Cegah Korban Lagi, Kartu Jakarta Sehat Disempurnakan
Jumat, 22 Maret 2013 - 22:46 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews – Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mengumpulkan 94 Direktur rumah sakit negeri dan swasta provider Kartu Jakarta Sehat (KJS) untuk membahas program KJS yang masih memiliki banyak kekurangan. Salah satu kendala dalam penerapan program KJS adalah membludaknya pasien di rumah sakit-rumah sakit di Jakarta, sehingga tidak semua pasien dapat tertampung.
Baca Juga :
Kegiatan itu diikuti oleh 500 peserta, perwakilan dari 94 RS swasta dan negeri di seluruh DKI Jakarta. Mereka dikumpulkan agar tidak terjadi lagi penolakan terhadap warga miskin yang berobat.
"Kami harapkan agar tidak ada yang menolak pasien miskin berobat ke rumah sakit," kata Basuki T Purnama, dalam pertemuan dengan puluhan direktur dan jajaran rumah sakit rujukan KJS di Ballroom Hotel Lumire Jalan Senen Raya No 135, Jakarta Pusat, Jumat 22 Maret 2013.
Ia mengimbau para rumah sakit itu beran aktif dalam mensukseskan program pengobatan gratis bagi warga yang kurang mampu tersebut. "Saya minta kepada semua pihak supaya memberikan pelayanan yang baik kepada pemegang KJS mengakses pengobatan di rumah sakit," ucapnya.
Dalam pertemuan itu, Ahok meminta pihak rumah sakit agar proaktif, profesional, dan proporsional menjalankan program KJS. “Kami harap semua rumah sakit di DKI yang menjadi provider KJS ini ikut menyukseskan program KJS,” kata Ahok.
Ia meminta RS tidak mempersulit warga pemegang KJS dalam mengakses pengobatan. “Saya minta kepada pihak RS untuk tidak lagi menolak pasien miskin yang berobat, serta memberikan pelayanan yang lebih baik.”
Sejak diluncurkan November 2012 lalu, terjadi lonjakan pasien rumah sakit yang menggunakan KJS. Tecatat di beberapa RSUD yang menjadi rujukan KJS, lonjakan lebih dari 50 persen.
Lonjakan pasien KJS membuat rumah sakit selalu penuh, sehingga banyak warga tidak kebagian berobat. Baru-baru ini kejadian itu (14) yang terlunta-lunta setelah ditolak empat rumah sakit. Ana diduga keracunan makanan dan telat ditangani secara medis. Akhirnya dia meninggal, Sabtu 9 Maret 2013.
Pada 16 Februari lalu, meninggal setelah tidak tertampung di rumah sakit. Sejak dilahirkan, bayi yang lahir kembar ini kondisinya terus melemah. Dera harus dirawat di Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Dalam perjuangannya mencari rumah sakit rujukan, ayah Dera, Eliyas Setya Nugroho, ditolak oleh hampir 10 rumah sakit.
Kembaran Dera, Dara Nur Anggraini, bayi prematur yang lahir 10 Februari 2013 itu menyusul saudari kembarnya pada 20 Maret 2013. Dara meninggal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo setelah menjalani perawatan selama empat minggu.
Tiga kasus itu mencuat dan mengundang tanya publik pada program Kartu Jakarta Sehat. Proggram ini digagas Gubernur Joko Widodo (Jokowi) bersama wakilnya dan digaungkan kala masa kampanye pemilihan kepala daerah.
Tiga kasus ini menjadi polemik panas di Jakarta. Program pengobatan gratis Gubernur Joko widodo menjadi sorotan banyak pihak. Tak sedikit yang mengkritisi bahkan menilainya telah gagal.
KJS Disempurnakan
Dalam beragai kesempatan Jokowi mengakui bahwa program KJS perlu disempurnakan. Langkah yang telah dilakukan, antara lain dengan mengubah ruang rawat inap Kelas II menjadi Kelas III. Dengan demikian pasokan ruang rawat inap bagi pemegang kartu KJS diperbanyak.
