Ketika Teror Sianida Jadi Ancaman Baru Bagi Polisi

Ilustrasi keracunan.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Belum lama ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kasus pembunuhan seorang wanita cantik berusia 27 tahun, Wayan Mirna Salihin. Kasus itu memang tak biasa karena si pembunuh menggunakan racun mematikan bernama sianida.

Racun itu dituangkan ke dalam kopi yang Mirna pesan lewat temannya, Jessica Kumala Wongso. Polisi menemukan setidaknya ada 15 gram sianida di kopi tersebut. Jumlah tersebut terbilang sangat banyak karena 90 miligram saja sudah bisa mematikan manusia.

Kekhawatiran akan bahaya racun tersebut memang bukan tanpa alasan. Fakta yang kemudian terjadi, tidak sampai tiga menit, Mirna langsung kejang-kejang dan kemudian tewas usai meminum kopi yang sudah tercampur sianida.

Peristiwa di Jakarta itu menjadi pelajaran bagi Polda Jawa Timur. Mereka lantas menerbitkan surat telegram rahasia (TR) yang isinya meminta seluruh anggota Polri mewaspadai operasi kelompok teroris dengan menggunakan racun sianida.

Dalam surat itu disebutkan, operasi teroris tersebut memang meniru kasus racun dalam kopi yang membunuh Wayan Mirna Salihin di Olivier Kafe, Grand Indonesia, Jakarta.

TR bernomor STR/II/2016/Roops itu dikeluarkan berdasarkan instruksi Kapolri, Jenderal Badrodin Haiti kepada seluruh Kapolda di Indonesia. Oleh Polda Jatim, TR dikirimkan ke seluruh Polres di bawahnya. Semua jajaran Polri juga diminta waspada ketika membeli minuman dan makanan di luar.

Awalnya, konfirmasi mengenai kabar tersebut cukup sulit didapat. Kapolda Jatim, Inspektur Jenderal Polisi Anton Setiadji, dan Kepala Bidang Humas Komisaris Besar Polisi RP Argo Yuwono tak berhasil dimintai keterangan.

Sumber anggota Polri di lingkungan Polda Jatim yang membenarkan terbitnya TR dari Kapolda Jatim, terkait adanya rencana serangan kelompok teroris melalui racun dengan sasaran anggota polisi itu.

"Iya, benar," kata perwira berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi itu.

Tanggapan resmi akhirnya diberikan oleh Kepala Bidang Humas Polda Jatim, Komisaris Besar Polisi RP Argo Yuwono. Ia membenarkan adanya Surat Telegram Rahasia ke Kapolda Jatim tersebut.

"TR itu memang ada, tetapi itu khusus internal Polri. Tidak usah dibesar-besarkan. Hanya untuk meningkatkan kewaspadaan anggota saja dalam bertugas," kata Argo kepada VIVA.co.id, Minggu, 14 Februari 2016.

Namun, Argo enggan menjelaskan rinci latar belakang terbitnya TR tersebut. Termasuk soal apakah benar kelompok teroris terinspirasi kasus pembunuhan terhadap Mirna.

Polisi Target Utama

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengakui telah menginstruksikan semua jajarannya agar waspada terhadap ancaman kelompok teroris yang menggunakan racun sianida sebagai senjata baru. Langkah itu dia tempuh dengan dasar yang kuat dan bisa dipertanggungjawabkan.

"Dari informasi intelijen," kata Badrodin Haiti di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 15 Februari 2016.

Badrodin tak memungkiri, kasus yang menimpa Mirna bisa terjadi kepada anggota kepolisian. Tentu saja, ia akan melakukan usaha yang maksimal untuk mencegahnya.

"Bisa saja itu terjadi, makanya saya katakan ancaman terhadap anggota Polri bisa dengan bom, penembakan, bisa saja dengan senjata tajam, bisa saja dengan racun. Semua bisa dilakukan," katanya.

Dari catatannya, serangan terhadap anggota polisi dengan menggunakan racun ternyata sudah pernah terjadi. Saat itu menimpa anggota Polsek Kemayoran. Meskipun, racun tersebut belum sempat tertelan oleh anggota polisi tersebut.

"Belum sampai terjadi," katanya.

Oleh karena itu, mantan Kapolda Jawa Timur itu menyampaikan kepada seluruh jajaran anggota Polri harus lebih waspada terhadap makanan, minuman, yang di kantin. Hal ini sebagai langkah antisipasi terhadap kelompok teroris tersebut. Apalagi, sasaran utama teroris saat ini adalah anggota Polri.

