Lion Air Bangunkan Industri Pesawat Indonesia yang Mati Suri
- REUTERS/ Bazuki Muhammad
VIVAnews - PT Lion Mentari Airlines (Lion Air), berencana memborong 50 unit pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI). Presiden Direktur Lion Air, Rusdi Kirana, Senin 12 Agustus 2013, menyatakan bahwa langkah perusahaannya untuk membeli N219 adalah untuk mendukung pengembangan rancangan pesawat karya anak bangsa itu.
"Kami ingin bekerjasama dengan PTDI," ujar Rusdi di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta.
Senin awal pekan ini, dengan menggunakan mobil Rolls Royce, Rusdi merupakan satu-satunya di petinggi perusahaan swasta yang datang bersilaturahmi setelah Lebaran ke kantor kementerian BUMN, Jakarta. Rusdi mengatakan tujuan kedatangannya ini adalah menyampaikan langsung kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan mengenai rencana pembelian N219 itu secepatnya.
Lion Air dengan reputasinya sebagai maskapai penerbangan murah (low cost carrier) ini tampaknya memang sedang gencar melakukan pembelian pesawat untuk menambah armada pelayanannya.
Pada Maret lalu, Lion Air memesan 234 unit pesawat Airbus tipe A320. Tak disebutkan berapa nilai transaksi dengan Airbus ini. Namun dua tahun Sebelumnya, pada 2011, Lion Air sudah mengejutkan dunia penerbangan Indonesia dengan membeli 230 unit pesawat Boeing berbagai tipe dengan nilai transaksi sekitar US$14 miliar.
Seperti diketahui , di tengah krisis ekonomi Eropa, pembelian 234 pesawat Airbus oleh Lion Air ikut . Transaksi senilai US$24 miliar tersebut menjadi salah satu transaksi pembelian pesawat terbesar di dunia.
Presiden Prancis, Francois Hollande, menjelaskan transaksi ini menjadi yang terbesar dalam sejarah penerbangan sipil dan akan ikut menyelamatkan ekonomi Prancis yang sedang dihajar krisis. Bahkan, sangat kontras dengan apa yang terjadi di Eropa saat ini yang sedang dibayang-bayangi oleh kekhawatiran bailout Siprus.
"Saya harus berterima kasih karena dengan kontrak ini, Airbus akan mengamankan sekitar 5.000 pekerjaan selama 10 tahun," kata Hollande seperti dilansir Reuters, Selasa 19 Februari 2013.
Kepada wartawan, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Senin 12 Maret 2013, menjelaskan bahwa pilihan Rusdi untuk memesan 50 unit N219 ini dalam rangka ingin mendukung pengembangan produk PTDI.
"Yang jelas, kami sepakat mengembangkan PTDI untuk menjadi kebanggaan nasional," kata Dahlan usai acara pertemuan dan silaturahmi setelah perayaan Lebaran di kantornya itu.
Menurut Dahlan, dengan pemesanan ini, Lion Air otomatis membantu pengembangan model N219 yang purwarupanya (protoype) sedang dalam proses pengembangan di PTDI. "Beliau (Rusdi) ini kan beli pesawat banyak dari luar negeri, jadi ingin ikut kembangkan PTDI dengan membeli pesawat PTDI," kata Dahlan.
Dahlan menjelaskan, realisasi produksi N219 ini masih harus menunggu prototype N219 diselesaikan dan telah melewati proses uji coba. Kementerian BUMN memberi batas waktu untuk penyelesaian prototype ini pada tahun ini, setelah itu masuk pada tahap uji coba. "Perundingannya masih panjang, tidak seperti beli kerupuk," kata Dahlan.
Meski masih dalam rancangan pengembangan, Dahlan melanjutkan, Rusdi telah tertarik untuk melakukan pembelian N219 untuk menambah armada Lion Air. "Pak Rusdi sudah lihat desainnya, beliau percaya, dan beliau akan membeli lima puluhan unit," kata Dahlan.
