Puasa, Takwa, dan Rasa Kemanusiaan di Tengah Pandemi COVID-19

ketakwaan
Sumber :
  • vstory

VIVA – Situasi pandemi virus corona masih belum berakhir. Hingga kini, memasuki pertengahan bulan ramadhan. Dengan  keadaan seperti ini, masyarakat diharapkan agar lebih peka terhadap keadaan sosial sekitar. Spirit untuk meraih ketakwaan jangan sampai menurun. Karena sesungguhnya, orang yang bertakwa adalah orang yang taat atau patuh kapada Tuhannya. Mereka akan terus mengabdi kepada-Nya bagaimanapun keadaannya.

Dzun Nun Al-Misri berpendapat, bahwa orang yang bertakwa ialah mereka yang tidak mengotori jiwa lahirnya dengan hal-hal yang bertentangan. Juga tidak mengotori jiwa batinnya dengan interaksi sosial. Sehingga, orang tersebut akan selalu berupaya untuk menjalin hubungan dengan Allah, dan dapat berinteraksi secara sosial.

Banyak ayat di dalam Alquran yang menyebutkan tentang prinsip ketakwaan. Seperti di dalam surah Ali-Imran ayat 134. "(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."

Selain mudah memaafkan, dan juga menahan amarah yang menjadi sifat mulia manusia, ayat tersebut menjelaskan kepada kita tentang orang yang menginfakkan hartanya. Bahwa ada orang yang tetap bersedekah dan memang tidak lupa untuk bersedekah dalam keadaan lapang. Pertanyaannya, sudah berada di tingkatan mana sedekah yang kita tunaikan?

Bulan Ramadhan tengah kita jalani bersama, berbagai amalan terus ditingkatkan. Meningkatnya amalan dibulan ini, tidak lain adalah sebagai upaya kita untuk menjadi pribadi yang lebih bertakwa (la’allakum tattaquun). Selain mereka yang mengimani terhadap hal ghaib (Al-Baqarah:3), dan melakukan perintah Allah, tanda-tanda orang bertakwa juga terlihat dalam sifat lainnya. Sifat tersebut seperti menunaikan salat, menginfakkan harta dll.


Memasuki bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, pahala akan dilipatgandakan. Maka, sudah seharusnya kita sebagai umat Islam untuk sebanyak-banyaknya melakukan amal kebaikan. Memaksimalkan ibadah di bulan yang datang setahun sekali ini. Bukankah tujuan kita ialah menjadi pribadi yang bertakwa?

Lagi-lagi, Alquran telah banyak memaparkan tentang ciri orang yang bertakwa. Lalu, sikap seperti apakah yang kita tanamkan dalam diri untuk meraih ketakwaan? Di dalam surah Al-Baqarah dijelaskan, bahwa di antara orang bertakwa adalah  menginfakkan sebagian harta wa mimma razaqnaahum yunfiquun.

Kita ketahui bersama, bahwa manusia sebagai makhluk sosial pasti sangat membutuhkan orang lain. Saling membantu antar-sesama begitu diperlukan dan tidak boleh membeda-bedakan. Karena sejatinya, semua manusia itu sama derajatnya. Yang membedakan adalah ketaqwaan (Al-Hujurat:13). Namun, apakah kita masih saja membeda-bedakan antar sesama?

Sebagai umat Islam yang semua bersaudara al-mu’min ikhwatun(al-Hujurat:10), dapat saling menolong. Terutama yang memiliki kekuatan, kelebihan harta. Hendaknya untuk bisa melihat orang bawah (undzuruu ilaa man huwa asfala minkum), dikhususkan bagi mereka yang sangat membutuhkan.

Maka, untuk memupuk rasa kemanusiaan dan solidaritas, diantara yang bisa dilakukan adalah dengan mengadakan kegiatan sosial. Dengan adanya kegiatan sosial, diharapkan akan meningkatkan rasa kemanusiaan dan solidaritas sesama. Melalui aksi sosial, sebagaimana yang sering kita lihat ketika memasuki bulan Ramadhan, kaum muslim berlomba-lomba untuk ini.

Semoga akan terus memotivasi banyak orang dalam memperhatikan keadaan lingkungan sekitar. Agar semakin erat hubungan dan solidaritas dari masyarakat.

Tidak harus menunggu bantuan dari pemerintah untuk melakukan kegiatan sosial. Walaupun itu sebenarnya merupakan kewajiban pemerintah, kalangan swasta, maupun dari inisiatif masyarakat pun bisa melakukannya. Kita termotivasi dengan tidak selalu menunggu bantuan pemerintah. Caranya pun bermacam-macam, diantaranya; dengan secara sukarela menjadi relawan, ikut membantu, baik secara fisik maupun secara finansial.

Dari sini, permasalahan sosial yang tadinya kurang mendapat perhatian, akan berubah dan terus meningkat. Rasa solidaritas pun terjalin dengan baik. Tentu dengan tidak memandang latar belakang sosial seperti suku, agama, status sosial dan lainnya. Tapi, yang kita utamakan yakni melihat dari sisi kemanusian. Sehingga, akan meningkat dan semakin terjalin rasa persaudaraan yang terus kita bangun.

Menumbuhkan solidaritas sosial juga tidak harus menunggu bencana alam, juga tidak mesti saat memasuki bulan Ramadhan. Akan tetapi, kita senantiasa selalu menumbuhkan rasa kemanusiaan kita tiap saat. Alangkah indahnya ketika terus berbagi. Saling berbagi, dengan harapan rasa kepedulian sosial akan menjadi tradisi di masyarakat. 

Betapa indahnya ketika melihat orang yang saling tolong menolong, sebab itulah diantara makna sosial. Apalagi, ketika usaha yang dilakukan dengan sukarela dan tanpa pamrih. Semoga ada hikmah kebaikan yang dipetik dari upaya kita membantu guna membangkitkan rasa solidaritas sosial antar sesama umat manusia.

Kegiatan kemanusiaan, merupakan salah satu wujud rasa solidaritas sosial dan kewajiban moral bagi semua warga dunia. Ketika kita senantiasa melakukan hal tersebut, maka rasa kemanusiaan akan benar-benar terbentuk. Akan lebih bermakna ketika dilakukan dengan penuh semangat kebersamaan dan saling memiliki. Itulah yang menjadikan kita sebagai warga negara akan merasa terpanggil untuk saling membantu. 

Rumusnya, jika seseorang tertimpa musibah atau dalam kesulitan, maka akan langsung tergerakkan jiwa kita untuk mengerahkan segala kemampuan untuk membantu. Sehingga, akan lahir sikap menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Sikap yang memuliakan harkat dan martabat manusia sebagai Hamba Tuhan. Dengan begitu, masyarakat akan hidup tenteram, harmonis, dan damai. Wallahu a’lam.

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.