Selain itu, penanganan pasien KJS akan menggunakan sistem pengelompokan tindakan medis dan obat berdasarkan daftar penyakit. Sistem ini disebut Indonesia Case Based Groups (INA CBGs). Ahok menjelaskan sistem ini dalam acara pertemuan dengan para pimpinan 94 rumah sakit itu. ”Jadi sistem itu gini, di Indonesia Case Based Groups, jadi per kasus gitu lho,” katanya.
Misalnya, ada pasien demam berdarah. Biaya tindakan medis dan obat serta lama perkiraan lama perawatannya sudah dibuat satu paket. Paket itu input ke dalam sistem komputer khusus sehingga terstandardisasi di seluruh rumah sakit provider KJS.
“Nanti kan kita taruh di komputer, kalau orang mengisi obat di luar itu, komputernya akan menolak. Kalau kamu masukin yang di dalam, kamu akan diterima. Diterima, diterima Jamkesda, langsung bayar ke Bank DKI. Ini mempermudah, lalu masalah biaya gimana, kecil atau besar, ini relatif,” katanya.
Sistem ini dipadu dengan koneksi online antar rumah sakit guna mengetahui ketersediaan ruang perawatan. Pasien bisa menghubungi call center 119 untuk mengetahui ketersediaan ruang perawatan itu. “Pokoknya dengan 119, websitenya, bisa tahu kamar berapa orang akan mulai cari kirim. Jadi tidak akan lagi terjadi orang sakit nyari-nyari RS. Soalnya rumah sakit sudah berjaringan.”
Sistem ini akan memudahkan pasien atau keluarganya mencari informasi ketersediaan ruang perawatan. Apakah mengakses melalui website atau call center. “Bisa juga langsung website. Sehingga kamu nggak perlu telpon 119 kamu bisa lihat sendiri. Kita tinggal lihat sendiri rumah sakit mana yang kosong. Tinggal cek, nomor telpon berapa, kita telpon.”
Ahok menargetkan bulan April sistem perangkat lunak itu sudah bisa digunakan untuk program KJS. Pelatihan hari ini merupakan bagian persiapan penerapan itu.
Dia menambahkan, sistem ini bisa mendukung program nasional. Bila sukses di Jakarta tidak menutup kemungkinan daerah lain bisa menirunya. “Jadi kita harapkan program-program ini bisa mendukung program nasional."
Kepala Unit Pelaksana Jamkesda Provinsi DKI Jakarta, Yuditha, mengatakan sistem ini bisa menjadi percontohan untuk mendukung program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 2014. "Kami juga persiapkan DKI Jakarta sebagai daerah percontohan untuk BPJS 2014 mendatang," kata Yuditha.
Penyiapan Kelembagaan
Peneliti Jamkesda dari Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro), Rohidin Sudarno, menyambut positif pelatihan internal tenaga medis itu. Menurutnya, pemahaman internal perlu dikuatkan terlebih dahulu agar petugas terutama yang berada di garda depan tidak gagap.
“Terutama frontliner yang berhubungan langsung dengan pasien sehingga masyarakat bisa menerima efek langsung dari manfaat itu. Secara paralel harus dipercepat,” katanya.
Menurutnya, program ini perlu diiringi kesiapan kelembagaan. Semua instansi terkait harus disiapkan memasuki iklim berbeda dengan sebelumnya. Selain itu, infrastruktur dan anggaran tidak boleh diabaikan.
“Ini kan seperti memberikan harapan besar untuk masyarakat kemudian berduyun-duyun menggunakan. Perlu perhitungan rasio jumlah penduduk dan yang sakit serta ketersediaan ruang Kelas III di Jakarta. Sekarang kan semua orang berpikirnya sakit sedikit ke rumah sakit, padahal jumlah kamar ideal Kelas III itu belum ideal,” katanya.
Rohidin menilai gaya komunikasi Jokowi maupun Ahok yang terdengar seperti ancaman bagi pihak rumah sakit yang menolak pasien merupakan penekanan komitmen mereka mensukseskan program itu. Menurutnya, kunci sukses program ini memang tidak bisa hanya diserahkan pada pemerintah daerah, namun dukungan banyak pihak terkait termasuk rumah sakit dan masyarakat.