Suatu Hari Bersama Ayah dan Teman-temannya

Sate biawak
Sumber :
  • http://www.talkmen.com

VIVA.co.id – Salah satu kelemahan saya yang kemudian sering dijadikan alasan untuk mem-bully adalah hingga hari ini saya belum bisa atau lebih tepatnya belum mahir mengendarai mobil. Sebenarnya tidak ada yang salah sih, teman saya yang laki-laki juga banyak yang tidak bisa. Tidak usah jauh-jauh deh, kakak saya juga tidak bisa nyetir.

Tapi herannya tidak pernah ada yang komplain. Tapi giliran saya yang tidak bisa nyetir, semuanya beramai-ramai menjadikan saya sasaran tembak. Ya, wajar sih, secara saya kan nakal, suka ngegodain atau ngejailin orang. Jadi, giliran mereka tahu kelemahan saya, habislah saya menjadi bahan olokkan.

Paling terasa itu kalau misalnya ada acara di mana kita harus berkendara jauh dan yang nyetirnya adalah teman saya yang perempuan. Dari berangkat sampai pulang pasti saya yang dijadikan sasaran tembak. Cap sebagai "laki-laki tak bertanggung jawab", "laki-laki tak bisa diandalkan" langsung nempel ke diri saya. Sampai saya sendiri bingung, apa hubungannya saya yang tidak bisa nyetir dengan laki-laki yang tidak bisa diandalkan.

Sebenarnya saya sudah sempat 3-5 kali belajar nyetir. Kalau sekadar maju atau muterin komplek saya masih beranilah. Tapi kalau sudah disuruh bawa mobil ke jalan ditambah ada penumpang, saya belum berani. Saya takut bukannya mereka sampai ke tujuan malah sampai ke pintu akhirat. Orang tua saya sendiri, dua-duanya bisa nyetir. Tapi saran saya buat kalian yang mau belajar nyetir, jangan sampai deh belajar nyetir sama orang tua sendiri.

Pernah saya belajar sama ayah saya, bukannya bisa yang ada saya sakit kepala. Perasaan, saya bawanya biasa aja, tidak ngebut, tapi tetap dimarahin. Dia bilang saya bawanya terlalu cepat. Giliran saya bawanya santai, dibilang terlalu lama.

Belum lama ini ayah mengajak saya ke sebuah tempat pemandian air panas. Dia dan tiga orang temannya berencana untuk berendam air belerang yang katanya baik untuk kesehatan. "Sudah ikut saja dek, berendam tuh bisa nyembuhin sakit panu atau kadas," kata salah satu teman ayah saya yang sudah lumayan berumur.

Alasan utama ayah saya mengajak ke tempat berendam air panas adalah karena di tempat itu ada lapangan besar yang bisa dijadikan tempat latihan menyetir. Kebetulan tahun ini kalau dapat berkat saya mau ambil satu mobil, nah, ayah saya bilang sebelum mobilnya datang saya sudah harus bisa nyetir.

Saya sih mau-mau saja, tapi ya itu, saya sedikit kagok pergi sama om-om yang umurnya sudah jauh lebih tua di atas saya. Kadang tidak nyambung alur obrolannya. Belum lagi kalau ketemu mereka, pertanyaan yang pasti ditanyain ke saya adalah, "kapan kawin?”

Kakak saya saja tidak pernah ditanyain seperti itu, giliran ke saya ditanya kapan kawin melulu. Dan akhirnya kita (4 orang tua + 1 pemuda ganteng) berangkat juga menuju sebuah tempat berendam air panas. Jangan bandingin tempat berendam air panas itu seperti yang ada di Jepang atau kayak di serial Korea gitu. Tempatnya cuma kolam besar yang sangat panas. Terakhir saya nemenin ayah saya ke pemandian air panas adalah sekitar 3 bulan lalu dan panas kolam air panas belerang itu mencapai 60 derajat celcius. Ditambah saya berendam pada jam 1 siang saat matahari lagi terik-teriknya.