Menghapus Plastik dari Sekolah
- vstory
VIVA – Sekolah harus ramah lingkungan. Salah satu indikatornya harus mampu meminimalisir sampah plastik di sekitarnya. Demikian kesimpulan umum setelah membaca Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Larangan Penggunaan Kemasan Air Minum Berbahan Plastik Sekali Pakai dan atau Kantong Plastik di Lingkungan Pendidikan dan Kebudayaan.
Di dalam Surat Edaran itu berisi tujuh aturan penggunaan bahan plastik. Sebagai bagian dari Lingkungan Pendidikan dan Kebudayaan, sekolah harus menaatinya.
Tujuh aturan tersebut antara lain : Pertama, tidak menggunakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan sampah, seperti piring, gelas, kemasan air minum berbahan plastik sekali pakai dan atau kantong plastik di lingkungan kerja masing-masing.
Kedua, di dalam pelaksanaan rapat, sosialisasi, pelatihan dan kegiatan sejenis di kantor tidak menggunakan pembungkus makanan kemasan minuman plastik.
Ketiga, menyediakan dispenser dan atau teko air minum dan gelas minum di setiap ruang kerja, ruang pertemuan, ruang rapat, aula.
Keempat, meningkatkan penggunaan peralatan makan dan minum yang terbuat dari kaca, melamin, keramik, dan rotan antara lain dengan membiasakan penggunaan botol minum (tumbler) sebagai alat minum dan membawa alat makan pribadi.
Kelima, meningkatkan penggunaan kantong yang dapat digunakan kembali (reusable bag) dalam aktifitas jual beli di area kantin kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Keenam, mengurangi penggunaan spanduk, backdrop, baliho, dan media iklan lainnya yang berbahan plastik pada kegiatan rapat, sosialisasi, pelatihan, dan kegiatan sejenis lainnya.
Ketujuh, pimpinan unit kerja melakukan sosialisasi terhadap larangan penggunaan kemasan air minum berbahan plastik sekali pakai dan atau kantong plastik di unit kerja masing-masing.
Memang tidak ada yang salah dari Surat edaran di atas. Hanya saja jika bercermin pada konsep perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, rasanya surat edaran ini kurang efektif dalam menanggulangi sampah plastik di sekolah.
Menurut Pasal 1 UU RI Nomor 32 Tahun 2009, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Jika masalah lingkungan hidup dipandang serius dalam pendidikan, harusnya surat edaran tersebut juga menyinggung aspek perencanaan, pemanfaatan, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum dalam definisi di atas.
Sekadar masukan, dalam aspek perencanaan, sekolah dapat dilarang menggunakan dana operasional untuk pembelanjaan yang berhubungan penggunaan plastik. Contohnya melarang memasukkan pembuatan baner atau baliho berbahan plastik dalam Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RAPBS).
Dalam aspek pemanfaatan, pemerintah dapat menganjurkan sekolah mampu menghasilkan produk terkait pemanfaatan sampah plastik. Contohnya menghasilkan produk kerajinan tangan dari sampah plastik yang sudah terlanjur masuk lingkungan sekolah sebelum surat edaran itu dikeluarkan.
Dalam aspek pemeliharaan, pemerintah dapat mewajibkan sekolah memiliki tempat pemilahan sampah. Sampah harus dipilah berdasarkan dua kategori, yaitu organik dan non organik.
Untuk aspek pengawasan, pemerintah pusat dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah yang dalam hal ini dinas pendidikan kota atau kabupaten untuk turun ke sekolah. Tujuannya memastikan bahwa surat edaran telah dilaksanakan masing-masing sekolah.
Sedangkan dalam aspek penegakan hukum, sekolah dapat dianjurkan menyusun tata tertib khusus mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan terutama tentang penggunaan bahan plastik. Hal ini penting sebab dapat dikategorikan salah satu usaha penanggulangan pencemaran lingkungan sesuai Pasal 53 Ayat 1 UU RI Nomor 32 Tahun 2009.
Dalam Pasal di atas dinyatakan setiap orang yang melakukan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.
Surat Edaran Mendikbud Nomor 12 Tahun 2019 harus diapresiasi positif. Secara nyata Surat Edaran itu memberi pedoman penanggulangan pencemaran lingkungan yang diakibatkan bahan plastik di sekolah.
Beberapa alternatif yang dijelaskan di atas hanya masukan atas surat edaran tersebut. Itu hanya saran. Jadi boleh dipakai boleh diabaikan.
Yang pasti pemerintah harusnya bukan sekadar memberi intruksi dalam Surat Edaran saja. Lebih dari itu harus turun ke bawah memastikan surat edaran sudah dilaksanakan atau sekadar jadi bahan bacaan saja.