Penderita Diabetes Harus Batalkan Puasa Jika Rasakan Gejala Ini

Ilustrasi diabetes/gula darah.
Sumber :
  • Pixabay/TesaPhotography

VIVA – Penderita diabetes bisa hidup normal asal mengatur pola makan dan menjalani gaya hidup sehat. Namun, saat puasa Ramadan, biasanya kita cenderung mengonsumsi makanan yang tidak sehat, terutama makanan dan minuman manis, serta konsumsi gorengan yang mengandung banyak lemak. 

Padahal, penderita diabetes harus mengontrol gula darahnya secara disiplin agar gula darah tidak mengalami kenaikan hingga di atas normal. Jika penyandang diabetes merasakan beberapa gejala atau kondisi berikut ini, mereka harus membatalkan puasanya. 

Hal ini turut dibenarkan oleh Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular, Kesehatan Jiwa dan NAPZA, dr. Endang Sri Wahyuningsih, MKM. Menurutnya, ada kondisi-kondisi-kondisi tertentu di mana diabetesi (penderita diabetes), harus membatalkan puasanya. 

"Misalkan mengalami hipoglikemik, di mana gula darahnya itu lebih rendah dari normal, kurang dari 70 mg/dl. Otomatis dia harus membatalkan puasanya. Tandanya apa? Badannya lemas, keluar keringat dingin, matanya berkunang-kunang seperti mau pingsan," ujarnya saat workshop online bersama Nutrifood, Rabu 22 April 2020. 

Menurut Endang, itu sebagai peringatan bahwa kadar gula darah di dalam tubuhnya sangat rendah sehingga dia harus membatalkan puasanya. Untuk mengatasinya, orang tersebut harus mengonsumsi minuman manis, misalnya teh manis hangat dengan takaran gula 3 sendok makan. Lalu, kondisi apalagi yang mengharuskan penyandang diabetes wajib membatalkan puasanya? 

"Gejala hiperglikemik, di mana kadar gula darahnya lebih dari normal. Ditandai dengan kulit kering, pipisnya banyak, mata berkunang-kunang dan rasanya haus. Itu juga harus segera membatalkan puasa dan segera pergi ke fasilitas kesehatan," lanjut dia. 

Endang menambahkan, yang menentukan seorang pasien diabetes boleh berpuasa atau tidak, adalah dokter penanggung jawab pasien tersebut, karena lebih mengetahui bagaimana kondisi pasien. 

"Jadi beliau yang akan menentukan apakah dia selama satu bulan tidak boleh berpuasa, atau hanya pada saat itu saja. Dokter penanggung jawab pasien itulah yang akan mendiagnosis. Beliau yang lebih tahu kondisi pasien bagaimana, apakah boleh meneruskan puasanya atau setop, karena kondisi klinis masing-masing orang berbeda," tuturnya.