Penipu Malah Tertipu

www.detutorial.com
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Pagi hari tepatnya pada tanggal 25 Oktober kemarin saya mendapat panggilan telepon dari nomor 087734414222 yang mengaku berasal dari Bank Mandiri Pusat di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Pria itu bernama Iwan dengan logat bicaranya terdengar sangat mirip dengan orang Batak. Dia mengatakan bahwa saya berhak atas uang tunai sejumlah Rp 5.000.000,00 tanpa dipotong pajak. Waah, apa nggak aneh tuh dapat uang lima juta, gratis pula.

Setelah mendengarkannya berbicara, kemudian saya bertanya kepada Iwan, "Pak, apa benar saya menang tanpa diundi, lalu apa keuntungannya untuk Bapak?".

"Benar, Pak. Cepat ke ATM sekarang! Kita cuma bagi-bagi uang, ini juga bukan pencucian uang atau semacamnya. Bapak beruntung," ucapnya meyakinkan.

Yang muncul di otak saya adalah "hari gini ada yah orang baik hati yang mau bagi-bagi duit."

Pria itu terus meyakinkan saya untuk segera mengambil buku tabungan dan kartu ATM. Tapi saya berpikir kritis, untuk apa dia meminta nomor rekening. Tapi jika saya pikir lagi, apa salahnya sih memberitahu nomor rekening ke orang lain, kecuali nomor PIN. Tapi saya belum 100 persen percaya. Saya menanyakan sejumlah alasan pemberian uang hadiah tersebut. Sampai saya memberikan pertanyaan, "Apakah pihak Bank Mandiri mengadakan kerjasama dengan PT XL Axiata untuk program ini?"

Dari awal memang saya menaruh kecurigaan dengan gelagat orang ini. Tapi, cara bicara yang meyakinkan membuat saya mulai percaya. Saya kira, jika orang awam sudah pasti akan mudah percaya. Malamnya, saya ingin membuktikan omongan orang yang saya kira setengah penipu itu. Saya ambil buku tabungan yang saldonya tidak lebih dari Rp51.000,00 plus ATM yang sering digunakan untuk menerima kiriman uang dari ayah saya yang bekerja di Jakarta. Saya melanjutkan sambungan telepon dengan Pak Iwan.

"Pak, saya sudah di depan ATM nih. Terus saya harus ngapain?"

"Baik, sekarang Bapak masukkan kartu ATM nya dan masukan nomor PIN."

"Sudah, Pak," kata saya.

"Bapak menggunakan ATM apa?"

"BTN"

"Mesin ATM yang digunakan?"

"BJB," jawab saya singkat.

"Wah, jangan Pak. Agar transaksinya lancar bapak pindah saja ke mesin ATM BTN."

Nah, di sinilah saya mulai tidak percaya. Padahal, awalnya dia minta nomor rekening. Hanya saja, sewaktu di depan ATM dia sama sekali tidak menyuruh saya menyebutkan nomor rekening. Akhirnya, saya sengaja mengikuti permainan dia sampai babak akhir, biar seru. Hahaha, sekaligus biar dia senang.

Penipu juga manusia, dia menunjukkan perhatian dan empati berarti kepada saya. "Bapak hati-hati yah di jalannya," katanya di ujung telepon. Ah, si bapak bisa aja. Hubungan kami seperti sangat romantis padahal baru hari ini kami saling kenal. Itu pun sebatas nama. Hehehe.

Saya pun menuju ke ATM BTN yang letaknya 10 KM dari kediaman saya, dan kemudian menelepon si bapak tadi lagi. "Pak, saya sudah di depan ATM BTN nih," kata saya via ponsel.

Pak Iwan mengatakan, saya akan disambungkan kepada seseorang. Terdengar cukup ramai, mungkin ada sekitar 4 atau 5 orang di tempat yang saya pikir itu kantor. Pak Iwan juga seperti memanggil seseorang, entah tak begitu jelas namanya. Menurutnya, itu adalah atasannya.

"Baiklah, sekarang bapak masukkan kartunya. Kita di sini merekam kegiatan bapak di situ melalui sensor," kata si atasan.

"Iya Pak. Sudah nih. Lalu diapain lagi ya, dijilat, dicelupin apa gimana?" kata saya manut pada titahnya.

"Bukan, Pak. Lihat ada pilihan apa di situ?" katanya melanjutkan. Cara bicaranya mirip seperti konsultan, atau customer service.

"Oh iya ada banyak nih, ada Tarik Tunai, Cek Saldo, E-Channel Register, dan lain lain" kata saya sambil melihat monitor mesin ATM.

"Bapak pilih E-Channel Register. Dan masukkan Pin 12345"

"Sudah."

"Bapak mau coba mencairkan yang 5 juta, apa 2,5 juta dulu saja?" si atasan menawarkan pilihan.

"Coba yang 2,5 juta dulu saja, Pak," jawab saya.

