Setelah Jokowi Marah Besar

Presiden Jokowi
Sumber :
  • ANTARA

VIVA – Presiden Jokowi marah besar. Wajahnya tidak senang bercampur jengkel. Dia kecewa berat dengan para pembantunya yang dianggap tidak mampu bekerja di tengah krisis saat ini. Kondisi yang menurutnya harus melakukan kerja-kerja luar biasa. Bukan biasa-biasa saja.

Dalam pernyataan yang disampaikan dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Kamis, 18 Juni 2020, bicara Jokowi sangat tegas. Beberapa kali dipadu dengan gerakan tangan dan ekspresi wajah sangat serius. Menunjukkan dia betul-betul tidak senang dengan kerja para pembantunya.

"Kita juga mestinya semuanya yang hadir di sini sebagai pimpinan, sebagai penanggung jawab, kita yang berada di sini bertanggung jawab kepada 260-an juta penduduk Indonesia. Tolong digarisbawahi!" ujar Jokowi. 

Jokowi minta semua para pembantunya untuk memiliki perasaan yang sama yaitu, melihat bahwa kondisi yang terjadi saat ini tidak biasa. Di luar kondisi normal. Sehingga, perlu ada sense of crisis di dalam pikiran para pembantunya dalam melihat kondisi sekarang.

Dalam pernyataannya itu, Jokowi memberi contoh pertumbuhan ekonomi dunia yang terkontraksi 6 sampai ke 7,6 persen minusnya, seperti disampaikan Organisation for Economi Co-operation and Development (OECD) dalam beberapa hari terakhir ini. Begitu juga dengan yang disampaikan Bank Dunia, kata Jokowi, bisa minus hingga 5 persen.

"Perasaan ini harus sama. Kita harus ngerti ini. Jangan biasa-biasa saja. Jangan linear. Jangan menganggap ini normal. Bahaya sekali kita. Saya melihat masih banyak kita ini yang menganggap ini normal," kata Jokowi. 

"Lah, kalau saya lihat bapak, ibu dan saudara-saudara masih ada yang melihat ini sebagai sebuah masih normal, berbahaya sekali. Kerja masih biasa-biasa saja. Ini memang kerjanya harus luar biasa, harus extraordinary," tegasnya.

Kebijakan-kebijakan yang dibuat para menterinya pun harus melihat dalam sudut pandang suasana kondisi saat ini. Bukan kebijakan yang standar saja. Jika ada para pembantunya yang berpikiran bahwa kondisi saat ini masih normal dan biasa saja, Jokowi menilai sangat berbahaya sekali. 

"Tanggung jawab kita kepada 167 juta rakyat kita. Saya lihat masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan, suasana ini krisis," ucapnya.

Ancam Reshuffle

Pada kesempatan itu, Jokowi secara lugas menyentil kinerja beberapa bidang kerja kementerian. Paling spesifik Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

Di bidang kesehatan Jokowi bahkan tegas menyampaikan perasaan kecewanya. Dia menyinggung anggaran kesehatan yang sebesar Rp75 triliun. Anggaran sebegitu gede, justru baru terserap 1,53 persen. 

Padahal, di tengah pandemi covid-19 saat ini, bidang kesehatan justru sangat membutuhkan pembiayaan. Seperti tunjangan untuk para dokter, tenaga medis, hingga belanja peralatan medis, yang memang sangat dibutuhkan dalam penanganan wabah covid-19.

"Itu dianggarkan 75 triliun. 75 triliun baru keluar 1,3 persen, coba. Uang beredar di masyarakat kerem ke situ semua. Segera itu dikeluarkan, dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran. Sehingga men-trigger ekonomi," ujar Jokowi.

Bantuan sosial yang ditunggu masyarakat, sampai saat ini, kata Jokowi, juga masih terkendala. Dia minta segera keluarkan bantuan untuk masyarakat. Di bidang ekonomi, Jokowi minta segera stimulus ekonomi bisa masuk ke usaha mikro, kecil dan menengah. Para pelaku ekonomi itu menunggu bantuan dari pemerintah agar bisa bertahan di tengah kondisi krisis saat ini. 

"Jangan biarkan mereka mati dulu baru kita bantu. Enggak ada artinya," tegasnya. 

Jokowi menambahkan, "usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha gede, perbankan, semuanya yang berkaitan dengan ekonomi. Manufaktur, industri, terutama yang pada karya, beri prioritas kepada mereka, supaya enggak ada PHK. Jangan sudah PHK gede-gedean, duit serupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita. Hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan. Ini extraordinary!".

Dengan tegas, Jokowi pun membuka berbagai langkah untuk bisa menyelamatkan negara dan rakyat di tengah kondisi krisis saat ini. Termasuk me-reshuffle kabinet.

"Langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan, untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya," tegasnya. 

Marah Jokowi Level 9

Pakar Semiotika, Ibnu Hamad, melihat kemarahan yang diluapkan Presiden Jokowi kepada para pembantunya di kabinet, sudah di luar kebiasaan. Bahkan, jika dianalogikan pada level kepedasan sebuah masakan, kemarahan Jokowi kali ini sudah di level 9. Artinya, Jokowi sudah sangat marah.