"Beberapa kali sudah saya sampaikan target teroris ini terutama kelompok Indonesia adalah Polri," ujar Badrodin.

Mabes Polri menginstruksikan seluruh anggota Kepolisian di Indonesia untuk lebih waspada mengenai ancaman teroris yang menggunakan zat sianida.

Meskipun sasaran utama adalah Polri, Kepala Bagian Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Polisi Suharsono mengingatkan masyarakat luas juga tak kalah hati-hati. Ia mengimbau mereka untuk meningkatkan kewaspadaan.

"Kami yang disasar untuk meningkatkan kewaspadaan dan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan hal-hal tadi," kata Suharsono dalam acara Kabar Pagi di tvOne, Rabu, 17 Februari 2016.

Suharsono menegaskan bahwa sasaran kelompok teroris adalah semua kalangan. Dugaan modusnya, unsur sianida dicampurkan ke makanan atau minuman.

Namun teroris dengan bahan peledak dan senjata api juga akan diantisipasi penegak hukum. Bentuk kewaspadaan itu sudah dilakukan oleh jajaran Kepolisian di Tanah Air.

"Berbagai cara teman-teman kami di lapangan, mungkin makan di warung dia (langganannya), catering juga memang yang sudah kenal," kata dia lagi soal antisipasi potensi teror sianida itu.

Sayangnya Suharsono belum bisa menyimpulkan soal kelompok teror yang berencana melakukan aksi terorisme dengan menggunakan zat arsenik tersebut.

"Siapa yang bermain di baliknya, kalau kami belum mendapatkan, kami menduga-duga," katanya.

Bukan Modus Baru

Isu penggunaan racun sianida itu juga membuat Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian, angkat bicara. Menurut Tito, aksi teror tersebut bukan merupakan modus baru kelompok teroris.

"Informasinya ada sekelompok teror mau gunakan racun. Itu bukan modus baru. Dulu tahun 2009-2010 pernah kami tangkap dan divonis. Dia (pelaku) masukin minuman racun di satu Polres di Jakarta Pusat. Sudah ditangkap dan sidang terbuka," kata Tito, Rabu, 17 Februari 2016.

Ketika ditanya apakah Polda Metro Jaya mendapat TR yang sama dengan Polda Jawa Timur, Tito menjawab tidak menerima. Namun, ia mengakui mendapatkan info dari Datasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror perihal teror sianida tersebut.

"Saya tidak terima telegram. Saya hanya terima info dari Densus. Antisipasi sudah kami sampaikan ke anggota," katanya.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan, mengakui ada potensi teror racun sianida kepada aparat keamanan. Namun, Luhut menegaskan siap untuk menghadapinya.

"Bisa saja pola itu ada dan semua kemungkinan sudah kami antisipasi," kata Luhut di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 16 Februari 2016.

Luhut tak ingin isu tersebut kemudian menjadi ancaman nasional. Meskipun, ancaman bisa muncul di mana saja dan berpindah-pindah.

"Segala macam bentuk ancaman itu sudah kami hitung, dan kami sudah siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan," katanya lagi.

Luhut pun menuding jejaring kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia yang menebar ancaman penggunaan racun sianida kepada kepolisian.

"Memang kita dapat (temuan). Dari hasil komunikasi mereka (teroris) bahwa ada alternatif (serangan) seperti kasus Jessica ini bisa digunakan juga. Bisa gunakan sianida meracuni banyak makanan," kata Luhut di gedung Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Senin 15 Februari 2016.

Untuk itu, Luhut mengingatkan kepada seluruh pihak agar berhati-hati, tidak hanya anggota kepolisian, terhadap modus baru serangan teror ISIS di tanah air.

"Ini berbahaya juga. Kita harus hati-hati melihat lingkungan masing-masing," ungkap mantan Kepala Staf Kepresidenan tersebut.

Juru bicara Presiden Jokowi, Johan Budi Sapto Pribowo, mengakui ancaman racun sianida tidak bisa dibiarkan begitu saja. Polri memang harus mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

"Tentu kewaspadaan harus ditingkatkan dan Presiden tentu menyerahkan sepenuhnya pada Kapolri langkah-langkah yang perlu diambil," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, mendukung upaya Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Sebab, instruksi itu memang berdasarkan data intelijen yang didapat oleh Polda Jatim.

"Disampaikan bahwa ada upaya-upaya rencana dari teroris itu akan menyerang target dengan sianida," kata Hasanuddin kepada VIVA.co.id.
Hasanuddin mengatakan, sekarang ini yang menjadi target utama adalah polisi. Untuk itu, mereka harus siap sedia.

