Jagoan Gerindra di Pilkada Sumatera Barat Diserang Isu PKI

Nasrul Abit dan Indra Catri, resmi di usung Partai Gerindra di Pilkada Sumbar
Sumber :
  • VIVAnews/Andri Mardiansyah

VIVA – Calon gubernur Sumatera Barat, Nasrul Abit, diserang isu bahwa dia keturunan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Isu itu kali pertama muncul di akun Facebook bernama Peduli Sumbar pada 17 Oktober 2020.

Dalam unggahan itu, akun Peduli Sumbar menuliskan narasi bahwa Abit, orang yang diklaim sebagai ayah Nasrul Abit, merupakan orang asli Cina Sarolangun yang terlibat PKI golongan B.

“Seperti yang diketahui bersama oleh masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) bahwa Nasrul Abit mengganti nama orangtua atau ayahnya di ijazah sekolahnya setelah Sekolah Dasar (SD). Dalam ijazah SD Nasrul Abit, nama ayahnya masih Abit, namun setelah itu nama ayahnya sudah berganti menjadi Ali Umar. Pergantian nama tersebutlah yang membuat masyarakat menjadi bertanya-tanya atas keabsahan ijazahnya, dikarenakan adalah sebuah kejanggalan anak mengganti nama orangtuanya dalam ijazahnya,” tulis akun Peduli Sumbar.

Baca: Pidato Bung Karno di PBB 1960: Komunis Pun Terima Pancasila

Unggahan itu kemudian dimuat di media online Akurat.co dengan judul “Salah Satu Cagub Sumbar Diisukan Keturunan PKI” pada Jumat, 9 Oktober 2020. Tak lama berita itu terbit, redaksi Akurat.co menariknya. Meski sudah dihapus, jejak digital masih ada.

Supardi, Ketua Tim Pemenangan Nasrul Abit dan Indra Catri, menyayangkan berita beredar di media sosial dan media online Akurat.co. Ada banyak kesalahan fatal dalam berita itu, katanya.

Pertama, berita itu tidak memiliki narasumber. Isu dalam berita itu juga tidak diangkat dari isu yang beredar di tengah masyarakat. Selama ini tidak pernah keluarga Nasrul Abit dituduh terlibat PKI. Jadi, penulis berita itu membuat isu bahwa ayah Nasrul Abit, Abit, terlibat PKI.

“Penulis berita itu, hanya berlindung di balik kata kerja pasif 'dituding' dan 'diterpa'. Kata kerja pasif memang bisa digunakan untuk menyembunyikan pelaku suatu perbuatan atau kegiatan. Itulah yang dilakukan penulis berita tersebut untuk melindungi diri seolah-olah dia membuat berita itu berdasarkan isu yang beredar di tengah masyarakat, padahal dia sendiri yang menciptakan isu itu,” kata Supardi.

Berita itu juga dianggap tidak berimbang karena tidak menyertakan tanggapan atau klarifikasi orang atau pihak yang dituduh. Jurnalis yang menuliskan artikel itu tidak mengonfirmasi kepada Nasrul Abit.

Dalam kaidah jurnalistik, katanya mengingatkan, itu sama sekali tidak dibenarkan. Jurnalistik memberikan kesempatan kepada kedua pihak yang beperkara untuk memberikan pernyataan/pembelaan. Dalam hal ini, Nasrul Abit hanya diserang sepihak tanpa diberi kesempatan untuk membela diri.

“Lalu, berita itu berisi fitnah. Fitnah pertama ialah tentang ayah Nasrul Abit, yakni Abit, yang dituduh sebagai orang Cina Sarolangun, Jambi. Faktanya, ayah Nasrul Abit merupakan orang Minang yang tinggal di Air Haji, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat."

"Fitnah kedua ialah tentang ayah Nasrul Abit yang dituduh terlibat PKI golongan B. Tuduhan itu disebut fitnah karena tidak punya bukti. Faktanya, ayah Nasrul Abit tidak pernah terlibat PKI. Buktinya, Nasrul Abit menjadi PNS pada zaman Orde Baru. Pada zaman itu, keturunan PKI tidak bisa menjadi PNS,” kata Supardi. (ren)