Menanti Teknologi Bangkit dari Mati

Cryogenic di Alcor
Sumber :
  • Alcor

VIVA.co.id – Mengambil latar waktu 2032, seorang kriminal bernama Simon Phoenix keluar dari tabung yang berfungsi mengawetkan tubuhnya sejak 1996. Bersama dengan sang kriminal, ada Sersan Polisi John Spartan yang juga dihidupkan kembali kemudian untuk melawan musuh bebuyutannya itu.

Anda masih ingat kan film berjudul Demolition Man yang dibintangi Wesley Snipes, Silvester Stallone dan Sandra Bullock itu? Ya, di dalamnya diceritakan bahwa proses pengawetan manusia itu dilakukan melalui metode pembekuan cryogenic. Di masa kini, istilah Cryogenic kembali booming setelah banyak orang yang mendaftar untuk mengawetkan jasad tubuhnya saat mati nanti. Namun bedanya, jika Phoenix diawetkan dalam keadaan masih hidup, Cryogenic yang ada saat ini hanya menerima jasad yang sudah mati, tak lebih dari satu jam, untuk diawetkan menggunakan liquid nitrogen.

Dosen Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor, Berry Juliandi, mengatakan bahwa proses pengawetan ala Cryogenic ini bukanlah hal yang mudah. Diperlukan langkah-langkah dan persiapan yang baik sebelum diawetkan.

“Persiapan itu harus maksimal agar kerusakan sel-nya minimal. Soalnya pengawetan jasad manusia dengan liquid nitrogen bisa menimbulkan kerusakan. Salah satunya karena air pada sel dapat mengkristal dan menghancurkan sel,” ujar pria yang dikenal sebagai ahlinya sel punca dan juga anggota Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia (AIMI).

Meski sebagian orang kepincut dengan pengawetan canggih dan gagasan ‘orang mati yang bisa hidup kembali’ banyak juga ilmuwan yang menganggap Cryogenic sebagai hal yang sia-sia. Walau ada yang sedikit percaya namun mereka yakin teknologi tersebut akan ditemukan setidaknya berabad-abad ke depan. Seperti halnya Berry.  Menurut dia, belum kelihatan adanya teknologi yang bisa membuat mahluk bisa hidup kembali di masa depan.

“Tapi kalau untuk pengawetan secara cryogenic (mahluk yang masih hidup) dan di masa depan dihidupkan kembali, bisa saja. Walau jika terlalu lama, ada ada kelainan kromosom pada sel tersebut. Itupun hanya sebagai sel yang diawetkan, bukan jasad utuh,” jelas Berry.

Dikatakan pria yang menjabat sebagai Kepala Lab Veterinary Stem Cells di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB ini, pengawetan sel sudah merupakan praktek yang dilakukan sehari-hari di dunia kultur sel hewan dan manusia. Mereka mengawetkan sel-sel untuk digunakan kembali di masa yang akan datang.

Sama halnya dengan Berry. Profesor Taruna Ikrar mengatakan jika sel yang yang masih hidup sangat mungkin diawetkan. Namun tidak demikian jika yang sudah tak lagi berfungsi.

“Sel masih hidup, kemudian diawetkan, bisa hidup dalam waktu lama. Itu secara etik tidak ada masalah,” kata Taruna, ahli pemetaan otak, yang dinobatkan sebagai kandidat Nobel Kedokteran 2016.