Mimpi yang Tak Dirindukan

Siswi SMA China mengikuti ujian dalam hutan.
Sumber :
  • Tencent

VIVA.co.id - Saat duduk di kelas XII saya resah mau kuliah dimana karena terkendala biaya, hingga suatu hari Pak Anton Sudjarwo (guru BK) memanggil saya untuk datang ke kantor sekolah di SMAN 1 Sultan Daulat, Aceh.

Saya  sangat bahagia kala itu sebab saya yakin bahwa saya dipanggil untuk mengikuti seleksi beasiswa (dugaan saya) dan ternyata dugaan itu benar. Saat itu saya ditanya mengenai kehidupan keluarga, rumah, dan penghasilan orangtua. Saya  menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan beliau, lalu beliau memasukkan saya ke program bidikmisi untuk mengikuti SNMPTN 2014.

Saat itu saya sangat senang dan dengan bangga mengatakan kepada keluarga saya bahwa saya terpilih untuk mengikuti seleksi beasiswa bidikmisi walaupun harus melewati beberapa seleksi, tapi saya sangat yakin bahwa saya pasti lolos mengingat penyeleksian SNMPTN dilihat dari nilai rapor.

Keesokan harinya saya datang ke sekolah seperti biasanya, dan membawa persyaratan yang telah diberitahukan sebelumnya dan menyerahkannya kepada guru BK. Saat itu saya memilih dua universitas dengan program studi yang berbeda, yakni Universitas Negeri Medan sebagai pilihan pertama dengan program studi Pendidikan Fisika dan Universitas Syiah Kuala sebagai pilihan kedua dengan program studi Pendidikan Fisika dan Peternakan. Saya yakin akan lolos di Universitas Negeri Medan.

Hari berganti, tak terasa pengumuman SNMPTN 2014 pun tiba, saat itu saya sangat dag…dig…dug…haaah, hanya Tuhanlah yang tahu yang terbaik demikian doaku. Dan dengan keberanian kubuka website snmptn.ac.id namun ternyata Tuhan berkata lain karena saya dinyatakan tidak lolos pada seleksi itu. Saya sangat kecewa dan putus asa. Bagaimana tidak, ini merupakan kesempatan yang sangat luar biasa.

Saya tak bisa berucap lagi saat itu dan hanya bisa terdiam memikirkan kenapa saya dinyatakan tidak lolos. Dan yang paling menyakitkan bagi saya adalah kawan-kawan saya yang hanya berperingkat 20 besar di sekolah bisa tembus dan lolos di PTN impian mereka. Sementara aku yang Alhamdulillah selalu dapat juara umum tidak lolos. Sungguh Tuhan dan PTN itu tidak adil, begitu pikirku waktu itu.

Namun saya harus bisa menerima apa yang telah terjadi dan harus move on karena masih banyak jalan lain menuju PTN. Kuncinya harus tetap berusaha dan berdoa semoga selalu diberikan yang terbaik karena skenario Tuhan jauh lebih indah dan Tuhan pasti tahu apa yang terbaik untuk saya. Walaupun bukan hal mudah untuk melupakan kegagalan ini tapi saya harus tetap kuat dan semangat serta perbanyak DUIT (Doa Usaha Ikhlas Tawaqal).

Tiga hari setelah pengumuman itu saya terbaring sakit dan mengalami hipertensi, tapi saya harus tetap pergi ke sekolah. Keesokan harinya saya mengabarkan kabar buruk itu kepada Guru BK saya, beliau hanya bilang, “belum rezeki kamu nak”. Saya yang mendengar kata tersebut sangat merasa sesak atas tanggapan beliau. Kemudian saya bertanya kembali dengan tegas, “Pak, jadi langkah selanjutnya apa yang harus saya lakukan?“. Beliau hanya menjawab, “Ikut SBMPTN, info lebih lanjut searching di google saja’’.

Setelah pulang sekolah saya langsung menuju ke sebuah warnet untuk mencari tahu apa itu SBMPTN. Setelah mendapatkan apa yang saya butuhkan, saya pun berhenti dan tak terasa waktu yang saya habiskan untuk mencari info itu adalah selama 3 jam. Capek, letih, haus tak saya hiraukan, apapun itu saya harus ikut SBMPTN dan kuliah di PTN impianku. Hati pun lega setelah saya selesai melakukan pendaftaran SBMPTN dan pada seleksi ini pilihan universitas dan program studi masih sama dengan SNMPTN kemarin.

Saya harus yakin bisa menyelesaikan soal SBMPTN itu walau harus mengorbankan waktu dan tenaga untuk belajar. Para teman dan tetangga pun heran melihat kebiasaan saya yang biasanya tiap malam berkeluyuran sekarang menghabiskan waktu untuk belajar demi SBMPTN dan untuk cita-cita. Hari berlalu begitu cepat saat H-3 ujian SBMPTN saya berangkat dari Aceh menuju Medan, mengingat lokasi ujian yang saya ambil di Medan tepatnya di Universitas Dharmawangsa.

Di perjalanan sendirian tanpa ada teman dekat yang dikenal bukanlah hal yang menyenangkan. Perjalanan ini adalah perjalanan pertama saya ke Medan tanpa ada tempat menginap yang pasti di sana. Perjalanan dari tempat saya ke Medan menghabiskan waktu sekitar 8 jam. Saat tiba di Medan pun hati bukannya senang tapi yang ada malah gegana (gelisah galau merana). Tapi saya tak boleh berdiam diri, saya harus bisa dan bisa.

Suara adzan Ashar pun berkumandang, saya langkahkan kaki dan kuayunkan  tangan untuk beranjak ke masjid terdekat. Setelah selesai shalat saya duduk di teras masjid tanpa disadari saya tertidur. Hingga seorang kakek tua membangunkan dan berkata “Nak, kenapa tidur di sini?” Saya berusaha membuka mata dan menjawab  “Maaf kek, saya ketiduran,” jawabku. “Kenapa tertidur?’’ tanya kakek itu kembali yang kemudian saya jawab, “Kecapean kek, jauh dari Aceh."

Sang kakek pun tiba- tiba pergi, dan saya melanjutkan tidur kembali. Beberapa menit kemudian kakek itu datang lagi dan bertanya, “Masih tidur?” Lalu aku menjawab, “Iya kek, saya tidak tahu harus ke mana, tujuan saya ke sini untuk ikut SBMPTN dan lokasi ujian saya di Universitas Dharmawangsa kek." Si kakek tampak bingung, “SBMPTN itu apa? Kalau Universitas Dharmawangsa kakek tahu tempatnya,” jawab kakek itu. Dan dengan semangat saya berkata tanpa menghiraukan pertanyaan di kakek, “Kakek tahu tempatnya?”