Mengintip Peran Produser di Balik Layar Bersama Salman Aristo

Ilustrasi ruangan development.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Pernahkah kamu menonton sebuah film lalu berkomentar “Ah, filmnya jelek banget, gimana sih sutradaranya?” atau “Gokil! Keren banget! Jago nih sutradaranya”? Dibandingkan sutradara dan aktor yang berperan dalam film, sosok produser masih jarang disadari kehadirannya. Kebanyakan orang memiliki pola pikir, produser film ya yang mendanai film. Lalu, bagaimana sebenarnya peran produser dalam proses produksi film?

Melalui Kuliah Umum Produksi Film pada Selasa (20/04) Salman Aristo membagikan perspektifnya sebagai produser. Nama Salman Aristo mungkin sudah tidak asing lagi di dunia perfilman Indonesia. Salman memulai karirnya di ranah layar lebar sebagai penulis naskah skenario.

Mengutip dari historia.id, debutnya sebagai produser adalah pada film Queen Bee (2009). Kemudian, Salman menjajal bangku sutradara saat menggarap film Jakarta Maghrib (2010). Sejak dua tahun terakhir, akhirnya ia mendirikan sebuah perusahaan bernama Wahana Kreator Nusantara yang dulunya merupakan Wahana Penulis.

“Wahana Penulis itu story development company. Jadi, kami para penulis skenario yang sebenarnya menyediakan jasa memproduksi skenario bagi para produser yang mungkin perlu bantuan untuk memproduksi skenario,” ujar alumni Jurnalistik Universitas Padjadjaran tersebut.

Film Ibarat “Anak”,  And It Takes A Village To Raise A “Kid”

Ibarat sebuah klub sepakbola, manajer sepak bola merupakan produser, sedangkan kapten lapangan adalah sutradaranya. Dari mengurus skenario, memilih pemeran, mengedit, menyusun anggaran, hingga promosi sebuah film merupakan tanggungjawab dari seorang produser.

“Produser yang punya visinya, yang ngatur semua tuh dia. Tapi, sutradara itu yang ngerjain di lapangan. Kalau ditanya visi besar kenapa suatu film itu diproduksi, itu ada di produser,” jelasnya.

Dibutuhkan banyak elemen pendukung untuk memproduksi sebuah film. Sehingga terciptalah ruangan development yang terdiri dari produser, sutradara dan penulis skenario untuk diajak berkolaborasi. Selain membuat cerita yang memikat penonton, produser juga harus mampu mempertimbangkan unsur bisnis dari film. Menurut Salman, penting bagi produser telah membahas titel serta jobdesk setiap elemen pendukung agar memperjelas tanggungjawab pekerjaan masing-masing.

Hal pertama yang perlu dilakukan seorang produser dalam memproduksi film adalah memproduksi skenario. Ketika membuat timeline kerja, bukan hanya sekadar menargetkan tenggat waktu saja, tetapi setiap pertemuan harus memiliki progress yang ingin dicapai.

Ruang Development Sehat: Superteam Not Superman

Tugas seorang produser di dalam ruangan development adalah memberikan komentar, maka dari itu penting untuk mengenal dirinya sendiri, “bukannya opini yang keluar, tapi pemikiran. Produser skill-nya jangan skill penonton. Point of view penonton yes, skill-nya penonton no. Jangan cuman komen gak bagus-gak bagus doang,” imbuhnya.

Produser harus memahami konteks, konsep dan konten dari sebuah film. Sebab layaknya kompas yang mengarahkan ke mana kapal berlayar, produser merupakan kompas bagi produksi film sebagai kapalnya. Salman menganalogikan ibaratnya konten itu air, konteks adalah botol aqua, konsepnya adalah air mineral. Lebih lanjut ia menegaskan sosok produser juga perlu memiliki skill leadership, management, dan memiliki mentalitas problem solver.

Empati merupakan salah satu kunci terciptannya ruangan development yang sehat. Di antaranya dengan mengenali karakter dan memenuhi hak-hak rekan kerja, “produser harus bisa bikin development room as a safe place, karena ini (ruangan development) tempat di mana orang-orang ngeluarin isi hati, pikiran, dan lain-lain tanpa perlu merasa di-judge, yang bikin gak nyaman dan gak aman,” ungkap pria berdarah Minang ini.

Sikap baper (bawa perasaan) adalah sesuatu yang harus dihindari saat mendapatkan komentar, maka dari itu dibutuhkan seni menyimak serta seni mengkritik bagi produser, “kalau Simon Sinek bilang, leaders itu yang makan terakhir, ya sama, leaders itu yang ngomong paling terakhir bukan paling kenceng dan paling depan. Karena dia harus menyimak semua dulu,” tuturnya.

Tips Mengkritik Ala Salman Aristo

Pria kelahiran Jakarta tahun 1976 ini membagikan beberapa tips untuk mengkritik yang diterapkannya selama menjadi produser. Tips pertama oleh Daniel C Dennett, adalah mencoba mengungkapkan di mana posisi rekan atau skenario yang kita kritik dengan jernih, jelas dan adil. Kemudian mendaftar poin-poin kesepakatan. Lalu menyebut apa yang kita pelajari darinya atau karyanya, setelah itu barulah sampaikan kritik.

“Sehingga rekan kita bisa berkata, wah makasih seandainya saya memikirkan itu. Latihan sederhananya ada dua, temuin apa yang lo suka dulu, baru apa yang masih bisa di-improve. Karena ruang development yang sehat, semua orang harus ngerasa dihargain. Hargai posisi orang tersebut,” jelasnya.

Tips kedua, don’t raise a baby tiger. Menurutnya penting tahu mengukur diri kapan being kind versus being right. Sedangkan tips ketiga adalah, if it’s mentionable, it’s manageable. “Inkompetensi jangan dipelihara, jangan didiemin for the sake of being kind, itu namanya lo raise a baby tiger. Kalau lo ‘dicakar’, ya karena lo yang melihara,” pungkasnya.

Tidak hanya bagi profesi produser, tips yang dibagikan Salman juga sangat dapat berguna untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.