Dana Besar Mega Proyek Jakarta
Selasa, 29 Januari 2013 - 23:29 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews – Sejumlah mega proyek bakal digeber Pemerintah Provinsi DKI Jakarta setelah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2013 disahkan. Sidang paripurna DPRD 28 Januari kemarin mengetok APBD senilai Rp49,97 triliun. Jumlah itu naik sebesar 20,84 persen dibanding APBD tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp41,34 triliun.
Selain dari pendapatan daerah, anggaran tahun ini diperoleh dari sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) tahun anggaran 2012 dan pinjaman untuk program Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI).
Alokasi terbesar berada pada sektor pendidikan mencapai Rp12,6 triliun disusul bidang pemerintahan Rp7,9 triliun, Pekerjaan Umum (PU) sebesar Rp4,9 triliun, bidang kesehatan Rp4,1 triliun dan sektor perhubungan sebesar Rp3,3 triliun.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan konsentrasinya pada penanganan banjir, macet, serta penataan kampung. Jokowi menjelaskan, saat ini APBD sudah masuk ke Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, untuk disetujui.
"Dari Mendagri muncul, saya langsung gerakkan manajemen organisasi yang ada untuk segera bergerak," ujar Jokowi di Balai Kota, Selasa, 29 Januari 2013.
Menurut Jokowi, untuk mengurai kemacetan, Pemprov DKI telah menyiapkan anggaran penambahan armada angkutan umum. Bus Transjakarta akan ditambah 450 unit, dan metromini ditambah 1.000 unit.
”Pokoknya kami mau konsentrasi ke busway dan metromini dulu. Ini yang menyangkut masyarakat," ujarnya.
Kemudian, untuk mengurangi banjir, kata Jokowi, pos anggaran yang diberikan dalam APBD 2013 cukup banyak. Mulai dari pembebasan tanah untuk normalisasi sungai sampai pembelian alat sedot air dengan teknologi terbaru.
"Untuk pembebasan tanah, pengerukan, beli alat semuanya. Sekarang sudah beda. Misalnya cara pengerukan tidak dikeruk pakai cangkul, tapi pakai alat, kemudian ngeruknya tidak pakai eskavatornya darat tapi amphibi, bisa darat bisa air," ujar dia.
Jokowi mengungkapkan pengesahan APBD yang molor membuatnya kelimpungan ketika tiba-tiba Jakarta dikepung banjir. Setelah APBD disahkan, proyek-proyek raksasa segera digarap.
"MRT masuk, kalau monorel itu yang investasi swata. Kemudian deep tunnel juga swasta. Sudah kami hitung semuanya. Jadi tidak semua pakai APBD, sebagian cari dari luar," kata Jokowi.
Proyek MRT
Rencana proyek ini sudah berjalan sejak era Gubernur Fauzi Bowo. MRT adalah singkatan dari Mass Rapid Transit yang secara harafiah berarti angkutan yang dapat mengangkut penumpang dalam jumlah besar secara cepat.
Pembangunannya dibagi tiga tahap. Tahap I koridor selatan. Menghubungkan Lebak Bulus - Bundaran Hotel Indonesia. Tahap II koridor Selatan - Utara menghubungkan Bundaran HI - Kampung Bandan. Tahap III yang menghubungkan Jakarta Timur - Barat, alternatif jalurnya Balaraja - Cikarang.
Biaya pembangunan proyek ini ditanggung pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta. Rasio skema pembiayaannya, kata Jokowi, adalah 49 persen dana hibah pemerintah pusat, dan 51 persen pinjaman lunak ke Pemerintah DKI.
Rupanya, proyek itu selama ini menuai pro dan kontra. Terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pembangunan MRT tahap I: Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia. Untuk itu, Gubernur Jokowi akan kembali menggelar uji publik (public hearing) terkait rencana pelaksanaan mega proyek tersebut.
Monorel
Berbeda dengan MRT yang dibiayai hibah dari Pemerintah Jepang, monorel dikerjakan swasta. Proyek ini bergulir di era Gubernur Sutiyoso. Onggokan tiang beton terlihat di sejumlah ruas jalan di Jakarta mangkrak tak berfungsi. Tiang-tiang itu merupakan tonggak penyangga kereta rel tunggal (monorel) yang pembangunannya terhenti karena sejumlah kendala.
Rencana awal proyek ini memiliki 3 fase. Fase I: Koridor Jakarta (27km) terbagi Stage I: Jalur hijau (14km) dan Stage II: Jalur biru (13km). Fase II: Jakarta ke Bekasi dan Cikarang (18-30km), serta Fase III: Jakarta ke Tangerang dan Karawaci (16-25km).
Setelah terhenti beberapa tahun, Gubernur Jokowi menyatakan akan melanjutkan proyek itu. Angin segar itu kontan disambut oleh sejumlah penawaran pembangunan. Akhir tahun 2012 lalu ada dua proposal yang datang ke meja Pemprov DKI untuk kelanjutan pembangunan monorel.
Proposal pertama dari konsorsium PT Jakarta Monorail, sebuah konsorsium lama dengan investor swasta penuh. Yang kedua dari konsorsium Adhi Karya, sebuah konsorsium baru terdiri dari gabungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Yaitu, PT Adhi Karya, PT Telkom, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Jasa Marga, PT INKA, PT Lembaga Elektronika Negara.
Pekan lalu, penawaran serupa disampaikan Hadji Kalla Group. Pemilik Hadji Kalla Group, Jusuf Kalla, merasa terpanggil meneruskan proyek yang kurang diminati, karena memakan waktu yang lama dan sulit ini.