Yang saya amati, saya diarahkan melakukan registrasi SMS Banking. Sebelumnya saya tidak pernah menggunakan layanan ini. Alhasil, saya benar-benar tidak paham bagaimana cara kerja layanan ini. Saya hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh orang itu. Kalau salah, paling juga akan meledak mesin ATM-nya, pikir saya coba menghibur diri jika saya menjadi korban penipuan.

Berkutat cukup lama di depan mesin ATM, saya masih terhubung sangat mesra dengan atasan Pak Iwan itu. Kebetulan mesin ATM sedang sepi, tidak ada yang bertransaksi selain saya malam itu. Saya diminta menekan tombol Yes/Benar seperti tertera pada layar. Oke, saya tekan saja. "MAAF SALDO ANDA TIDAK MENCUKUPI", tertera di layar monitor. Kemudian keluar struk transaksi. Nah, dari struk ini saya paham kalau saya ternyata diminta menyetujui pengisian pulsa melalui SMS Banking ke nomor 085366386734. Pada bukti transaksi tersebut tertulis: REFILL dan NOMOR. Baiklah, saya paham. Jadi saya disuruh untuk membeli voucher pulsa untuk orang lain.

"Bagaimana pak, sudah ada uangnya?" lanjut si atasan, bicaranya tegas dan terdengar seperti pria berumur 25 tahunan.

"Ada dari mana? Saldo tidak cukup, Pak," saya menggerutu.

"Wah, bapak punya saldo berapa?"

"Gocap" jawab saya ketus.

"Pantas saja saldo itu tidak cukup. Kalau mau dapat 5 juta harus pakai rekening lain yang saldonya di atas 100 ribu, Pak."

"Oh begitu ya, Pak," ucapku. Sudah pasti 100 persen penipu nih. Ketahuan dengan jelas kalau ini modus penipuan.

"Terus bagaimana, Pak?" tanya saya, pura-pura kecewa.

"Bapak cari malam ini juga, rekening teman Bapak yang saldonya di atas 100 ribu. Karena Bapak sudah beruntung sekali."

"Enggak mau ah, tidak minat. Sudah pada tidur teman saya."

"Loh, masa bapak mau kehilangan uang 5 juta begitu saja. Saya jadi tidak enak sudah suruh bapak ke ATM."

"Tidak apa-apa, buat bapak saja uangnya," jawabku santai.

Saya pastikan kedua orang tersebut adalah penipu. Pasalnya, saldo saya dianggap tidak memenuhi syarat mendapat transfer sejumlah uang yang mereka tawarkan. Meski begitu, mereka gagal menipu saya lantaran saldo di rekening saya adalah saldo minimal alias Rp 50.000,00.

Tiba-tiba, saya memiliki ide untuk menjahili sekalian menipu balik mereka. Paling tidak, apa yang saya lakukan bisa membuat mereka kocar-kacir mencari tempat persembunyian baru, mematahkan kartu SIM, bahkan berdoa siang malam agar tidak masuk penjara.

"Jadi, bapak mau menipu saya nih ceritanya?" saya bertanya bak seorang tukang interogasi.

"Loh, jelas tidak, Pak. Saya malah mau kasih uang gratis."

"Tapi kenapa saldonya harus di atas 100 ribu? Kalau mau kasih, transfer saja dari situ sekarang."

"Iya, Pak. Sayang sekali saldo bapak tidak cukup. Sekarang bapak sobek struk transaksinya jadi 5 bagian. Didekatkan ke mesin ATM-nya. Satu sobekan bernilai 1 juta rupiah. Disobek ya, Pak. Kita pantau dari sini. Di setiap sobekan itu ada inframerahnya."

Saya merasa apa yang dikatakan orang tersebut mulai tidak masuk akal. Apa iya, setiap sobekan bernilai satu juta. Lucu sekali. Saya sobek sekali, padahal mereka memintanya 5 kali hingga berbentuk sangat kecil dan tidak terbaca. Mereka juga meminta saya membuang struk tersebut. Tidak saya lakukan. Saya simpan struk di saku celana saya. Berkali-kali kedua orang tersebut mempengaruhi saya untuk mencari rekening siapa saja yang bisa dipakai untuk transaksi. Tapi, saya hanya membalas, "Tidak, Pak. Sudah malam, lebih baik tidur."

"Pak, Anda penipu ya? Saya sekarang berada di depan kantor polisi dan mau melaporkan penipuan ini," kata saya.

"Apa bapak merasa dirugikan? Saldo bapak juga tidak berkurang. Bapak yang akan kami tuntut ke pengadilan," jawab si bapak penipu.

"Baiklah pak kalau mau dituntut, yang penting saya mau laporin duluan." Coba kalau saldo di rekening saya jutaan, rugi besar dong, pikir saya dalam hati. Kemudian sambungan telepon diambil alih oleh Pak Iwan kembali.

