The New Normal dalam Pengawasan Polisi dan Militer

Sumber :

VIVA – Pemerintah kini sampai harus mengerahkan aparat Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI untuk mendisiplinkan masyarakat agar menaati kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar demi pengendalian wabah virus corona (Covid-19).

Tidak ada cara yang dipandang efektif selain tindakan sedikit lebih tegas untuk menertibkan masyarakat, apalagi tren pertumbuhan kejangkitan corona di Indonesia belum memperlihatkan tanda-tanda menurun secara konsisten sejak laporan kasus pertama pada awal Maret 2020. Sebanyak 32 dari 34 provinsi di Indonesia masih berstatus zona merah, yakni wilayah dengan jumlah pasien Covid-19 lebih dari 50 orang.

Pada saat yang sama pemerintah menyadari bahwa pembatasan aktivitas sosial yang berlarut-larut dan tak ada kepastian akan membuat perekonomian nasional kian terpuruk dan kesulitan untuk bangkit kelak. Dirancanglah skenario yang disebut the new normal alias kehidupan normal yang baru sehingga perekonomian diharapkan secara bertahap kembali bergeliat.

Tujuan pragmatis

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bahkan sudah menyusun tahapan-tahapan pembukaan kegiatan bisnis dan industri setelah tiga bulan lumpuh akibat pembatasan sosial. Ada lima fase persiapan menuju the new normal yang dimulai pada 1 Juni dan diharapkan seluruh kegiatan ekonomi beroperasi lagi pada akhir Juli atau awal Agustus.

Kementerian Kesehatan juga menerbitkan panduan menjalankan prosedur new normal sekaligus pencegahan penularan Covid-19. Pada pokoknya, panduan itu membuat protokol-protokol kesehatan seperti rajin mencuci tangan dengan sabun, mengenakan masker, dan menjaga jarak, namun tidak lagi dalam skala perorangan melainkan secara kolektif dan kelembagaan perusahaan atau lingkungan kerja.

Presiden Joko Widodo dengan gamblang mengatakan bahwa pelibatan aparat TNI dan Polri itu untuk mendisiplinkan masyarakat agar mengikuti protokol kesehatan sesuai ketentuan PSBB. Tidak semua daerah, melainkan hanya 4 provinsi dan 25 kota/kabupaten. Keempat provinsi antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Gorontalo, sementara 25 kota/kabupaten tidak dirinci.

Tujuan pragmatis dari pelibatan aparat secara lebih masif dan agresif itu, sebagaimana Presiden katakan, ialah menurunkan kurva epidemi Covid-19. Di beberapa provinsi, rasio penularan virus corona sudah di bawah angka 1. Pendisiplinan oleh aparat TNI dan Polri diharapkan dapat menekan lagi laju penularan hingga nol.

Sebagai langkah persiapan, Jokowi menginspeksi kesiapan toko, pasar, dan pusat perbelanjaan di Jakarta untuk secara bertahap beroperasi lagi dengan penerapan protokol kesehatan. Sesuai skenario, tempat-tempat perbelanjaan itu dibuka mulai 8 Juni meski masih dalam skala yang terbatas.

TNI mengerahkan 340 ribu personel untuk mengawasi dan menertibkan masyarakat agar taat protokol kesehatan untuk pencegahan Covid-19. Ada 1.800 objek/lokasi di empat provinsi dan 25 kota/kabupaten itu yang akan dipantau. Meliputi, di antaranya sarana transportasi massal, pasar, mal, tempat pariwisata, dan lain-lain.

Secara umum, seperti dijelaskan oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, ribuan objek/lokasi itu dibolehkan beroperasi namun jumlah orang dibatasi. Misalnya, sebuah mal yang berkapasitas 1.000 orang akan dibatasi maksimal 500 orang. Begitu pula dengan transportasi publik, tempat pariwisata, kantor-kantor swasta maupun pemerintah, dan lain-lain.

Belum pasti

Semua skenario itu sesungguhnya tetap tidak menjamin kepastian. Bukan pula jurus paling jitu mengatasi pandemi Covid-19. DKI Jakarta, umpamanya, belum memastikan melanjutkan atau mengakhiri PSBB karena masih melihat tren penurunan kejangkitan corona hingga 4 Juni. Kalau rasio penularan bisa nol, PSBB berakhir; tetapi jika malah melonjak lagi, mau-tak-mau lanjut terus.

Begitu juga dengan operasi pendisiplinan masyarakat oleh aparat TNI dan Polri. Jokowi hanya mengisyaratkan kebijakan serupa akan diterapkan di provinsi atau kota/kabupaten lain jika uji coba perdana di 4 provinsi dan 25 kota/kabupaten dianggap berhasil.

Skenario new normal pun tidak sembarangan diterapkan. Sebab, membolehkan masyarakat beraktivitas meski dengan protokol kesehatan tetap berisiko tinggi, bahkan jika vaksinnya sudah tersedia kelak. Badan Kesehatan Dunia (WHO) sampai menerbitkan enam butir pedoman bagi negara-negara yang ingin memulai transisi menuju fase new normal.

Prasyarat pertama dan utama ialah penurunan kurva epidemi sebagai bukti bahwa transmisi Covid-19 berhasil dikendalikan. Gugus Tugas Penanganan Covid-19 menetapkan satu syarat bagi suatu wilayah untuk memulai fase new normal, yaitu penurunan jumlah kejangkitan paling sedikit 50 persen selama dua minggu sejak puncak terakhir.

Masalahnya, seperti diakui oleh Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Wiku Adisasmito, tidak ada satu pun wilayah di Indonesia yang memenuhi prasyarat itu. Tingkat kejangkitan di Jakarta turun hanya 17,6 persen dan Daerah Istimewa Yogyakarta turun 41 persen. Sedangkan provinsi-provinsi lain, terutama di Jawa, malah naik, dan yang tertinggi di Jawa Timur yang mencapai 133 persen.

Jakarta masih dag-dig-dug akan potensi penyebaran corona gelombang kedua, terutama karena kemungkinan arus orang luar masuk Ibu Kota setelah lebaran Idul Fitri. Kerja keras selama PSBB sejak 10 April akan mubazir.