Sugeng Tindak Mbah Moen

KH Maimun Zubair alias Mbah Moen.
Sumber :
  • vstory

VIVA - Awal-awal di Madinah, saya menulis tentang Guru Alala, Gus Nadjib, cucu murid Mbah Moen. Setiba di Mekah, saya menulis janji Nabi untuk mereka yang meninggal di Mekah dan pagi ini Mbah Moen dipanggil di Mekah.

Setidaknya selama hampir 21 hari di Mekah-Madinah, 2 kali saya memikir Mbah Moen. Pertama saat menulis geneologi alias sanad keilmuan guru saya sebelum beliau nyantri ke Alazhar Cairo. Bayangan saya tertuju ke pesantrennya Mbah Moen, KH Maimun Zubair.

Kedua, 3 hari lalu, seorang pemuda berbadan gempal bersila di samping saya di atas lantai putih dekat kabah. Degan suka cita pemuda Purworejo ini menceritakan baru bertemu Mbah Moen.

"Lahyo sopo toh kulo niki mas. Kok saget ndugi mriki. Malah saget sungkem salaman kaliyan Mbah Moen. Teng riku Mas," sambil menunjuk gedung hotel menjulang samping Masjidil Harom.

Seperti Simbah saya yang (tak) memilih Wafat di Tanah Suci, Mbah Moen pun demikian. Karena kematian memang bisa datang kapan dan di mana saja.

Tapi bagi mereka yang meninggal di Makkah dalam rangka haji atau umrah, Kanjeng Nabi akan memberikan syafaatnya, Nabi menjadi saksinya di hari pembalasan buatnya, dan mereka yang wafat di Mekah karena haji dan umrah akan aman dari siksa neraka, dan masuk surga bighoiri hisab. Sugeng tindak Mbah Moen...(Ahmad Muhibbuddin, Alumni Madrasah Aliyah Program Khusus Jember dan UIN Syahid Jakarta)

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.