PSBB Jakarta Segera Tamat?

Sumber :

VIVA – Gubernur Anies Baswedan menyampaikan pernyataan bahwa kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar episode ketiga bakal menjadi yang terakhir. Tidak akan diperpanjang, dan seperti mengisyaratkan kalau wabah virus corona di Ibu Kota bisa diredam. Kalau iya, sepuluh juta warga Jakarta akan beraktivitas lagi seperti biasa dan kegiatan ekonomi akan kembali bergeliat.

Anies menggarisbawahi, akhir riwayat PSBB di Jakarta sepenuhnya bergantung pada kedisiplinan warga untuk mematuhi anjuran tetap beraktivitas di rumah dan menjalankan protokol kesehatan seperti rajin mencuci tangan dan menjaga jarak (physical distancing). Cepat atau lambat, berakhir atau diperpanjang lagi, masyarakatlah yang menentukan.

Karena itu, sang gubernur tak sedikit pun berpikir untuk melonggarkan atau relaksasi PSBB episode ketiga yang berlaku mulai 22 Mei sampai 4 Juni. Artinya, selama itu pula, warga tetap harus di rumah, dilarang mudik, kegiatan ekonomi di sektor-sektor yang dikecualikan tetap harus tutup, dan bahkan salat berjemaah Idul Fitri di masjid atau lapangan dilarang.

Kurva menurun

Harapan Anies bahwa PSBB tahap ketiga “bisa menjadi PSBB penghabisan” didasarkan pada klaim penurunan kurva epidemi Covid-19 di DKI Jakarta sejak PSBB tahap pertama pada 10 April. Menurut data pemerintah DKI Jakarta hasil kerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, kurva epideminya memang menurun lalu cenderung melandai sejak 4 Mei hingga 17 Mei.

Dalam grafik hasil pemodelan itu, digunakan satu indikator yang disebut istilah “reproduction number”, disingkat sebagai Rt, yakni angka tingkat penularan virus. Kalau Rt menunjukkan angka 4, artinya satu orang yang terjangkit virus corona dapat menularkan ke empat orang lainnya. Jika angka Rt menunjukkan kurang 1, berarti nol penularan.

Selama periode 4 Mei hingga 17 Mei, indikator Rt menunjukkan angka bervariasi antara 1,08 sampai 1,11—tidak sampai 2. Artinya, penularan masih ada tetapi hanya satu orang ke satu orang lainnya. Idealnya memang nol penularan atau reproduction number-nya di bawah 1. Namun, menurut Anies, reproduction number yang berkisar di angka 1 itu merupakan capaian bagus. Sebab penurunannya signifikan kalau dibandingkan pada bulan Maret dan April yang berkisar 4, yang berarti satu orang bisa menulari empat orang lainnya.

Data penurunan itu, Anies mengklaim, bukan hasil rekaan atau perkiraan, melainkan buah kerja ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Penurunan juga selaras dengan peningkatan jumlah warga Jakarta berangsur-angsur mematuhi anjuran agar tetap beraktivitas di rumah yang semula hanya 40 persen menjadi 60 persen sejak pemberlakuan PSBB. Itu berarti makin banyak orang berada di rumah, kian sedikit kasus baru yang muncul.

DKI Jakarta, berdasarkan data pergerakan orang hasil riset lembaga yang sama, ternyata menempati urutan teratas di antara provinsi-provinsi di pulau Jawa dalam hal tingkat kepatuhan masyarakatnya terhadap PSBB. “Artinya,” Anies berkesimpulan, “ada keseriusan warga di DKI untuk menangkis penularan dengan cara berada di rumah.”

Masa empat belas hari selama PSBB episode ketiga—22 Mei sampai 4 Juni—menjadi waktu yang menentukan bagi DKI Jakarta: kurvanya akan tetap rata, malah naik, atau terus turun hingga nol penularan.

Dinas Kesehatan akan tetap secara masif melacak (tracing) orang-orang yang dilaporkan pernah berkontak dengan pasien terjangkit Covid-19 dan deteksi dini melalui rapid test. Namun, kunci utamanya tetap pada kedisiplinan warga untuk sementara waktu berada di rumah demi memutus rantai penularan. Anies menyebutnya kerja kolosal.

Bodetabek

Optimisme Anies masuk akal. Tetapi, masalahnya, DKI Jakarta tidak dipisahkan secara tegas dengan daerah-daerah di sekitarnya seperti halnya provinsi-provinsi lainnya. Jakarta juga berhubungan erat dengan Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Delapan kota/kabupaten di empat wilayah itu berada di dua provinsi berbeda, yakni Jawa Barat dan Banten, yang semuanya menerapkan PSBB secara berbeda pula.

PSBB di Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek) diberlakukan mulai 15 April—lima hari setelah DKI Jakarta, sementara di Tangerang Raya pada 18 April. PSBB di Bodebek dilanjutkan untuk episode kedua sampai 26 Mei, sedangkan di Tangerang Raya sampai 31 Mei.

Belum diketahui masing-masing kota akan memperpanjang PSBB untuk kali ketiga. Namun, jumlah kasus infeksi di kota-kota itu masih terus bertambah setiap hari. Di kota Depok, misalnya, kurvanya belum menunjukkan tren menurun dan akumulasi pasien positif corona sudah 439 orang per 20 Mei. Kota Bogor dan Kota Bekasi juga meningkat, masing-masing 107 orang dan 282 orang.

Masing-masing kota juga punya kebijakan yang tidak seragam untuk membatasi pergerakan warganya di sekitar Jabodetabek, katakanlah dalam hal boleh atau tidak mudik di dalam kawasan itu—tidak keluar Jabodetabek. Kota Bekasi seirama dengan Jakarta yang melarang warganya mudik ke wilayah-wilayah di Jabobetabek. Tetapi Kota Bogor, Kota Tangerang Selatan, Kota Depok, dan Kabupaten Tangerang mengizinkan warganya mudik lokal meski dengan catatan tetap harus disiplin menjaga jarak dan rajin mencuci tangan.

Pemerintah pusat juga disalahkan karena tak menyetujui penghentian sementara operasional kereta commuter line alias KRL sehingga warga masih relatif leluasa bepergian. Tidak banyak gunanya membuat larangan bepergian kalau KRL masih beroperasi, kata Waki Wali Kota Bogor Dedie A Rachim.