'Menggusur' Setya Novanto

Ketua DPR, Setya Novanto
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Makna Zaezar

VIVA.co.id – Nama Setya Novanto terus menjadi sorotan publik. Kali ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Golkar ini didesak kader internal Partai Beringin agar legowo mundur dari jabatannya. Status tersangka dalam kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) menjadi pertimbangan utama.

Dua bulan Novanto menyandang status tersangka e-KTP membuat dilema kader Golkar. Elektabilitas partai dipertaruhkan menjelang Pemilu serentak 2019. Kekhawatiran citra partai tersandera dan kepercayaan masyarakat menurun kembali disuarakan.

Jika dua bulan lalu baru segelintir kader yang bersuara kritis, namun saat ini, desakan agar Novanto lengser makin kencang. Meski tak langsung meminta Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), kader yang sudah tak rela dipimpin Novanto meminta agar Ketua DPR itu nonaktif dan segera menunjuk Pelaksana Tugas (Plt) ketua umum.

Suara lantang meminta Novanto mundur diawali Tim Kajian Elektabilitas Golkar. Tim yang digawangi Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Golkar Yorrys Raweyai meminta Novanto secara ksatria bersedia mundur.

Ada dua alasan yaitu pertama karena Novanto menyandang status tersangka kasus e-KTP. Kedua, kesehatan Novanto yang diklaim beberapa elite Golkar mengalami penurunan akibat penyakit komplikasi. Sudah tersangka kemudian sakit parah yang menjadi penegasan Tim Kajian Elektabilitas.

"Kedua alasan yang membuat kita bahasanya rekomendasi politik kepada Ketua Umum agar legowo nonaktif. Ini buat kebaikan Golkar ke depan. Partai harus tetap jalan," kata Yorrys kepada VIVA.co.id, Rabu, 27 September 2017.

Kegalauan kader Golkar akan citra partainya sudah disuarakan lembaga survei. Partai Beringin elektabilitasnya melorot dan disalip Gerindra. Data ini dirilis Center for Strategic and Internasionall Studies (CSIS) pada 12 September 2017 lalu.

Baca Juga: Setya Novanto Jadi Tersangka Kasus E-KTP

Dari survei tersebut, Golkar ada di posisi ketiga dengan elektabilitas 10,9 persen. Sementara, Gerindra berhasil menyalip di posisi dua dengan elektabilitas 14,2 persen. Survei dilakukan tanggal 23-30 Agustus dengan 1.000 responden. Metode survei dengan pengambilan sampel secara acak atau probability sampling dari 34 provinsi di Indonesia.

Penjelasan CSIS, melorotnya Golkar karena tersandera kasus e-KTP. Status tersangka yang disandang Novanto sejak 17 Juli 2017 dinilai merugikan Golkar. Status tersangka Novanto menjadi alasan utama menurunnya elektabilitas Partai Beringin.

"Secara partai akan merugikan Golkar di tahun politik. Apalagi pemilih Pulau Jawa untuk Pemilu 2019 dan mau Pilkada serentak 2018," kata peneliti CSIS, Arya Fernandez kepada VIVA.co.id, Rabu, 27 September 2017.

Terkait kondisi ini bila tak disikapi dengan cepat oleh Golkar akan menjadi kerugian bagi partai. Rakyat butuh citra baru Golkar sebagai partai besar. Kemudian, pemecatan yang dilakukan terhadap kader partai juga akan memunculkan keretakan dalam internal partai.

"Status tersangka Novanto menjadi masalah internal Golkar. Partai harus menyikapinya dengan cepat," tutur Arya.

Selanjutnya, Mundur Secara Ksatria