Meski DP Gak Murah Lagi, Konsumen Tetap Suka Nyicil Mobil Baru

Diler baru DFSK di Serang
Sumber :
  • VIVA/Pius Mali

VIVA –  Pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini, membuat lembaga pembiayaan kian selektif saat memberikan fasilitas kredit untuk pembelian mobil baru. Kini, konsumen akan sulit menemukan fasilitas uang muka di bawah 30 persen.

Padahal, sistem kredit membuat pembeli tak perlu menyiapkan dana dalam jumlah ratusan juta rupiah. Membayarnya pun tak terasa berat, karena bisa diangsur setiap bulan selama kurun waktu tertentu yang telah disepakati.

Di sisi lain, adanya bantuan dari lembaga pembiayaan kepada konsumen, membuat industri otomotif bisa bertahan dalam kondisi pandemi seperti saat ini, melalui penjualan mobil baru di diler resminya.

Menghadapi kondisi ini, Group Head of Retail PT Sokonindo Automobile, Ricci Yanto Salim mengatakan, pihaknya menyiapkan strategi agar konsumen bisa tetap memiliki mobil baru dari merek DFSK dengan cara kredit.

Baca juga: Saat Beli Mobil Baru, Ternyata Dokter di RI Gak Suka Nyicil Kelamaan

"Kondisi saat ini, membuat lembaga pembiayaan menerapkan uang muka tinggi, ini membuat brand agak kesulitan berjualan. Namun, kami memiliki divisi yang khusus mengurusi pembiayaan, untuk nanti meng-counter kondisi ini," ujarnya saat konfrensi video, Senin 22 Juni 2020.

Ricci menyebut, sepanjang tahun lalu ada enam lembaga pembiayaan yang berkolaborasi, dan siap membantu masyarakat ketika memutuskan untuk melakukan pembelian unit DFSK. Di tahun ini, kata dia, akan ada dua perusahaan pembiayaan baru lagi.

"Semester II tahun ini, kami akan tambah dua perusahaan pembiayaan untuk join mendukung kami. Kenapa? Kami sadar kondisi saat ini bikin uang muka naik, dan dua leasing baru ini akan memberikan kelonggaran untuk itu (down payment), agar komposisi kredit tetap terjaga," paparnya.

Kebijakan leasing company untuk meningkatkan uang muka, kata Ricci, belum sampat merubah perilaku pembeli mobil DFSK untuk melakukan pembayaran secara tunai. Dia menyebut, komposisi kredit saat ini masih berada di kisaran 80 persen, sementara pembelian secara cash hanya sekitar 20 persen.

"Kondisi ini memang ada satu dan dua konsumen jadi beli cash. Tetapi komposisi kreditnya masih terjaga, animo untuk mengambil kredit cukup banyak, terlihat aplikasi SPK yang kami pantau," paparnya.