"Sudahlah, Pak. Bapak pulang yah, bapak pulang saja. Kita akan jelaskan di rumah. Lapor polisi tidak akan menyelesaikan masalah, malah akan membuat repot," kata Pak Iwan berusaha menenangkan saya.

"Tidak mau, pokoknya saya mau lapor polisi saja."

"Tolong, Pak. Jangan lapor polisi. Kita tidak menipu, Pak."

"Ya sudah, kalau begitu kirim uangnya yang 5 juta ke rekening saya sekarang."

"Nanti saja kalo saldo bapak atau teman bapak mencukupi," elaknya.

"Tidak mau, kalau begitu saya mau lapor polisi saja."

Kedua penipu itu mulai memohon kepada saya untuk tidak berada di sekitar kantor polisi. Saat itu, saya memang sedang duduk di samping kantor Kepolisian Sektor Cipocok Jaya, Serang. Tapi, tidak untuk melapor, hanya menumpang duduk. Jika bisa, saya ingin membuat penipu kacangan itu menangis tersedu-sedu. Kemudian saya tanya nomor KTP milik mereka, namun dia beralasan tidak sempat membawanya ke kantor.

"Waduh saya tidak bawa, ketinggalan di rumah, Pak."

Masa ada pegawai bank, tapi kartu identitasnya tertinggal di rumah. Lucu sekali bukan. Tawa saya dalam hati. Makin lucu lagi, saat saya tanya nomor polisi kendaran bermotor yang dia pakai. Kini saya mulai memanggilnya dengan sebutan "Mas", biar lebih akrab.

"Mas, punya motor merek apa?"

"Punya. Vixion, Pak," jawabnya polos.

"Itu nomor polisi Vixion sudah lama tak bayar pajak. Nomornya kadaluarsa ya?" Saya berbicara asal, yang penting meyakinkan. Saya masih di sekitar kantor Polsek Serang.

"Wah, tidak, Pak. Kemarin saya bayar kok, tapi telat dua tahun," jawabnya.

"Bayarnya ke mana?" tanya saya, dengan nada semakin sadis.

"Ke dealernya."

"Mas ini ada-ada saja. Lucu banget kayak Teletubies. Masa bayar pajak ke dealer bukan ke Samsat. Itu mau bayar pajak atau cicilan motor? Terus mas mau bagi-bagi uang 5 juta tapi untuk bayar pajak saja telat 2 tahun, bagaimana sih?"

"Iya pak." Si penipu mulai tergagap, logat bataknya malah lenyap, bicaranya pun normal.

"Saya minta nomor STNK dan SIM-nya juga," saya lanjut interogasi si penipu ini.

"Aduh, maaf tidak ada, Pak."

"Bapak ini bagaimana, masa tidak punya SIM dan STNK. Saya sekarang sedang berada di Disdukcapil, lagi mencocokan identitas bapak. Bapak bohong yah?"

"Tidak, Pak. Asli kok, tidak bohong."

"Sudah, pokoknya saya mau lapor polisi."

"Sudah, Pak. Pulang saja. Jangan lapor polisi," penipu itu berkata dengan memelas.

Nah, ini puncaknya yang membuat dia semakin takut. "Bapak tahu saya siapa? Saya anggota Kepolisian Resort Serang, saya AKBP Supandriatna. Struk tidak saya sobek, pembicaraan ini saya rekam, dan sinyal telepon bapak kami lacak melalui BTS sim card yang bapak pakai. Semua bukti ini akan membawa bapak ke jalur hukum. Semua sudah cukup. Saya tahu lokasi bapak di mana sekarang. Anggota kami akan segera ke lokasi untuk menggerebek bapak dan yang lainnya." ucapku dengan suara tegas.

"Tutt..tutt..tuut" sambungan telepon terputus. Saya tertawa keras. Para penipu itu pasti sedang H2C (Harap-Harap Cemas). Hahaha. Bisa jadi mereka sedang berpikir untuk pindah tempat tinggal, ganti rekening, merusak kartu sim hp, sambil berpikir keras kabur dari kejaran polisi bernama AKBP Supandriatna alias Emi Rohemi.

Hingga pukul 01.00 wib dinihari, nomor telepon tersebut tidak aktif. Saya juga meminta bantuan pihak XL Axiata untuk memblokir nomor tersebut. Untuk Anda harap berhati-hati dengan penipuan semacam ini. Meski kita tidak diminta mentransfer uang, kita justru diarahkan untuk mendaftar atau bertransaksi via SMS Banking dan membeli voucher pulsa. Alih-alih kita dapat uang jutaan, saldo malah berkurang. Tidak tanggung-tanggung, jika tabungan yang terkuras nilainya sampai 5 juta rupiah.

Nah, bagi Anda yang mau coba mengikuti cara saya ngerjain si penipu ini, harus kuat dan tegas karena bicaranya penipu ini sangat meyakinkan. (Cerita ini dikirim oleh Emi Rohemi-Serang, Banten)