Jelang Putaran Kedua, Foke vs Jokowi Memanas

Fauzi Bowo dan Joko Widodo
Sumber :

VIVAnews –Pemungutan suara putaran kedua Pilkada DKI Jakarta masih satu bulan setengah lagi, tepatnya 20 September 2012. Namun hawa pertarungan antara kedua kandidat calon gubernur DKI terasa memanas meski saat ini adalah bulan Ramadan yang seharusnya identik dengan suasana tenang.

Awal pekan ini saja, Senin 6 Agustus 2012, publik dikejutkan dengan pemanggilan Rhoma Irama oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI Jakarta, terkait kabar ceramah Raja Dangdut itu di salah satu masjid Jakarta Barat yang disinyalir bernuansa Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).

Selang dua hari kemudian, Rabu 8 Agustus 2012, masyarakat kembali dikagetkan dengan beredarnya video kontroversial Fauzi Bowo di YouTube. Di video itu, Foke terdengar melontarkan ucapan berbau kampanye ketika mengunjungi korban musibah kebakaran di Karet Bivak Kalimati dalam kapasitasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Keesokannya, Kamis 9 Agustus 2012, Panwaslu DKI Jakarta pun segera menyusun rencana mempertemukan dua tokoh penting dari kubu Foke dan Jokowi, guna membahas penyebaran isu SARA yang gencar terjadi menjelang pemungutan suara putaran kedua Pilkada DKI ini.

Rhoma Irama

Lama tak terdengar kabarnya, Sang Raja Dangdut ini tiba-tiba menghiasi pemberitaan. Bukan karena lagu barunya, namun karena ceramahnya yang diduga bernuansa SARA terkait Pilkada DKI Jakarta. Rhoma pun meneteskan air mata ketika dimintai klarifikasi oleh Panwaslu DKI.

Rhoma bercerita, dalam ceramah di masjid itu ia memang mengutip ayat yang menyebut orang beriman dilarang memilih orang kafir sebagai pemimpin. Jika seorang muslim memilih pemimpin bukan sesama muslim, kata Rhoma, maka ia akan menjadi musuh Allah.

Rhoma bahkan merujuk spesifik kepada nama calon wakil gubernur DKI pasangan Jokowi, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang notabene merupakan nonmuslim. Rhoma merasa tidak perlu minta maaf kepada Jokowi maupun Ahok terkait isi ceramahnya, karena menurutnya itu tidak salah.

Rhoma bersikukuh, menyampaikan ayat-ayat suci kepada jamaah di rumah ibadah bukanlah kesalahan. Terlebih, posisinya saat itu adalah sebagai seorang mubaligh dan ulama yang wajib menyampaikan sesuatu sesuai situasi terkini kepada jamaah. Kebetulan kondisi terkini di DKI Jakarta, ujar Rhoma, sedang berada dalam tahapan Pilkada DKI.

Rhoma pun menegaskan, posisinya saat itu bukan sebagai juru kampanye calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. “Jadi selama ini yang saya sampaikan di masjid-masjid itu bukan kampanye, tapi dakwah. Dakwah kan tidak dilarang. Masjid itu otonom dan tidak boleh ada intervensi terhadap masjid,” kata Rhoma.

Ia pun menekankan, dalam konteks berbangsa ia tidak bermusuhan dengan Jokowi-Ahok, bahkan mengaku sangat menghormati keduanya. “Dalam bernegara kita diperintahkan untuk saling mencintai. I love them all. Tapi dalam konteks memilih pemimpin, saya harus menyampaikan perintah Allah. Kalau tidak, saya berdosa. Maka saya mohon pengertian dari umat nonmuslim,” terang Rhoma.

Rhoma meminta jangan sampai terjadi benturan antara muslim dan nonmuslim karena ceramah dia itu. Ia menambahkan, seandainya Ahok meminta kepada umat Kristen dan etnis Cina untuk memilih dirinya dalam Pilkada DKI, itu pun sah-sah saja.

Ceramah kontroversial Rhoma tak berhenti sampai di situ. Dalam ceramah itu, Rhoma pun menyebut Ibunda Jokowi sebagai nonmuslim. Karuan hal ini membuat Jokowi yang biasanya berpembawaan tenang, menjadi agak naik pitam.

“Saya tersinggung ibu saya difitnah seperti itu. Itu fitnah yang tidak berdasar dan bohong. Asal tahu saja, ibu saya sudah menunaikan ibadah haji sejak 12 tahun lalu. Kalau tidak percaya, tanyakan saja pada ibu saya,” kata Jokowi. Ia pun meminta kampanye hitam terhadap keluarganya dihentikan.

Ibu Jokowi, Sujiatmi Notomiharjo, tak mau terbawa emosi. Ia mengatakan tak menaruh dendam kepada pihak-pihak yang memfitnahnya. Namun ia meminta untuk tidak diseret dalam kampanye-kampanye berbau SARA. “Kalau tidak tahu mbok jangan bawa-bawa saya. Saya ini sudah tua,” ujarnya.

Sujiatmi menduga Rhoma mungkin sedang khilaf ketika menyampaikan komentar soal dirinya di hadapan jamaah. Ia menjelaskan, dirinya dan suami memang telah menunaikan ibadah haji. “Saya dan Bapak sudah haji. Anak-anak dan menantu saya juga sudah haji semua,” kata Sujiatmi.

