AS Membangkang, Israel Meradang

Pertemuan Presiden AS, Barack Obama, dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Gedung Putih, beberapa tahun silam. Hubungan kedua pemimpin itu dikenal kurang harmonis meski AS dan Israel dikenal bersekutu erat sejak lama.
Sumber :
  • REUTERS/Jason Reed

VIVA.co.id – Hubungan mesra Israel dan Amerika Serikat yang telah dibina selama hampir 70 tahun terancam kandas. Penyebabnya adalah Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa Nomor 2334 telah disetujui dan disahkan pada Jumat, 23 Desember 2016 di Markas Besar PBB, New York, AS.

Isi resolusi tersebut menegaskan bahwa Israel harus mengakhiri pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang telah direbutnya dari Palestina dalam Perang Enam Hari pada 1967.

Artinya, Israel tidak memiliki legalitas hukum dan melanggar hukum internasional dalam membangun permukiman. Bahkan, dalam pemungutan suara (voting), sebanyak 14 suara menyatakan dukungan serta satu suara abstain.

Nah, satu suara inilah yang membuat Israel meradang tak karuan. Seperti diketahui, anggota DK PBB terdiri dari 15 negara, di mana lima memiliki hak veto (AS, Rusia, China, Inggris dan Prancis) serta 10 merupakan anggota tidak tetap yang dipilih setiap dua tahun sekali.

Suara abstain itu adalah AS. Ya, Paman Sam tidak menggunakan hak vetonya dalam pemungutan suara. Andai saja melakukannya, maka gugurlah resolusi tersebut dan Israel, atas nama hukum, melenggang-kangkung menggusur warga Palestina dari tanah kelahirannya.

Toh, faktanya tidak demikian. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sampai menyebut pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, membuat keputusan yang "memalukan".

Ancaman pun datang seperti “gelombang tsunami.” Ia mengancam bakal meninjau ulang kembali hubungan mesranya dengan AS seiring dengan akan berakhirnya masa kepemimpinan Obama Januari 2017.

Tak hanya itu, pembangkangan AS ini membuat Netanyahu dengan tegas menyatakan menolak resolusi tersebut. Memang, pemungutan suara DK PBB dilangsungkan setelah Israel mengeluarkan undang-undang yang mengesahkan pembangunan pemukiman Yahudi di sejumlah wilayah Palestina.

“Israel menolak resolusi anti-Israel yang memalukan dari PBB ini. Kami tidak akan mematuhi aturannya,” kata Netanyahu, seperti dikutip kantor berita Reuters. Selain AS, PBB juga kena semprot Israel.

Netanyahu menyiratkan bahwa Israel kemungkinan akan memutuskan hubungan dengan PBB. Ia kembali menegaskan telah memerintahkan agar aliran dana 30 juta shekel (sekitar Rp105 miliar) dihentikan bagi lima badan PBB yang "bersikap sangat memusuhi". 

Kabinet Israel telah menyatakan tekad untuk bereaksi dengan mencaplok secara penuh wilayah-wilayah pemukiman, yang termasuk wilayah Palestina. Namun demikian, keputusan “luar biasa” AS ini patut pula diacungi jempol. Tindakan ini menjadi kado pahit bagi Israel dari Obama yang sebentar lagi lengser.

Sikap Indonesia

AS punya alasan khusus mengapa tidak mendukung Israel dari tekanan Resolusi DK PBB kali ini. Menurut Duta Besar AS untuk PBB, Samantha Power, resolusi itu mencerminkan fakta di lapangan bahwa jumlah permukiman Israel telah meningkat.

”Masalah pemukiman yang sudah jauh lebih buruk, bahwa itu mengancam solusi dua-negara,” katanya, seperti dikutip situs Reuters. Sikap tambeng Obama ini pernah diutarakan oleh Guru Besar Politik dari Lake Forest College, Chicago, AS, Ghada Hashem Talhami.

Ia pernah bilang, dunia internasional memiliki harapan besar terhadap Presiden Obama untuk menekan Israel di Palestina. Meski diakui harapan itu mungkin saja sirna.

"Obama dianggap bisa menentukan sikap yang berbeda terhadap Israel. Setidaknya membatalkan pembangunan pemukiman di wilayah pendudukan. Masih ada waktu bagi pemerintahan Obama untuk bertindak 'sedikit berani' terhadap Israel sebelum masa jabatannya berakhir," ungkapnya, dikutip situs Sputniknews.

