-tempat yang dicurigai akan didatangi, mencari gerombolan separatis, anak buah Undius Kogoya dan Daniel 'Aibon' Kogoya yang sering mengacau di Intan Jaya. Apalagi diketahui kelompok Daniel 'Aibon' tidak jauh lagi. Daripada mengacaukan acara warga Sani di Kampung Mamba bersama para pasukan elite Satgas TNI-Polri, lebih baik dibuat terdiam selamanya.
"Semua harus disiplin. Nanti, silakan Perdana Menteri koordinasi dengan Bos Mamba dan Zainal tentang teknis dan taktis di lapangan. Harus ada sedikit rasa takut, gunanya agar kita selalu waspada. Namun, jangan berlebihan, karena hidup matinya kita, sudah ada waktu dan tempatnya. Yakinlah bahwa Tuhan bersama kita. PAPEDA!!!" pesan Raja Aibon kepada Anjas, Bos Mamba dan Zaenal serta seluruh pasukan sebelum berangkat meninggalkan Posramil Mamba.
Anjas si Perdana Menteri kemudian mengatur pasukan. Tegas, singkat dan jelas khas Perwira Kostrad. Sebelum meninggalkan pos, tak lupa semua prajurit berdoa. Mereka bergerak meninggalkan pos dengan senjata terisi, siap tempur.
Hutan, jalan setapak dan jalan kampung disusuri. Bangunan-bangunan yang dicurigai didatangi dan diperiksa, siapa tahu ada anak buah Undius yang sedang bersembunyi atau menyamar jadi penghuni.
Semua dilakukan dengan disiplin. Komunikasi dengan tim yang sudah beberapa hari mengendap pimpinan Kapten Anwar alias Bos Holomama terus menerus dilakukan. Drone yang dikendalikan oleh Aulia bolak balik diterbangkan, untuk membantu pasukan mengintai lokasi-lokasi yang mencurigakan dari udara. Semua saling bekerjasama sama, semua saling melengkapi.
Di bawah kepemimpinan Anjas si Perdana Menteri, pasukan elite gabungan TNI-Polri terus bergerak maju. Perlahan tapi pasti, semua bergerak dengan disiplin, taktis dan saling melindungi. Tidak boleh ada kesalahan, karena risikonya mati.
Mendekati lokasi acara di Kampung Mamba, Anjas kemudian mengarahkan pasukan patroli bergabung dengan rombongan Panglima Mamba yang sedang menyiapkan keperluan acara.
Perdana Menteri dan Bos Mamba mengatur pasukan untuk menjadi pengaman sektor dalam. Menjaga segala hal yang mungkin terjadi, mengingatkan tahun-tahun sebelumnya, di tanggal 1 Desember selalu saja membuat kekacauan. Apalagi beberapa hari yang lalu, gerombolan KST telah menyebarkan peringatan agar masyarakat tidak beraktivitas pada tanggal 1 Desember.
Sementara, warga Mamba akan bersantap ria, sembari meresmikan Kompleks Ceria karya anak-anak Raja Aibon Kogila. Artinya, masyarakat Mamba sudah membangkang, melawan dan mengacuhkan peringatan gerombolan KST. Mereka lebih memilih berkumpul bersama-sama TNI-Polri, dihiasi warna warni merah putih.
Ternyata, Undius dan kelompoknya bermental kerupuk. Jangankan untuk bertempur melawan TNI-Polri, berbicara via telepon dengan Raja Aibon saja takut. Apalagi saat ini, masyarakat semakin cinta kepada Satgas TNI-Polri di Intan Jaya. Bahkan, masyarakat siap angkat senjata jika Undius dan gerombolannya berani mengganggu ketenangan Intan Jaya.
Selama acara berlangsung, beberapa pemuda Mamba ternyata ikut berjaga. Beberapa kali terdengar letusan dari arah Utara, kemungkinan dari kelompok Daniel 'Aibon' yang sakit hati melihat kemeriahan dan warna warni merah putih di kampung Mamba. Tak ada rasa takut sedikitpun dari para Ksatria Tengkorak. Apalagi asal bunyi tembakan masih jauh dari lokasi acara.
Desember bukan bulannya gerombolan KST. Desember adalah bulan Suci. Di bulan Desember yang suci, TNI-Polri mengabdi, demi Intan Jaya berseri.
Catatan Redaksi VIVA Militer:
Kisah nyata yang diterima dan diterbitkan redaksi VIVA Militer adalah hasil karya buah pikir Komandan Satgas Yonif Para Raider 305/Tengkorak, Kostrad, TNI Angkatan Darat, Letnan Kolonel Inf Ardiansyah yang ditulis sendiri dari balik kabut malam belantara Intan Jaya, Papua.