Sindikat Bandung, Puncak Gunung Es 'Manisnya' Ginjal Ilegal

Sumber :
  • VIVA.co.id/Syaefullah

VIVA.co.id - Pekan lalu, Kepolisian meringkus tiga orang tersangka penjualan organ manusia. Para bramacorah tersebut selama ini menyaruk dengan melego ginjal manusia. Pengembangan kasus kemudian mengantarkan aparat hukum menelusuri bahwa sedikitnya sudah ada 15 orang yang menjadi korban perdagangan ginjal di Jawa Barat.

Lima hari setelah penangkapan sindikat penjualan organ tubuh manusia, Bareskrim Mabes Polri sudah memeriksa hingga 10 orang saksi. Menurut Kasubnit II Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum, Bareskrim Polri, AKP Chuck Putranto, polisi dalam hal ini akan menjemput bola, proaktif mencari tahu lebih banyak korban.

Pasalnya, jika hanya menunggu, maka probabilitas menemukan lebih banyak korban untuk menjadi saksi, bakal kecil. Para pendonor selama ini ditengarai bisa diancam jaringan perdagangan organ. Juga disesatkan bahwa mereka termasuk pelaku kejahatan hingga tak seharusnya melaporkan transaksi haram tersebut.

"Korban sudah diberitahu oleh para pelaku sebelumnya bahwa mereka dalam hal ini bisa dijadikan pelaku juga atau turut dalam melakukan. Jadi takut mereka," kata Chuck Putranto di Mabes Polri, Jakarta, Senin 1 Februari 2016.

Polri karena itu menyiapkan sejumlah tim yang dikirimkan ke Jawa Barat untuk menjangkau para korban yang diketahui termakan janji komplotan yang kini diamankan di Mabes Polri. Tak hanya itu, Polri bakal menjamin perlindungan dengan menggandeng Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar para bulan-bulanan sindikat tak cemas akan keselamatannya.

Pembongkaran sindikat transaksi ilegal ginjal ini dipublikasikan Mabes Polri pada 27 Januari 2016. Itupun sebenarnya diawali oleh adanya pelapor, pendonor yang merasa ditipu karena dibayarkan fulus tidak sesuai kesepakatan.  Laporan korban yang bernisial HLL itu dicatat dalam laporan polisi bernomor LP/43/2016/Bareskrim Polri pada tanggal 13 Januari 2016. Dari sana kemudian, aparat penegak hukum menelusuri kasus ini dan lalu berhasil mencokok AG dan DD hingga HS yang disebut sebagai salah satu otak Sindikat Bandung.

HLL dan korban lain diiming-imingi uang Rp225 juta hingga Rp300 juta untuk sebuah ginjal. Kenyataannya, setelah transplantasi dilakukan, ginjal itu hanya ditukar kurang dari sepertiga harga yang dijanjikan. Hanya Rp70 juta. Pula tak ada perawatan lanjutan bagi penyumbang ginjal.

Mabes Polri merilis modus sindikat itu bekerja. Setelah menemukan donor potensial, mereka ditawarkan uang ratusan juta rupiah dan perawatan untuk menjamin kesehatan penderma tak bakal terganggu. Untuk uang pangkal biasanya diberikan Rp10 juta hingga Rp25 juta. Apabila setuju, mereka akan melakukan tes di salah satu laboratorim di Bandung. Setelah itu para korban ditransfer ke Jakarta dan operasi cangkok ginjal itu akan dilakoni di rumah sakit di ibukota.  Belakangan, HS yang merupakan salah satu anggota sindikat mengatakan bahwa transplantasi dilakukan antara lain di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Meskipun HS mengatakan, dokter bedah dimungkinkan tak tahu asal-muasal ginjal yang dicangkokkannya pada tubuh si pasien.

Respon Rumah Sakit

Tak lama, RSCM merespon pemberitaan itu. Pihak rumah sakit tak terima bahwa rumah sakit ternama yang cikal bakalnya dijejaki sejak era STOVIA itu dibawa-bawa. Pihak rumah sakit yang pada sejarahnya digagas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) tersebut mengatakan RSCM punya prosedur ketat dalam hal pencangkokan ginjal. Direktur Utama RSCM, C. H. Soejono mengatakan, untuk menjadi pendonor, maka ada tahapan yang dilalui bukan main-main. Tahapan diawali dengan penyaringan oleh Tim Transplantasi Advokasi Ginjal dan calon pendonor akan diwawancara oleh psikiatri. Dan pasti, tes kesehatan juga wajib dilakukan kepada calon pemberi ginjal.
 
"Di dalam wawancara itu dilakukan eksplorasi, harus diketahui sudah dewasa atau belum. Akan diperiksa secara intelektual dan kognitif dia bisa mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Wawancara itu hanya bisa dilakukan tenaga profesional," kata C.H. Soejono di Lobi Utama RSCM, Jakarta, Jumat 28 Januari 2016.

Dirut tersebut juga mengatakan tak segan-segan bakal memecat para medikusnya bila diketahui terlibat dalam perdagangan organ manusia seperti yang dituduhkan sindikat Bandung. Tak hanya pemecatan, izin praktik dicabut dan dipolisikan untuk  mempertanggung jawabkan secara hukum.

Kasus perdagangan organ tubuh manusia sendiri masuk dalam tindak pidana perdagangan manusia. Hukum Indonesia termasuk yang meratifikasinya melalui Undang-Undang (UU) Nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).  Dalam pasal 2 ayat 1 dimuat perihal tindak pidana dan hukumannya.

"Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)” demikian isi pasal 2 ayat 1 tersebut.