Tak ayal, Netanyahu pun dalam waktu akan mencari perlindungan dari Presiden AS terpilih, Donald Trump. Selama kampanye Trump selalu menunjukkan 'itikad baik' kepada Netanyahu, termasuk mendukung Yerusalem sebagai ibu kota Israel menggantikan Tel Aviv. Dalam cuitannya di akun Twitter, Trump mengaku sedih dengan hasil Resolusi DK PBB tersebut.

"PBB memiliki potensi besar. Tapi sekarang mereka (PBB) hanyalah sebuah klub tempat orang-orang berkumpul, bercengkerama dan menyia-nyiakan waktu. Sedih saya jadinya!" ujar Trump. Tak cuma itu saja, taipan properti New York itu juga dirayu agar mau memberikan paket bantuan militer kepada Israel sebesar US$38 miliar.

Hasil resolusi ini tentu disambut positif oleh Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri sangat mengapresiasi dukungan mayoritas negara anggota DK PBB tanpa adanya veto.

Hal ini menunjukkan keberhasilan dan kepemimpinan DK PBB dalam menjalankan mandat, sesuai Piagam PBB untuk perdamaian dan keamanan internasional. Terlebih, komitmen untuk mendorong penyelesaian konflik Palestina dan Israel dapat direalisasi.

Resolusi Dewan Keamanan PBB tersebut menegaskan kembali bahwa pembangunan permukiman ilegal di wilayah Palestina yang dijajah Israel sejak 1967, tidak memiliki legalitas hukum dan melanggar hukum internasional.

"Ini menjadi hambatan utama terciptanya solusi dua negara (two–state solution), serta perdamaian yang komprehensif, adil dan berkelanjutan," bunyi keterangan pers Kemlu.

Untuk itu, DK PBB menyerukan agar Israel segera menghentikan segala bentuk aktivitas pembangunan permukiman. Indonesia memandang pengesahan resolusi tersebut sangat tepat waktu, mengingat dunia mulai abai akan masalah Palestina. Isu permukiman ilegal Israel merupakan salah satu isu utama (core issues) yang menjadi hambatan dalam proses perdamaian Palestina-Israel.

'Keroyok' Israel

Oleh karena itu, Indonesia mendukung penuh implementasi Resolusi DK PBB serta menyerukan dukungan kepada semua negara anggota PBB agar dapat mempertahankan kelangsungan “two-state solution” sebagai satu-satunya penyelesaian konflik Palestina dan Israel.

Tak hanya Indonesia, Palestina dan beberapa negara pun bersuka cita atas keluarnya resolusi tersebut. Bahkan, 'internal' Israel pun ada yang mendukung penuh keluarnya resolusi ini.

Adalah BTselem, salah satu organisasi terbesar di Israel yang mendukung hak-hak asasi manusia, langsung menyambut baik keluarnya Resolusi DK PBB.

Menurut mereka, Resolusi DK PBB ini merupakan penegasan internasional bahwa pembangunan pemukiman Israel adalah tindakan ilegal, dan membahayakan hak-hak asasi manusia rakyat Palestina.

Selain itu, mereka juga menegaskan bahwa resolusi ini bukan 'anti-Israel', melainkan resolusi yang berimbang dan menentang pendudukan. Organisasi Kerja sama Islam, Parlemen Arab dan Liga Arab, secara bersama-sama menekan rezim Zionis Israel untuk mematuhi resolusi.

Meshaal Al Sulami, Ketua Parlemen Arab mengumumkan, DK PBB sudah mengambil langkah penting dalam upaya merebut kembali hak bangsa tertindas Palestina dan menunjukkan bahwa perjuangan rakyat Palestina sudah mulai membuahkan hasil.

Ahmed Aboul Gheit, Sekjen Liga Arab berharap langkah DK PBB itu dapat membantu upaya Perancis untuk menggelar konferensi internasional perdamaian pada Januari 2017, juga dimulainya proses politik yang diikuti oleh seluruh pihak guna mengakhiri pendudukan rezim Israel dan upaya mewujudkan rekonsiliasi antara Palestina dan Israel.

 

(ren)