"Jadi pernyataan Kapolri itu saya kira relevan. Itu jadi warning. Tetapi juga mungkin untuk siapa saja yang bukan anggota Polri juga harus waspada," katanya.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu tak sependapat jika langkah Kapolri disebut sebagai ketakutan yang berlebihan.

"Nggaklah, ini kan kewaspadaan, untuk meningkatkan kewaspadaan," ujarnya.

Hasanuddin mengungkapkan, TR itu bukan hanya soal sianida, tapi juga segala cara dan alat termasuk pisau, sangkur, bayonet. Ia juga membantah langkah tersebut juga karena takut terhadap kasus yang menimpa Mirna.

"Nggak tuh. Itu dari Polda sudah ada warning, bahwa di dalam sebuah, ada dokumen yang ditemukan baru-baru ini, teroris akan menyerang dengan apa saja," tuturnya.

Untuk ke depan, Hasanuddin berharap polisi melakukan sweeping senjata, baik api maupun tajam. Selain itu, dia menyarankan agar penjual sianida ditutup saja.

"Ya polisi juga harusnya waspada, jangan terima minuman sembarang asal begitu. Ya konsekuensi dari petugas keamanan ya seperti ini. Akan dapat perlawanan dari teroris. Ya kita harap mereka jangan takut, tapi tetap semangat, mengejar teroris," kata Hasanuddin.

Arahan Osama Bin Laden

Pengamat terorisme, Al Chaidar, menyatakan bahwa ancaman penggunaan racun oleh kelompok teroris sudah pernah muncul pada tahun 2007 dan 2012. Menurutnya, saat itu memang pemimpin Al Qaeda, Osama Bin Laden memberikan arahan khusus.

"Mereka melatih orang-orang yang bergerak di bidang restoran," kata Chaidar kepada VIVA.co.id.

Chaidar mengatakan, kelompok Osama kemudian meracuni tentara-tentara Afghanistan. Meskipun demikian, untuk kasus di Indonesia, aksi mereka belum pernah berhasil karena susah mengakses orang-orang yang bisa menaruh racunnya.

"Mereka pun belum pernah tertangkap, tapi mereka rencanakan. Ini (teror racun sianida) baru terdengar lagi sekarang," ujarnya.

Chaidar menilai apa yang dilakukan kepolisian dengan mengirim TR ke seluruh jajarannya mengenai sianida itu sudah terlambat. Padahal, sebenarnya memang sudah lama para teroris berniat menggunakan senjata biologis atau kimia. Namun begitu, ia tetap mengapresiasi.

"Saya kira langkah itu tepat. Karena, ada beberapa daerah yang mereka incar, terutama polisi. Jadi bukan hanya Jakarta, tapi juga Bali, Medan, Surabaya, Makassar, Kalimantan Timur dan daerah basis mereka lainnya.

Walaupun belum pernah berhasil, Chaidar tetap mengingatkan bahwa para teroris itu tetap bisa menjalankan rencana terornya dengan menggunakan senjata konvensional seperti selama ini, dari bom bunuh diri sampai pada senjata api.

Chaidar juga turut memberikan saran agar polisi dan masyarakat umum terhindar dari teror racun sianida. Pertama, sebaiknya jangan sering duduk di warung kopi restoran yang tidak terpercaya.

"Harus kembali ke rumah. Makan di rumah lagi. Ancaman terorisme ini harus membuat kita kembali menguatkan institusi rumah tangga," ujarnya.

Kedua, polisi dan pemerintah harus melarang atau setidaknya memperketat penjualan sianida di toko-toko kimia biasa. Jangan sampai mudah diakses oleh masyarakat luas.

"Itu untuk kebutuhan tambang, laboratorium dan sebagainya. Diperketat, jangan sampai bisa diakses toko-toko kimia biasa," katanya.

Kemudian ketiga, kepolisian perlu melakukan upaya yang bisa membuktikan mereka layak disegani. Sehingga membuat para teroris menjadi ragu saat akan menyerang mereka.

Misalnya, menjalankan tugas dengan baik, tidak semena-mena, melanggar hukum, tidak bertindak represif terutama terhadap kelompok teroris. Mereka juga bisa menampilkan seorang polisi yang sederhana, bekerja selain untuk negara juga mencari nafkah demi keluarganya.

"Polisi yang humanis. Tindakan brutal hanya akan menambah kebencian kelompok teroris dan menguatkan motif mereka untuk menyerang," tuturnya.