Hingga saat ini Panwaslu DKI belum menetapkan status Rhoma Irama terkait dugaan ceramah SARA-nya. Mereka masih harus mengumpulkan bukti-bukti tambahan dan keterangan dari berbagai pihak. Panwaslu pun memanggil tim kampanye Foke-Nara, pengurus masjid Al Isra Tanjung Duren tempat Rhoma berceramah, sampai Ketua Dewan Dehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie.

Ketua Tim Advokasi Foke-Nara, Zamakh Sari, mengatakan Rhoma Irama bukan bagian dari tim sukses mereka. Keterlibatan Rhoma dalam kampanye putaran pertama Foke-Nara pun, menurutnya, hanya sebatas sebagai musisi yang memeriahkan kampanye. Oleh karena itu, tuduhan pelanggaran yang dilakukan Rhoma dinilai tidak ada hubungannya dengan Foke-Nara.

Adapun Jimly Asshiddiqie ikut dimintai keterangan oleh Panwaslu karena Rhoma sempat menyebut namanya terkait pendapat Jimly yang membolehkan untuk membahas soal SARA dalam kampanye. Sementara keputusan Panwaslu atas kasus Rhoma ini akan diumumkan pekan depan.

Video Foke

Setelah ceramah kontroversial Rhoma, giliran Foke yang melontarkan ucapan konreoversial. Ucapan itu ia lontarkan saat mengunjungi lokasi pengungsian warga korban kebakaran di Karet Bivak Kalimati, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu 8 Agustus 2012.

Foke dituding memanfaatkan musibah yang menimpa warga untuk berkampanye. Dalam kunjungan itu, Gubernur DKI Jakarta itu sempat bertanya kepada warga soal pilihan mereka pada Pilkada DKI putaran kedua nanti. “Sekarang lo nyolok siapa? Kalau nyolok Jokowi, mending mah bangun (rumah) di Solo aja,” kata dia.

Para pengungsi pun langsung menjawab, “Ya Bapak lah, Bapak Kumis.” Dialog ini terekam oleh awak media yang kemudian ditayangkan di BeritaSatu TV, dan kemudian diunggah ke YouTube. Dalam video berdurasi 1:20 menit itu, Foke juga berjanji pemerintah daerah akan menginventarisasi kerusakan akibat kebakaran di Jakarta.

Kepala Media Center Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, Kahfi Siregar, menjelaskan ucapan Foke itu hanya guyonan belaka. Kahfi mengatakan gaya humor Foke memang khas seperti itu, spontan. “Dia tertawa saat berbicara, warga juga ikut tertawa, dan langsung direspons,” kata Kahfi.

Ia menegaskan, Foke tidak ada bermaksud menyindir pihak lain dengan ucapannya itu. “Tolong lihat video itu secara keseluruhan, jangan sepotong-potong,” kata dia.

Jokowi sendiri mengimbau Foke untuk lebih bijak terhadap warga korban kebakaran. “Mestinya harus bijak karena masyarakat yang dikunjungi itu sedang dalam posisi menjadi korban dan menderita,” kata Jokowi di Solo.

Ia menilai ucapan Foke memang kurang tepat. “Harusnya pemimpin itu mengayomi semua. Harus segera dicari solusi untuk warga korban musibah kebakaran, bukan malah ngomong seperti itu,” ujar Jokowi yang juga Walikota Solo itu.

Sementara itu Panwaslu belum menerima pengaduan terkait ucapan kontroversial Foke itu. Namun demikian, Ketua Panwaslu DKI Jakarta, Ramdansyah, meminta masyarakat untuk memahami bahwa tidak semua peristiwa atau pernyataan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dalam Pilkada.

Tindak pidana pemilu itu sendiri sudah diatur dalam Undang Undang No. 32 tahun 2004. Pernyataan politik yang keluar dari fatsoen atau sopan santun politik, ujar Ramdansyah, tidak otomatis menjadi pelanggaran Pilkada, karena bisa juga masuk kategori pelanggaran etika atau komunikasi politik.

Pelanggaran etika politik sendiri tidak masuk domain Panwaslu. “Slip of tongue atau keseleo lidah bisa mempengaruhi elektabilitas. Tetapi bukan domain Panwaslu,” kata Ramdansyah. Apapun ia mempersilakan apabila masyarakat mau melaporkan hal itu kepada Panwaslu.

Cooling down

Sejumlah keriuhan terkait Pilkada DKI itu pun membuat Panwaslu bakal mempertemukan Taufiq Kiemas dan Anas Urbaningrum. Taufiq Kiemas diundang dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP – partai pendukung Jokowi, dan Anas diundang selaku Ketua Umum Partai Demokrat – partai pendukung Foke.

Pertemuan antara kedua tokoh itu bertujuan untuk membahas penyebaran isu SARA yang kian gencar menjelang pemungutan suara putaran kedua Pilkada DKI. Panwaslu pun menyatakan, Taufiq dan Anas telah bersedia memenuhi undangan mereka.

“Kedua pasangan calon harus menghentikan isu SARA dalam Pilkada, supaya isu ini tidak terus muncul sampai Salat Ied dan pemungutan suara putaran kedua,” kata Ramdansyah. Ia menekankan, isu-isu SARA itu sudah sangat meresahkan warga.(np)