Sementara Badan PBB, United Nations Global Initiative to Fight Human Trafficking (UN Gift) menyebut kejahatan perdagangan manusia merupakan kejahatan terencana dan terorganisir. Menurut UN Gift, ada 3 elemen dalam tindak pidana perdagangan manusia ini. Yang pertama yaitu perekrutan hingga pemindahan korban ke lokasi tertentu. Kedua, elemen cara yaitu dilakukan dengan iming-iming penipuan hingga ancaman. Ketiga, bertujuan untuk menjual manusia untuk dipekerjakan, dieksploitasi secara seksual maupun diambil organ tubuhnya. Jika merujuk pada hal-hal di atas, maka sepak terjang Sindikat Bandung tak lain lagi memang kejahatan perdagangan manusia.

Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti lalu meresponi perihal terbongkarnya sindikat kejahatan ini. Dia menjelaskan lebih sederhana alasan Sindikat Bandung diproses dengan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang. Kata Badrodin, apabil ginjal tersebut dibeli langsung oleh konsumen atau untuk diri sendiri maka bukan kejahatan. Namun dalam praktek ini, ginjal-ginjal itu kemudian menjadi obyek sejumlah penjahat meraup “faedah” sekaligus merugikan orang lain.

"Tapi kalau dijual belikan, kamu (ginjal kamu) saya beli, kemudian dikasih ke pendonor harganya kamu kasih Rp70 juta, begitu dijual Rp300 juta itu sudah melanggar hukum," kata Badrodin Haiti pada Jumat 29 Januari 2016.

Sayangnya, orang nomor satu di Kepolisian itu tak merincikan pencegahan hingga pengawasan yang layak dilakukan penegak hukum untuk menghempang aksi jaringan para penadah organ. Malah menurutnya wewenang pengawasan dan pencegahan ini ada di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

"Ya silakan Kemenkes yang menangani pengawasannya," kata mantan kapolda Jawa Timur tersebut.

Bola isu ini kemudian bergulir ke Kementerian Kesehatan. Menteri Kesehatan, Nila Farid Moeloek mengatakan, tingginya permintaan ginjal untuk pencangkokan tak ayal menjadi alasan maraknya perdagangan organ tubuh manusia di Indonesia. Nila mengatakan setidaknya 2 juta orang Indonesia saat ini mengalami gagal ginjal. Hal tersebut bisa dipicu berbagai penyakit mulai hipertensi hingga diabetes.

Hanya, respon Nila juga tergolong normatif. Padahal kasus ini sudah menjadi bual-bualan kejahatan terorganisir yang ditengarai melibatkan para medis dan lembaga kesehatan. Dia hanya menyarankan agar para calon donor memprioritaskan ginjal dari pihak keluarga. Tak hanya itu, menkes lebih memilih sekadar memberikan imbauan perlunya masyarakat hidup sehat. Dengan begitu katanya, mereka terhindar dari segala penyakit yang mengharuskan hemodialisis.

“Sekali lagi saya bilang kenapa gagal ginjal, karena perilaku masyarakat juga. Kami imbau cara hidup yang baik agar tidak gagal ginjal. Terlalu banyak yang gagal ginjal. Di Indonesia itu sendiri angkanya kurang lebih sekitar dua juta orang dan itu banyak yang melakukan cuci darah di BPJS tinggi sekali," kata Nila Moeloek sebagaimana dirilis VIVA.co.id pada Minggu 31 Januari 2016.

Bila ditelusuri, motif para donor termakan iming-iming sindikat tak jauh dari ekonomi. Meskipun tak lalu mereka memperoleh uang sebagaimana yang sudah “deal”.  Pada awal terbongkarnya kasus ini, Kepala Subdit III, Dirtipidum Bareskrim Polri, Kombes (Pol) Umar Surya Fana mengatakan para mangsa kebanyakan adalah pekerja kasar di wilayah Jawa Barat. Dari orang-orang kecil itu, sindikat bisa “memakan” hingga Rp110 juta perorang. Dengan kerja kasar yang dilakukan selama ini, mereka karena itu ditengarai seharusnya tak cocok dengan profil pendonor ginjal yang ideal.

"Mekanisme pengambilan organ sudah dilanggar karena sebelum proses harusnya wawancara dulu. Terutama soal kerjanya, pekerja kasar harusnya enggak boleh mendonorkan ginjalnya," kata Surya Fana.

Kampung Ginjal

Setahun silam, kasus penjualan organ ginjal pernah disoroti dunia internasional. Hidup di bawah garis kemiskinan, penduduk Desa Hokse di Nepal berpenduduk yang hampir seluruh orang dewasanya hanya berginjal tunggal. Tuntutan ekonomi membuat penduduk sekampung jadi incaran sindikan perdagangan manusia.

Dijuluki Kampung Ginjal, desa ini kerap disambangi para “agen” yang mengincar salah satu buah pinggang setiap penduduknya. Para penjahat melakukan kebohongan bahwa ginjal bisa tumbuh kembali setelah didonorkan. Praktek ilegal yang terungkap pada Februari 2015 ini diperkirakan sudah memakan korban ribuan orang dan ditaksir menadah hingga 10 ribu ginjal ke pasar gelap.

Berkaca pada kasus di atas, tak mustahil hal sama bisa bisa terjadi di Indonesia. Apalagi jumlah belasan itu masih sedikitnya korban yang mengaku. Sebagaimana hukum ekonomi “supply and demand”, merujuk pada tingginya permintaan ginjal seperti yang dipaparkan Menkes Nila, maka korban-korban lain tak ayal tersebar di Jawa Barat. Itu pula yang membuat Kepolisian masih terus mengembangkan kasus ini. Jangan sampai 15 orang korban itu hanya puncak gunung es dari bongkahan besar yang belum tersingkap.