Teror Eropa dan Utopia Perdamaian
- REUTERS/Neil Hall
VIVA.co.id – Senin 19 Juni 2017, waktu menjelang isya di Virginia, Amerika Serikat, Nabra Hassanen, seorang remaja Muslimah mungkin tak pernah menduga, itu adalah hari terakhirnya.
Ia baru saja keluar dari masjid untuk berbuka puasa di sebuah restoran bersama sekitar 15 teman-temannya. Tiba-tiba, rombongan remaja ini bertemu dengan seorang pengendara mobil. Entah apa yang terjadi, kelompok remaja ini terlibat pertengkaran. Pengemudi mengamuk, ia masuk ke mobilnya dan mengeluarkan tongkat kasti.
Belasan remaja itu berhamburan. Nabra Hassanen tertinggal. Dan, itulah terakhir kali teman-temannya melihat gadis berkerudung itu. Esoknya, ia ditemukan tewas di sebuah danau.
Polisi sudah menangkap Darwin Martinez Torres, seorang pemuda berusia 22 tahun, pengemudi mobil yang terlibat pertengkaran dengan Nabra dan teman-temannya. Polisi mengatakan, sejauh ini mereka tak menemukan bukti bahwa pembunuhan pada Nabra adalah hal yang terkait dengan kebencian SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).
Kasus itu adalah pertengkaran biasa dan Darwin kalap hingga melakukan pembunuhan.
Tetapi, penjelasan polisi ditolak Sawsan Gazzar, ibu korban. "Saya pikir, itu berkaitan dengan cara dia berpakaian, dan fakta bahwa dia adalah seorang Muslim," ujarnya seperti dikutip dari Washington Post, Rabu 21 Juni 2017.
Hanya selisih sehari dengan serangan pada Nabra Hassanen dan teman-temannya, sebuah serangan kepada Muslim terjadi di London. Sebuah minibus, secara sengaja menabrak jemaah yang baru selesai melakukan salat tarawih di masjid Finsbury Park. Satu orang meninggal dan 10 lainnya luka-luka.
Abdul Rahman, seorang saksi mata mengatakan, ia mendengar supir minibus itu berteriak menyebutkan, "ingin membunuh semua Muslim." Pengemudi berusaha melarikan diri, tetapi kerumunan massa berhasil menangkapnya.
Dewan Muslim Inggris, The Muslim Council of Britain (MCB) mengatakan, kejadian ini terkait insiden Islamophobia. Dan, ini adalah kejadian yang paling keras yang mereka terima. Organisasi tersebut meminta pemerintah meningkatkan keamanan di luar masjid-masjid di Inggris.
"Kami mengalami berbagai teror. Bom molotov dilempar ke masjid-masjid dan Muslim diserang. Inilah sesuatu yang terjadi dan meningkat sejak lama dan kami berada di situasi di mana lebih 50 persen penduduk Inggris merasa Islam adalah ancaman bagi peradaban Barat. Lebih dari 30 persen anak-anak beranggapan Muslim mengambil alih Inggris," ujar dewan tersebut seperti dikutip dari BBC, 19 Juni 2017.
Dominic Casciani, wartawan BBC di London juga mengakui, meningkatnya intensitas serangan pada Muslim. "Ancaman dari kelompok ekstrem kanan meningkat tahun-tahun terakhir ini, sampai bulan Maret tahun ini, 16 persen penahanan akibat teror diklasifikasikan sebagai ekstremisme dalam negeri. Dan, pelakunya melakukan tindak kekerasan mencari target Muslim yang jelas, seperti masjid-masjid," ujarnya.
Berikutnya, serangan ISIS>>>