"Kalau lihat dari nada suaranya, level 9. Sudah pedes banget," ujar Ibnu dalam perbincangan dengan tvOne, Senin, 29 Juni 2020. 

Begitu juga dari gestur Jokowi. "Tangannya bergerak, ekspresi suara. Mengepalkan dada. Beliau serius betul," katanya. 

Menurutnya, pernyataan Jokowi lebih dari sekadar pilihan kata. Ada beberapa kata yang terus diulang-ulang seperti, bahaya, kerja biasa-biasa saja, extraordinary. Juga wajah Jokowi dalam menyampaikan kekesalannya. "Wajahnya, ekspresi, tekanan katanya, luar biasa," katanya.

Meskipun tampak kemarahannya sudah disusun dalam sebuah catatan, menurut Ibnu, kemarahan kali ini terlihat sebagai akumulasi kekesalan Jokowi terhadap kinerja para menterinya.

Pengamat politik Hendri Satrio menilai, kemarahan Jokowi terhadap para pembantunya kali ini adalah kumpulan dari amarahnya selama ini. Jokowi, katanya, tampak sekali ingin memperlihatkan kemarahannya kepada para pembantunya dan publik.

"Kemarahannya ini kan menurut saya, seperti rakyat yang lagi marah sama pemerintah. Bisa jadi kemarin ini Jokowi kerasukan rakyat. Jadi, jiwa rakyat itu ada di dia kemarin. Jadi dia marah betul," tuturnya.

Hendri pun mengacungi jempol pernyataan Jokowi kali ini. "Kenapa saya acungi jempol? Itu leadership yang luar biasa. Seperti kita ingat kan, tidak ada visi menteri, yang ada visi presiden, berkali-kali dia bilang begitu. Dia mengakui tidak ada progres yang signifikan, itu luar biasa," ujar Hendri.

Meski begitu, dia tetap menyoroti kemarahan Jokowi kali ini yang justru tidak dipublikasikan secara langsung di depan publik. Tapi justru berselang 10 hari kemudian pidato kemarahannya baru disebar pihak Istana.

Dia pun menduga, selama 10 hari itu, ada hal-hal politis dan reputasi yang harus diselesaikan dulu oleh Jokowi. 

"Kabinet ini kan isinya ada parpol, harus diselesaikan secara politis. Saya menduga, Presiden kan sudah berpengalaman nih, dia menyelesaikan dulu urusan politisnya, sehingga pada saat diumumkan ke publik, sudah selesai. Tidak akan ada kontroversi," tuturnya. 

Pos mana yang akan dirombak atau diganti, Hendri belum bisa berspekulasi. Tapi secara sinyal, katanya, ada beberapa pos menteri yang disebut secara gamblang oleh Jokowi. Seperti bidang kesehatan, ekonomi, termasuk bantuan sosial yang saat ini terjadi masalah.

"Kita kan menebak-nebak juga, kira-kira menteri apa. Tapi kita lihat selama covid pasti ada beberapa menteri yang kita soroti, masalah keagamaan misalnya, perhajian. Masalah kesehatan. Kemudian UMKM. Mungkin ada kartu prakerja juga yang beliau kesal. Jadi memang ada beberapa hal yang harusnya lancar dilakukan selama covid, tapi tidak lancar," tuturnya.

“Kita tunggu beberapa minggu ke depan, kita lihat ada enggak implementasi, reaksi atau aksi dari kemarahan ini,” ujar Hendri.

Pengamat politik Yunarto Wijaya menilai, jarang sekali Jokowi memberi kode keras seperti yang disampaikannya dalam Sidang Kabinet Paripurna kali ini.

"Jarang-jarang loh Jkw kasih kodenya se-eksplisit dan sekeras ini," tulis Yunarto di akun Twitternya, @yunartowijaya yang dikutip pada Senin, 29 Juni 2020.

Menurut Yunarto, perombakan kabinet bisa saja terjadi sebelum agenda pidato kenegaraan Jokowi pada 16 Agustus 2020. Momen setiap 16 Agustus biasanya Jokowi menyampaikan pidato APBN 2020 yang bertepatan dengan sidang tahunan MPR, DPR, dan DPD.

"Bisa-bisa sebelum pidato 16 Agustus ini kejadian," kata Yunarto.

Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira, menilai pernyataan Presiden Jokowi di hadapan para menteri adalah pesan yang sangat jelas dan tegas.

Andreas pun mendukung Jokowi mengambil langkah tegas terhadap para pembantunya, termasuk melakukan perombakan kabinet dan mengganti para menteri yang tidak bekerja maksimal.

"Langkah ini perlu segera dilakukan agar tidak menjadi rumor politik dan memperkuat kepercayaan publik terhadap keseriusan pemerintah sebagaimana pidato Presiden yang memang sangat serius," ujar Andreas.