Menyoal Nihil Utang RI di IMF

Presiden Jokowi saat menerima kunjungan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo

VIVA.co.id - Pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) di ajang peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika menyisakan perbincangan publik. Di panggung internasional tersebut, Jokowi menyampaikan bahwa persoalan ekonomi dunia tidak hanya dapat diselesaikan oleh Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Asian Development Bank (ADB).

Pernyataan mantan wali kota Solo itu, yang menyebutkan Indonesia harus melepaskan diri dari ketergantungan IMF, mendapat kritik tajam dari mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden keenam RI itu pun merasa perlu meluruskan pernyataan Jokowi itu melalui akun pribadinya di Twitter.

"Saya harus mengatakan bahwa pernyataan Pak Jokowi tersebut salah. Indonesia sudah melunasi semua utang kepada IMF pada 2006 lalu," kata SBY dalam akun Twitter-nya, Selasa 28 April 2015.

Menurut SBY, saat itu, keputusan melepaskan diri dari ketergantungan terhadap IMF, diambil atas dasar tiga alasan. Pertama, perbaikan ekonomi Indonesia yang sudah membaik. "Ekonomi kita sudah tumbuh relatif tinggi, sektor riil mulai bergerak, fiskal kita aman, dan cadangan devisa cukup kuat," ujar SBY.

Kedua, keinginan untuk melepaskan diri dari dikte negara-negara donor. "Kita tidak lagi didikte dan minta persetujuan kepada IMF serta negara-negara donor (CGI) dalam pengelolaan ekonomi, termasuk penyusunan APBN," tuturnya.

Dan ketiga, agar Indonesia tidak lagi dipermalukan karena menjadi pasien IMF. Karena Indonesia tidak lagi menjadi pasien IMF. Bebas dari trauma masa lalu.

Kritik dari SBY itu pun kembali direspons oleh Jokowi, yang beralasan bahwa pernyataan yang disampaikannya hanya sebuah pandangan yang perlu didiskusikan lebih lanjut.

"Sebuah pandangan bahwa perlu sebuah tatanan keuangan global yang lebih baik, dan juga memperhatikan negara-negara miskin," tuturnya.

Maksud Jokowi, kedua lembaga keuangan dunia tersebut sebaiknya memberikan suntikan dana kepada negara yang membutuhkan, guna memberikan rangsangan untuk pertumbuhan ekonomi di negara yang membutuhkan dana.

"Kalau yang kurang juga diberikan suntikan, tetapi jangan yang memberatkan. Yang memberikan rangsangan untuk pertumbuhan ekonomi," ujarnya.