Baca Juga :
"Tidak mungkin kota apa pun yang penduduknya jutaan tidak ada angkutan umum yang efisien. Coba kayak sekarang Jakarta banjir. Kalau ada monorel, sebanjir apa pun bisa jalan," ujar Jusuf Kalla saat ditemui di PMI Pusat, Jakarta, Selasa 22 Januari 2013.
Pemerintah Jepang juga berminat terlibat dalam proyek monorel di Indonesia. Jika mendapat tawaran kerjasama dalam proyek ini, Jepang tak akan menolak. Wakil Menteri Pekerjaan Umum Jepang, Shigeru Kikukawa, di Jakarta hari ini, Selasa 29 Januari 2013, menyatakan komitmennya membantu pembangunan sarana transportasi massal itu dapat terwujud di Indonesia.
Deep Tunnel
Akibat kaget meninjau gorong-gorong yang hanya berdiameter 60 sentimeter, Gubernur Jokowi mencetuskan ide membangun terowongan raksasa. Terowongan multifungsi (deep tunnel) juga dipaparkan Jokowi sebagai solusi banjir Jakarta. Menurut dia, opsi ini sedang dikaji oleh kementerian terkait, dan segera dikerjakan. Untuk rute deep tunnel ini dirancang melewati Jalan MT. Haryono hingga Pluit.
Ini juga bukan gagasan baru dari Jokowi. Tetapi konsepnya sudah ada sejak era Gubernur Sutiyoso. Menurutnya, konsep itu tinggal dimatangkan, lalu dilaksanakan. Dia yakin banyak investor berminat membiayai proyek pembangunan terowongan air yang membentang dari Jalan MH. Thamrin sampai Pluit. Proyek itu senilai Rp16 triliun.
Jokowi mengaku ide ini datang dari Malaysia. Negeri jiran itu memang telah membangun smart tunnel (Stormwater Management and Road Tunnel) untuk menampung air hujan. Proyek ini mulai dibangun pada 2003. Kemudian resmi dibuka empat tahun kemudian, tepatnya 14 Mei 2007.
Smart tunnel ini menjadi terowongan terpanjang dengan teknologi paling maju di Malaysia. Smart tunnel mampu mengalihkan banjir, menjauh dari pertemuan dua sungai besar--Sungai Klang dan Kerayong--yang mengalir melalui pusat Kota Kuala Lumpur.
Wakil Menteri Kementerian Umum Hermanto Dardak mengingatkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika ingin membangun terowongan multiguna itu. Menurutnya perlu dipertimbangkan adalah utilitas untuk bangunan di bawah tanah.
Halangan pertama yang harus diatasi adalah kemiringan terowongan yang tidak terlalu tajam. Dengan sudut kemiringan nyaris datar, maka akan terjadi penumpukan sendimentasi yang cepat sehingga dapat menghambat kerja tunnel ini saat terjadi hujan. Ditambah, masalah sampah yang selalu timbul di setiap aliran air di Jakarta. "Dalam satu sungai, jumlah sampah mencapai 30 ton," katanya 4 Januari 2013.
Namun demikian, teknologi pembuatan terowongan ini bukan hal baru di Indonesia. Proses yang sama pernah dikerjakan oleh Kementerian PU dalam pembuatan Waduk Jatibarang dan Jatigede. "PU membuat terowongan untuk mengalirkan air sungai agar waduk bisa dikerjakan. Namun untuk dilalui mobil memang belum pernah dicoba."
Giant Sea Wall
Gubernur Jokowi juga akan melanjutkan mega proyek semasa Gubernur Fauzi Bowo tanggul laut raksasa (giant sea wall untuk mengatasi banjir akibat air pasang laut (rob) di kawasan utara Jakarta. Tanggul ini diyakini bisa menahan pasang air laut, sekaligus membuang air dari daratan ke laut.
Jokowi menyadari biaya pembangunan sangat besar. Waktunya pun bakal panjang. Tapi, untuk jangka panjang, pembangunan mega proyek tersebut dirasakan perlu. Kalkulasi biaya membangun tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall akan memakan dana sekitar US$5 miliar (Rp47,65 triliun).
”Saya sudah suruh kepala dinas terkait untuk mendalami gagasan itu. Kalau hanya menunggu terus, sudah 26 tahun ya masih rencana terus. Saya gak mau disuruh buat rencana terus. Saya mau eksekusi saja,” kata Jokowi.
Bagaimana dan siapa yang bakal membangun, Jokowi belum menjelaskan lebih rinci.
Enam ruas jalan tol
Ini megaproyek yang belum jelas kepastiannya. Gubernur Jokowi masih gamang memutuskan apakah menyetujui atau tidak proyek Rp42 triliun itu. Jokowi belum mengambil keputusan lantaran belum puas dengan penjelasan yang disampaikan PT Jakarta Toll Road Development selaku pihak yang akan mengerjakan proyek tersebut. Selain itu, masing-masing pihak masih memperjuangkan keinginan mereka sendiri-sendiri.
"Hasilnya belum bisa diputuskan. Ya belum nyambung. Masa belum nyambung sudah mau diputuskan," kata Jokowi usai melakukan pertemuan dengan pemangku kepentingan pembangunan enam ruas jalan tol di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 29 Januari 2013.
Menurut Jokowi, enam ruas jalan tol tidak akan disetujui bila pembangunannya hanya berorientasi untuk menambah pendapatan daerah, dan keuntungan bagi investor. Padahal, orientasi Pemprov DKI, kata Jokowi, untuk memberikan pelayanan dan tidak mencari keuntungan. "Orientasi kita bukan pendapatan daerah," ujarnya.(np)