Di Antara Bodoh, Pintar dan Bijak
- U-Report
VIVA.co.id – “Orang bodoh yang mengaku dirinya bodoh adalah orang bodoh.
Orang pintar yang mengaku dirinya pintar adalah orang lebih bodoh.
Orang bodoh yang mengaku dirinya pintar adalah orang yang paling bodoh.
Orang pintar yang mengaku dirinya bodoh adalah orang paling pintar.”
Begitu kata orang bijak, di mana hal tersebut sudah menjadi fenomena saat ini. Kemudian melanjut dari opini sebelumnya yang membahas keberadaan sosial masyarakat saat ini bahwa banyak orang yang telah merasa memiliki ilmu yang cukup untuk mencapai kategori cerdas, banyak orang yang merasa memiliki pencapaian jenjang karier tertentu untuk mencapai kategori sukses, bahkan banyak orang merasa dengan mencapai umur tertentu maka ia sudah dapat dikatakan bijak.
Memang sejatinya telah banyak orang pintar dan itu disebabkan dengan peningkatan kualitas manusia seiring waktu namun, dengan etika atau sikap yang dikatakan kurang baik. Lain halnya dengan banyak juga orang yang mengaku sudah bijak tanpa memiliki landasan pikiran yang dalam pragmatisme. Orang ini mungkin dapat dikategorikan sebagai orang pintar yang pintar atau parahnya orang bodoh yang mengaku pintar.
Jenis orang seperti ini bagaikan halnya ikan di pasar, atau dengan kata lain mudah untuk ditemukan. Kriteria orang seperti ini menjangkit masyarakat postmodern, di mana banyak orang dengan mudah menjustifikasi orang lain dengan menentukan Pembenarannya tidak pada Kebenaran. Atau orang tertentu yang menjustifikasi orang lain tanpa melakukan introspeksi tertentu secara individu.
“Apa guna punya ilmu tinggi
Kalau hanya untuk mengibuli.
Apa guna banyak baca buku
Kalau mulut kau bungkam melulu...”
Kutipan sajak dari Widji Tukul mungkin bisa menjadi landasan akan kesadaran manusia postmodern. Dengan ilmu yang tinggi bukan berarti telah merasa lebih hebat dan sebagainya namun sebaliknya, dengan ilmu dapat dibagi dengan orang lain karena jauh sesungguhnya banyak lagi tetas ilmu yang lain dibanding dengan lautannya.