Jika kerjasama ini berhasil dan prototype N219 diproduksi, Lion Air akan menjadi pelopor maskapai penerbangan swasta yang mengembangkan produk Indonesia. Dahlan berharap hal ini diikuti oleh maskapai penerbangan lainnya.
Pesawat N219, Dahlan menambahkan, akan digunakan oleh Lion Air untuk melayani penerbangan rute kawasan Indonesia Timur. Selama ini, penerbangan jalur tersebut didominasi oleh maskapai plat merah Merpati Airlines. "Tidak untuk menggantikan, cuma berapa rute, ini kan besar, bukan kecil. Merpati sekarang kan sedikit sekali," kata Dahlan.
Menurut Dahlan, selain Lion Air, banyak perusahaan maskapai penerbangan lain baik yang di Indonesia maupun di manca negara sudah menyatakan minat terhadap model N219.
Dahlan tak menjelaskan lebih rinci mengenai pihak lain yang bermninat itu. Namun, kata Dahlan, Rusdi menjanjikan akan mempromosikan pesawat buatan PTDI di pasar internasional. "Dia akan bantu pasarkan di luar," kata Dahlan.
Mati Suri
Direktur Utama PTDI, Budi Santoso, dalam wawancara VIVAnews pada April 2013, menjelaskan bahwa setelah cukup lama mengalami 'mati suri' akibat pukulan krisis moneter 1998, perusahaan dirgantara ini kini mulai bisa bernafas lagi. Dua tahun belakangan PTDI berbenah. Revitalisasi, restukturisasi, meremajakan mesin dan merekrut insinyur. Namun lebih dari itu, PTDI pun mempersiapkan produksi pesawat baru: N219.
Memang tidak secanggih N250. N219 lebih bersahaja. Bahkan boleh dibilang sangat sederhana. "Ini adalah yang termurah. Tapi, ada segmen pasarnya," kata Budi.
Huruf N dalam nama itu adalah Nusantara, menunjukkan bahwa desain, produksi dan seluruh perhitungan dikerjakan di Indonesia. Pesawat N219 merupakan pesawat baru, tidak meniru jenis pesawat manapun.
Bobot bersih pesawat ini 4,7 ton. Telah memenuhi unsur pesawat kecil menurut standar FAR 23. Bisa menjangkau jarak maksimal 1.111 kilometer. Kurang lebih sama dengan jarak terbang Jakarta ke Balikpapan.
Meski mungil, daya tampung pesawat ini terbilang besar. Hingga tujuh ton. Sayap sepanjang 19,5 meter mampu membuat logam sepanjang 16,5 meter dan tinggi 6,1 meter ini melayang-layang di ketinggian maksimal 10.000 kaki dari permukaan laut.
Pesawat N219 sengaja didesain hanya untuk kebutuhan sipil, dengan kapasitas penumpang hanya 19 orang. Dengan begitu, pesawat ini bisa dioperasikan pada daerah dengan kondisi alam ekstrim dan tingkat kesulitan yang tinggi. Seperti landasan tak beraspal di wilayah pegunungan. Di wilayah kepulauan.
Sejumlah teknologi unik telah diadopsi. Konstruksi badan dan sayap dari aluminium. Mesinnya banyak digunakan dalam dunia penerbangan. Sistem teknologi di dalamnya sudah modern. Reliable, dan mudah dalam perawatan.
"Teknologi Avionic N219 adalah teknologi termodern sekarang ini. Menggunakan glass cockpit dengan fitur synthetic vision untuk membantu pilot mendapatkan informasi navigasi yang akurat meskipun cuaca buruk,” kata Direktur Teknologi Pengembangan Rekayasa Dirgantara Indonesia, Andi Alisjahbana kepada VIVAnews pada April 2013 lalu.
Pesawat N219 asli 100 persen karya anak bangsa. N219 ini diharapkan bisa menggantikan pesawat Twin Otter yang sempat populer di era '70-80'an. Pesawat jenis itu telah usang. Tidak diproduksi lagi, meski beberapa kerap ditemui di Indonesia.