Selamat Datang di Palagan MEA Rakyat Indonesia

Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Sumber :
  • Istimewa
VIVA.co.id - Indonesia akan memasuki pasar bebas Asia Tenggara atau lebih dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 1 Januari 2016. Kesepakatan yang dilakukan oleh 10 negara anggota ASEAN pada 2007 itu akan menciptakan pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara. 

Tujuan dari diciptakannya MEA ini, berdasarkan piagam ASEAN adalah dalam upaya meningkatkan perekonomian kawasan dengan meningkatkan daya saing di kancah regional dan internasional agar ekonomi tumbuh merata. Juga meningkatkan taraf hidup masyarakat ASEAN. 

Konsekuensi diberlakukannya MEA yaitu liberalisasi perdagangan barang, jasa, tenaga terampil tanpa hambatan tarif dan non tarif. Akibatnya kompetisi perdagangan di ASEAN akan semakin ketat. 

Indonesia akan diserbu dengan arus bebas barang, arus bebas jasa, arus bebas investasi, arus bebas modal dan arus bebas tenaga kerja terampil. Demikian sebaliknya, Indonesia dapat menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara. 
 
Tidak hanya itu, MEA juga membuka pasar tenaga kerja profesional. Ada delapan profesi yang dibuka (free of skill labour) saat MEA mulai bergulir yaitu insinyur, arsitek, perawat, tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi, dan akuntan. Dibukanya delapan profesi tersebut untuk tenaga asing berpotensi mendorong peningkatan pengangguran dari kalangan terdidik.

Kesiapan Indonesia menghadapi MEA bisa menjadi peluang, tapi juga ancaman bagi Indonesia.

Presiden Joko Widodo menegaskan kesiapan dan optimisme Indonesia dalam menghadapi MEA. Jokowi meminta rakyat Indonesia tidak perlu takut menghadapi MEA. Bahwa seharusnya negara lain takut negaranya akan kebanjiran produk dan tenaga kerja dari Indonesia. 

Hal sama juga diutarakan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia mengatakan masyarakat, khususnya para pelaku usaha bisa memanfaatkan kesempatan besar di balik tantangan besar ini untuk capai perdagangan investasi di ASEAN ini. 

"Dengan diberlakukannya MEA, Indonesia punya peluang yang luas untuk mengembangkan potensi pasar ekspor, termasuk orientasi bisnis," kata Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, di Jakarta, Kamis 31 Desember 2015. 

Namun kekhawatiran dan pesimisme diungkapkan oleh sejumlah menteri kabinet kerja. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, tenaga kerja Indonesia hanya akan berprofesi sebagai pembantu rumah tangga di 'negeri orang'. Sedangkan negara tetangga seperti Filipina, justru tenaga kerjanya lebih baik dibandingkan dengan tenaga kerja dalam negeri.

"Kita household (pembantu rumah tangga). Filipina itu housekeeping yang kerjanya terima telpon, mengatur jadwal supir, dan bersihin tempat tidur. Kita akan bersaing di MEA nanti. Mau jadi apa orang kita. Tukang cuci piring?" ujarnya.

Ia mengatakan, akar dari permasalahan ini tak lain karena kurangnya konsumsi asupan gizi yang berkualitas. Dia menegaskan, di tengah era kompetisi seperti sekarang, perbaikan dari sisi seperti ini memang perlu dilakukan. Dengan demikian, para tenaga kerja Indonesia nantinya bisa bersaing juga dengan negara lain.

"Kemampuan kita dianggap kurang cepat dan kurang tanggap. Karena masyarakat tidak sempat menikmati makanan bergizi. Kita harus perbaiki ini. Pemerintah sudah pikirkan bagaimana mengejar kualitas, bukan kuantitas," kata Susi.

Menteri Perindustrian, Saleh Husin, juga tak memungkiri MEA akan mengancam beberapa sektor industri dalam negeri. Pasar elektronik akan dibanjiri oleh produk impor, seperti barang komponen elektronik, barang teknologi informasi, industri bahan baku, dan alat-alat rumah tangga. 

"Negara yang kemungkinan besar akan menyerang pasar Indonesia antara
lain yaitu Malaysia, Thailand, dan Singapura," kata Saleh ketika dihubungi VIVA.co.id di Jakarta, Rabu 30 Desember 2015.