Pers Megap-megap Terimbas Corona

Ilustrasi pembayaran pajak.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Asosiasi Perusahaan Media dan Asosiasi Profesi Media mendorong pemerintah untuk memberikan insentif kepada industri media yang juga terdampak pandemi wabah virus corona. Pagebluk yang melanda seantero dunia itu telah menghantam berbagai sektor perekonomian, tidak terkecuali industri media.

Performa bisnis rata-rata perusahaan pers yang merosot akibat pandemi Covid-19, sebagaimana terjadi juga pada sektor lain, serta-merta memunculkan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan, para wartawan, dan seluruh pekerja media. Bahkan, gelombang PHK terhadap jurnalis dan pekerja media, berdasarkan laporan Aliansi Jurnalis Independen, sudah dimulai.

Ringkasnya, banyak perusahaan pers atau media yang terancam gulung tikar dan akan mem-PHK para pekerjanya. Padahal pers berperan vital dalam menanggulangi pandemi Covid-19. Berhasil atau gagal mengendalikan wabah itu, ditentukan oleh pola komunikasi dan informasi. Di sejumlah negara, kegagalan mengendalikan Covid-19 juga akibat kecenderungan meremehkan komunikasi publik berkaitan situasi krisis yang sedang terjadi.

Daya hidup pers

Menurut laporan Lembaga Bantuan Hukum Pers dan Aliansi Jurnalis Independen Jakarta, hingga 20 April 2020, ada 23 orang jurnalis dan pekerja media yang mengalami persoalan ketenagakerjaan di beberapa perusahaan media di Jakarta. Kebanyakan adalah PHK sepihak oleh perusahaan secara mendadak, padahal gaji bulan sebelumnya belum dibayarkan karena perusahaan mengaku kesulitan.

Itu cuma kasus di Jakarta. Kasus-kasus serupa dipastikan juga terjadi di daerah lain dan diperkirakan terus berlangsung pada bulan-bulan berikutnya atau bahkan sampai setelah pandemi Covid-19 mereda.

Seperti halnya industri di sektor lain, perusahaan-perusahaan pers tak dapat berbuat banyak akibat merosotnya performa bisnis mereka. Namun, industri media adalah satu dari sedikit sektor yang tetap harus bekerja dalam situasi krisis belakangan ini. Sektor media tidak boleh berhenti menjalankan fungsi-fungsi komunikatif dan informatif.

Saking gawatnya situasi yang dihadapi industri media sementara mereka tetap berkewajiban menyampaikan informasi kepada publik, Asosiasi sampai mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan penyelamatan daya hidup pers nasional. Misalnya, mendorong negara mengalokasikan anggaran penanganan Covid-19 dan subsidi biaya listrik sedikitnya 30 persen (mulai Mei sampai Desember 2020) untuk perusahaan pers.

Penting juga memberikan kredit berbunga rendah dan berjangka panjang melalui bank-bank BUMN untuk perusahaan pers. Penangguhan kewajiban karyawan dan perusahaan pers untuk membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan selama masa pandemi Covid-19, tanpa mengurangi manfaatnya.

Negara juga perlu lebih agresif memungut pajak pendapatan dari perusahaan platform global yang beroperasi di Indonesia seperti Google, Facebook, Youtube, Twitter, Instagram, Microsoft, dan lain-lain. Komponen atau hasil pemungutan pajak pendapatan itu, menurut Asosiasi, penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan setara, serta layak dialokasikan untuk mengembangkan dan menyelamatkan institusi jurnalisme di Indonesia.

Dewan Pers serupa aspirasi dengan Asosiasi Perusahaan Media dan Asosiasi Profesi Media. Namun, lembaga independen yang menaungi seluruh dunia pers di Indonesia itu menambahkan beberapa usulan insentif untuk menyokong daya hidup industri media yang mulai tersengal-sengal alias megap-megap. Misal, hanya untuk selama tahun 2020, penghapusan kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) 21, 22, 23, 25; penghapusan PPh omzet; dan penangguhan pembayaran denda-denda bayar pajak terutang.

Bayang-bayang pemutusan hubungan kerja untuk karyawan perusahaan media, Dewan Pers memperingatkan, makin nyata ketika industri media nasional dihadapkan pada perfoma bisnis yang menurun secara drastis.

“Dalam konteks inilah,” kata Agus Sudibyo, Ketua Komisi Hubungan Antar-Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, “kami menganggap penting dan mendesak dilakukannya tindakan konkret oleh Negara untuk membantu industri media, para wartawan, dan seluruh pekerja media yang terdampak oleh krisis akibat pandemi Covid-19.”

Insentif pajak

Pada pertengahan April 2020, pemerintah memutuskan memperluas pemberian insentif atau keringanan pajak untuk sebelas sektor industri, antara lain pangan, peternakan, dan perkebunan hortikultura, perdagangan bebas dan eceran, ketenagalistrikan EBTK, minyak dan gas, pertambangan, kehutanan, pariwisata, telekomunikasi dan jasa hiburan, konstruksi, logistik, dan transportasi udara.

Sayangnya, di antara kesebelas sektor itu tidak termasuk industri pers. Artinya, perusahaan-perusahaan pers tidak mendapatkan insentif atau keringanan pajak. Padahal, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto sempat mengisyaratkan bahwa pemerintah akan memberikan potongan pajak bagi perusahaan media, sedikitnya keringanan PPh Pasal 21 atau pajak karyawan dengan penghasilan maksimal Rp200 juta per tahun.

Menurut Direktorat Jenderak Pajak, industri media termasuk salah satu sektor yang diperhatikan oleh pemerintah di tengah tekanan ekonomi dampak wabah corona, sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Covid-19.

Perusahaan media, sesuai regulasi itu, seperti dijelaskan Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderak Pajak Hestu Yoga Saksama, mendapatkan sejumlah insentif pajak, di antaranya PPh 21 karyawan yang ditanggung seratus persen oleh pemerintah, pembebasan PPh 22 impor, dan pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen.

Mengenai tuntutan pemungutan pajak pendapatan dari perusahaan platform global yang beroperasi di Indonesia, menurut Hestu, sesungguhnya sudah terakomodasi dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2020. (ase)