Ekonomi Makin Sulit, PSBB Disarankan Tidak Larang Ojol Narik Penumpang

Ojek Online Terimbas Penerapan PSBB
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Peraturan Menteri Perhubungan nomor 18 tahun 2020 yang memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk membatasi layanan transportasi selama wabah virus corona, dianggap sebagai langkah yang bijak.

Namun, Wakil Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Dr Paksi CK Walandouw mengatakan, ada aspek penting lainnya yang juga harus diperhatikan, yakni ekonomi masyarakat yang bekerja di sektor non formal.

Menurut LDFEBUI, 75 persen dari tenaga kerja di Indonesia, atau sekitar 59,3 juta orang, masuk dalam kategori tersebut. Baik yang melakoni bisnis UMKM seperti pedagang kaki lima, maupun para pengendara ojek online. 

”Bila dilihat dari angka ini, maka ojol yang mempunyai mitra lebih dari dua juta orang mempunyai posisi yang dapat menjaga ketahanan ekonomi,” ujarnya melalui keterangan resmi, dikutip Selasa 14 April 2020.

Baca juga: Dokter Ini Gunakan Suzuki Ignis untuk Melindungi Keluarga dari Corona

Selama pandemi, ia setuju bahwa mengutamakan kesehatan dan keselamatan masyarakat adalah hal yang utama. Namun, dilema yang dihadapi pemerintah, terutama bagi pemda yang memberlakukan pembatasan sosial berskala besar, juga harus disikapi dengan bijak.

”Pembatasan tidak boleh ada yang membonceng di sepeda motor, harus dilihat dari sisi kesehatan dan juga kebutuhan konsumen. Bila pekerja yang membutuhkan adalah sektor esensial seperti pekerja di toko sembako, tenaga medis, dan lainnya, akan sulit bagi mereka untuk bekerja,” tuturnya.

Atas dasar itu, regulasi yang membolehkan ojol membawa penumpang selama PSBB, seperti tertuang dalam Permenhub 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran virus Corona, menurut Paksi harus disambut dengan bijak juga.

”Jadi, tidak serta merta melarang, tetapi juga memikirkan banyak hal. Bila ada satu kebijakan, diikuti oleh kebijakan lain yang juga mendukung, bisa disebut juga ada bauran kebijakan,” ungkapnya. 

Paksi juga membahas, soal cara mengganti pendapatan yang hilang akibat pengurangan kegiatan sepanjang pandemi COVID-19. Itu perlu dilakukan, karena mereka juga bagian dari rakyat Indonesia.

”Bila insentif atau BLT (Bantuan Langsung Tunai) dari pemerintah cair, dan dampak dari COVID-19 tetap meluas, maka tidak membolehkan ojol mengambil penumpang harus mendapatkan pertimbangan yang serius. Baik dengan tujuan pembatasan, maupun untuk menambah alat-alat yang harus dipakai mitra dan konsumen untuk menghindari penyebaran virus,” jelasnya.