Pansus Angket KPK, Siapa yang Takut?

Ilustrasi Pimpinan DPR saat memulai sidang paripurna pembentukan pansus hak angket KPK.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA.co.id – "Kalau dikembalikan, habis saya sama kawan-kawan saya di DPR," ujar Miryam Haryani seperti ditirukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dalam pemeriksaan pada 24 Januari 2017.

Secara tak sengaja mantan anggota Komisi II DPR ini mengungkap ketakutannya. Maklum pusara korupsi e-KTP pada tahun 2011-2012 yang kini membelit Miryam itu diakui memang bukan kasus seharga nasi bungkus.

Setidaknya ada uang Rp2,3 triliun dikabarkan melipir ke dompet para dewan. "Ini kasus (korupsi) yang terbesar yang pernah ditangani KPK," ujar Peneliti Indonesia Corruption Watch Tama S Langkun.

Nama Miryam, sebelumnya muncul ketika ia menjadi saksi lantaran namanya disebut para terdakwa kasus korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto.

Sosok politikus Partai Hanura ini memang mengetahui betul bagaimana skema alur duit korupsi e-KTP. Itu ditunjukkan Miryam dalam keterangannya ketika diperiksa oleh KPK.

Atas itu, kesaksian Miryam di kasus e-KTP memang benar-benar penting. Sebab nyanyiannya bisa mengurai siapa di balik bobroknya proyek nasional senilai Rp6 triliun tersebut.

Namun demikian, entah mengapa secara mengejutkan Miryam malah membantah semua keterangannya. Ia berdalih dalam tekanan ketika diperiksa. Singkatnya apa yang disebut Miryam, soal siapa saja yang menerima uang e-KTP adalah keterangan ngawur.

Sejak itu, usai sidang pada 27 Maret 2017, ulah Miryam berbuntut panjang. Sikapnya yang berbalik arah malah memunculkan drama baru.

FOTO: Miryam S Haryani, tersangka keterangan palsu oleh KPK

 

KPK pun menetapkannya sebagai tersangka pemberian keterangan palsu. Ia dijerat dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang UU Tindak Pidana Korupsi.

Miryam pun terancam hukuman paling singkat 3 tahun penjara dan maksimal 12 tahun penjara.

Penyidik KPK pun melihat gelagat itu. Ketakutan Miryam ketika diperiksa bahwa ada yang mengancam seperti terbukti. Mereka yang bermain di belakang bancakan e-KTP seperti hendak menjadikan Miryam sebagai martir.

"Dia disuruh beberapa orang di DPR untuk tidak mengakui fakta, menerima uang dan bagi-bagi uang," ujar penyidik KPK.